Chereads / Menikah tapi benci / Chapter 17 - Rasa sakit terbesar

Chapter 17 - Rasa sakit terbesar

…Laura POV…

Ayahku Rudy selalu bersikap dingin dan tegas, dia adalah kepala keluarga yang tidak ada seorangpun dalam keluarga ini yang berani menentangnya. Tidak satupun, sayangnya dia tidak pernah berada di pihak ku apapun yang terjadi meskipun aku tidak bersalah.

Seperti apa yang sering aku alami saat aku masih kecil, duduk di meja makan sendirian sementara ibu ku dan adik ku duduk di hadapanku dan ayahku berada di tengah-tengah kami.

Rasa sakit hatiku masih belum hilang namun duduk disini, diantara mereka semua dan tidak ada yang memilih duduk di sisiku membuatku kembali merasa sendirian belum lagi semua ini terasa seakan seperti sebuah persidangan yang menuntut ku di jatuhkan hukuman mati.

Entah kesalahan apa yang aku perbuat sehingga aku selalu berada diposisi ini.

"Bagaimana luka operasi mu?"

Aku mengangkat pandanganku dan menoleh menatap ayahku seakan aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.

Mungkinkah aku terlalu sering tersakiti sehingga perhatian kecil seperti ini membuatku merasa menghangat dengan sangat mudah?

"Sudah lebih baik." Jawabku tersenyum tipis.

"Syukurlah…"

Apa situasi sudah berubah sekarang? Apa akhirnya ayah berada di pihak ku sekarang?

Aku menatap Jesica yang terlihat enggan menatapku dan melihat ke arah ibuku yang bersikap tidak jauh berbeda dengan Jesica. Harus aku akui jika aku selalu merasa iri dengan Jesica karena tidak hanya wajahnya yang mirip dengan ibuku tapi kepribadian mereka nyaris sama.

"Kamu hanya memiliki satu ginjal sekarang…" Rudy menghela nafas pelan dan Jesica terlihat terkejut dengan ucapan ayah kami tentang kondisiku, dapat aku tebak jika sepertinya kedua orangtuaku memang sengaja tidak memberitahukan keadaanku kepada Wisnu dan juga Jesica.

"Dokter bilang aku masih bisa beraktifitas normal selagi aku menjaga kesehatanku jadi itu bukan masalah besar." Ucapku menjelaskan agar ayahku tidak terlalu mengkhawatirkan keadaanku.

"Jadi apa yang mereka berikan padamu sebagai imbalannya?"

Aku tertegun begitu mendengar pertanyaan yang menusuk itu terlontar dari pria yang sebelumnya aku kira mengkhawatirkan keadaanku pasca operasi.

"Tidak ada." Jawabku pelan.

"Bodoh…" Gumam ayahku pelan. Suara pelan yang berhasil menembus jantungku yang membuatku tidak kuasa menahan air mataku untuk tidak menetes sementara Jesica menyeringai sambil melirik ke arahku dengan tatapan seakan ia sedang mencibirku.

"Kamu sudah menyelamatkan nyawanya maka sudah seharusnya kamu menerima imbalan, bukan?"

"Aku menolongnya dengan tulus…" Ucapku dengan suara yang terdengar bergetar.

"Tulus?" Ayahku tertawa dengan sangat lantang lalu sedetik kemudian ia menggebrak meja.

"Tulus? Aku membesarkan mu, merawat mu, menyekolahkan mu sejak kecil hingga kamu tumbuh menjadi dirimu seperti sekarang bukan untuk menjadi seorang dermawan bodoh!"

"Itu benar, kamu membuat kami merasa sia-sia membesarkan mu!" Ucap ibuku menambahkan, dia baru saja menuang garam diatas luka ku yang menganga.

"Maafkan aku…" Hanya itu yang dapat aku ucapkan.

"Jadi mereka membuang mu sekarang?" Jesica bertanya tanpa keraguan sedikitpun.

"Mereka tidak membuang ku." Jawabku dengan tegas.

"Lalu mengapa kamu pulang? Luka bekas operasi mu bahkan masih belum sembuh, bagaimana bisa mereka membiarkan seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya pergi begitu saja tanpa menyelesaikan pengobatan jika kamu memang sedang tidak di buang sekarang?"

"Mereka tidak membuang ku, aku pulang karena aku memang ingin pulang! Mengapa kalian bersikap seakan kalian tidak menginginkanku ada disini?" Aku sudah tidak kuasa lagi menahan nada suaraku agar tidak terdengar emosional.

"Mereka bersikap lebih baik daripada kalian bersikap kepadaku selama ini!"

"Begitu kah?" Rudy kembali bersuara, pertanyaannya terdengar seperti sebuah olokan.

"Kalau begitu minta mereka memberikanmu imbalan atas apa yang sudah kamu lakukan untuk mereka!"

"Kenapa aku harus meminta, ayah? Apa aku tidak boleh bersikap tulus kepada orang-orang yang telah memperlakukanku seperti keluarganya sendiri selama ini?"

"Jangan bodoh Laura! Mereka hanya memanfaatkan mu!"

"Aku tidak mau melakukannya…"

"LAURA!!!"

Aku hanya bisa memejamkan kedua mataku untuk meredam ketakutan ku saat ayahku kembali menggebrak meja tapi kali ini dengan lebih keras dan menakutkan.

"Cepat hubungi mereka dan katakan jika mereka harus menyuntikkan dana pada partai tempat kakakmu bernaung sekarang dan minta mereka untuk menjadikan Jesica sebagai model brand ambasador dari produk mereka!" Ayahku terus berteriak dan memintaku melakukan hal yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, sesuatu yang hanya akan membuatku semakin merasa memanipulasi kebaikan Dita dan Pratama kepada ku selama ini.

"Kenapa?"

"Karena dengan begitu kakak mu akan mendapatkan posisi yang lebih baik jadi dia tidak perlu bolak-balik seperti sekarang dan adikmu bisa menjadi model terkenal sesuai impiannya! Mereka harus membantumu mewujudkan impian Wisnu dan juga Jesica karena kamu sudah membantu mereka!"

"Jadi karena itu?"

"Kamu bilang mereka sangat baik dan memperlakukanmu seperti keluarganya kan, maka sekarang waktunya kamu meminta segalanya dari mereka!"

Tercengang, ini seperti mimpi buruk yang menakutkan, ini menjadi lebih menakutkan karena ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi.

"Aku tidak mau melakukannya…"

"Apa kamu gila? Kesempatan di depan mata mengapa kamu begitu bodoh?"

Aku menatap ibuku yang baru saja memukul kepalaku dan menyebutku bodoh.

Apa hati mereka terbuat dari besi panas? Apa tidak ada sedikitpun rasa sayang untuk ku? Sedikit saja, aku tidak akan seraha dan meminta banyak. Aku mohon...

"Ini adalah waktu terbaik untuk memanfaatkan mereka agar Wisnu dan Jesica bisa mencapai impian mereka."

"Itu impian mereka, bukan impianku jadi kenapa aku harus melakukan itu?"

"KARENA MEREKA KELUARGA MU!" Ayahku meneriaki ku sekencang-kencangnya, ia bahkan bangkit dari tempat duduknya karena begitu emosional.

"Apa pernah kalian memperlakukan ku sama?" Sambil menahan air mataku, aku menatap mereka meskipun aku hancur dari dalam sekarang.

"KALIAN TIDAK PERNAH MEMPERLAKUKANKU SEPERTI AKU ADALAH BAGIAN DARI KELUARGA INI!!! KALIAN TIDAK PERNAH MENYAYANGIKU SEPERTI AKU MENYAYANGI KALIAN! BERANI SEKALI KALIAN MEMINTAKU UNTUK MEMBANTU MEWUJUDKAN MIMPI MEREKA YANG TIDAK PERNAH MENGANGGAP KU SEBAGAI SAUDARA MEREKA SENDIRI!!!"

"Beraninya kamu!" Rudy mengayunkan tangannya ke arahku tapi mungkin karena rasa sakit ku sudah tidak dapat aku tanggung lagi hingga aku mati mati rasa dan memiliki keberanian untuk menangkal pukulan ayahku dan menatapnya dengan tajam.

Aku membenci kalian!

"KALIAN ADALAH RASA SAKIT TERBESAR YANG PERNAH AKU MILIKI!"

Aku yang frustrasi tidak sanggup lagi menahan semua ini…

Mereka mengantarkan ku ke jurang rasa sakit yang tidak pernah aku bayangkan!

***