''van, Lo harus relain Erika pergi, agar dia tenang disana'' Dirga menepuk bahuku, aku tahu dia juga kehilangan Erika.
Gerimis datang sesaat setelah pemakaman Erika seolah dia juga berkabung, ku usap nisan Erika. Aku meninggalkan Erika disana.
Sampai hari ketujuh kepergian Erika aku masih berada dikamar Erika, dirumah Bulek Mimi.
Maya datang kekamar mengambil satu dus dari kolong ranjang tidur Erika. Dibukanya didepan barang barang Erika yang ia packing sebelum ia pergi ke lampung.
Beberapa baju, tas dan dua buah album. Ku buka album lembar demi lembar foto foto masa putih abu abu Erika Maya Tyas dan Dirga, di bagian akhir album ada beberapa foto ku dan Erika yang belum sempat ia masukan, sontak membuatku tertunduk lesu ku raih kalung berbandul cincin dinakas.
Maya masuk kembali kekamar memberiku satu buku jurnal yang katanya milik Erika beserta ponsel nya yang sudah retak.
''van ini ada di tas Erika, ibunya Erika bilang buat Lo aja, ponselnya gak nyala lagi tapi memori card nya siapa tahu Lo butuh''.
Aku tidak menyahut, diletakkannya di kasur ponsel rusak dan jurnal Erika.
Aku masih setia di rumah Bulek mimi ku kunjungi makan Erika setiap sore dan pulang ketika senja berlalu.
Ku putuskan untuk pulang setelah berpamitan dengan Erika sore itu, ku baca jurnal lembar demi lembar milik Erika ketika dikereta .
Erika menuliskan banyak hal disana hubungannya denganku , dengan Dirga Maya. terakhir ia tuliskan di hari ia akan pergi ke Jogja dimana ia meninggalkan cincin di meja kamarku.
''aku tidak benar benar meninggalkan mu, aku tahu kamu bukan cinta pertamaku begitu juga denganmu, tapi kamu akan jadi cinta terakhirku evan''.
Ku tutup rapat-rapat buku jurnal mataku terpejam namu air mata ini tetap mengalir, aku jadi laki laki paling rapuh saat ini.
*
**
kehilangan erika membuatku marah pada Tuhan , aku tahu aku salah tapi saat itu aku jadi pecandu alkohol, berat badanku berkurang drastiskakakkedua orang tua ku memberi support yang tidak pernah menyurut.