"Aku berpikir jika kamu sudah menyadari kesalahanmu dan berubah..."
Dimas hanya bisa menundukkan kepalanya saat Pratama berkata dengan suara berat menahan amarah. Tanpa melihat wajahnya pun, ia sudah tahu jika ayahnya sangat marah sekarang bahkan ibunya mengurung diri di kamar dan tidak ingin menemui siapapun.
"Aku tidak mencintainya..." Ucap Dimas pelan.
"Cinta? Jika kamu memang tidak mencintainya kenapa kamu mencarinya seperti pria gila saat dia menghilang dulu, jika kamu tidak mencintainya kenapa kamu ada di sisinya saat dia terluka kemarin?"
"Maafkan aku, aku hanya..."
"Mempermainkannya?" Potong Pratama. Ia menoleh menatap Dimas tajam.
"Dimas, kamu sedang mempermainkan dirimu sendiri. Sadarlah!"
"Aku tidak mungkin keliru dengan perasaan ku sendiri, Pi!"
"Dasar bodoh! Jika kamu memang bersikeras dengan kebodohan mu itu maka hiduplah dengan caramu sendiri dan jangan pernah mengharapkan bantuan apapun dari ku!"
"Tapi, Pi..."
"Pergi dari sini sekarang!" Teriak Pratama.