Chereads / Menikah tapi benci / Chapter 8 - Prasangka

Chapter 8 - Prasangka

Dimas membuat pagi ku menjadi seperti mimpi buruk, dia membuat perasaanku seperti naik roller coaster, naik turun dan terhempas hingga rasanya jantungku akan copot tapi untung saja tidak ada rapat makan siang hari ini jadi aku bisa sedikit bersantai di coffee shop yang terletak di sebelah perusahaan tempatku bekerja dan menikmati capuccino kesukaanku dengan tenang.

Aku masih menyesap capuccino milik ku saat Wendy tiba-tiba saja muncul di hadapanku dan duduk tanpa meminta ijin.

"Cuaca hari ini sangat panas, kenapa kamu menutupi lehermu?" Tanya Wendy, ia terlihat menatapku dengan cara yang sama saat ia menerobos masuk ke apartemenku semalam.

"Aku yakin kamu tidak ingin melihat sesuatu di balik sapu tangan ini." Jawabku dengan tenang dan tersenyum yang aku yakin pasti membuat Wendy jengkel.

"Well, aku tidak akan iri kepada kalung murahan yang mungkin kamu kenakan sekarang."

"Atau mungkin bekas kissmark?"

Wendy seketika tersedak saat aku mengungkit tentang kissmark seakan mempertegas apa yang terjadi semalam antara diriku dengan Dimas.

"Lihatlah, cuaca yang panas membuat mu minum dengan terburu-buru... Santai saja, apa kamu masih ada kelas setelah ini sampai kamu sangat tergesa-gesa?"

Wendy masih sibuk menyeka bibirnya dengan tissue saat aku terus mengoloknya dengan halus tapi matanya menjelaskan segalanya jika ia sudah sangat jengkel kepadaku apalagi Wendy selalu marah jika ada yang membahas tentang kuliah, tentunya karena dia bodoh! hahaha... Stupid!

"Hi, Wen... kamu disini juga?"

Aku memutar kedua mataku ketika Ratna dan Suzy tiba-tiba saja datang dan langsung bergabung. Sepertinya aku harus merelakan ketenangan ku siang ini dan lihat saja mereka hanya menyapa Wendy seakan aku tidak terlihat.

"Hi, Laura... Tumben sekali kamu makan siang sendiri? Apa sugar Daddy-mu mulai bosan padamu?"

Sepertinya Ratna masih menyimpan dendam padaku karena ia gagal bekerja di perusahaan impiannya hingga ia terus saja menyindirku di setiap kesempatan. Ia masih mengira aku bisa berada di posisiku karena aku menjalin hubungan terlarang dengan ayah Dimas.

"Bosan? Aku melihat Laura memposting sebuah cincin berlian, aku yakin hubungan mereka sudah berada di level berbeda." Ucap Suzy yang tidak setuju dengan cibiran Ratna tapi tidak juga membuatku merasa lebih baik karena ucapan Suzy seakan membenarkan jika aku hanyalah seorang wanita simpanan pria tua kaya.

"Cincin?" Wendy bertanya, dia terlihat bingung sehingga Suzy langsung memperlihatkan postingan yang Suzy maksudkan.

Aku terus memperhatikan ekspresi Wendy saat melihat postinganku semalam tapi aku tidak dapat menebak apa yang sebenarnya ia pikirkan karena ia begitu lama memandangi foto itu.

"Bukankah itu cincin impian mu?" Celetuk Ratna yang langsung menggeser posisi duduknya dan terlihat ketakutan saat Wendy menatapnya dengan tajam.

"Aku mendapatkannya semalam setelah kami bercumbu..."

Damn Laura! You are a naughty girl!

But I love it!

Persetan dengan pendapat Ratna dan Suzy yang mungkin akan semakin yakin jika aku adalah seorang wanita simpanan pria tua kaya tapi setidaknya Wendy memikirkan ku dengan cara yang lain.

Cara yang membuatku merasa menang darinya.

"Sayang, maaf aku terlambat..."

Aku menoleh begitu mendengar suara Dimas.

"Laura!"

Mungkin karena dosa yang kami buat semalam sehingga Dimas langsung terkejut melihatku duduk di meja yang sama dengan kekasihnya dan langsung menyebut namaku dan tentunya aku langsung tersenyum dan menyapanya.

"Laura? Kamu harusnya menyapaku lebih dulu!"

Aku dapat merasakan suasana tegang ketika Wendy tiba-tiba saja beranjak bangun dan memarahi Dimas.

"Yang kekasihmu itu aku bukan dia!" Lanjut Wendy sambil menunjuk wajahku dengan jarinya.

"Hey tenanglah, sayang... Aku tidak menyapanya, aku hanya terkejut kenapa dia bisa ada disini karena dia selalu makan siang dengan papi." Jawab Dimas yang mencoba menjelaskan sebelum Wendy benar-benar mengamuk. Perangainya yang pemarah sepertinya tidak akan pernah pudar dimanapun ia berada karena sekarang meja yang kami tempati sudah menjadi pusat perhatian tapi ia masih tetap saja menunjukkan kemarahannya.

"Bohong!" Suara Wendy semakin kencang terdengar, ia bahkan mulai menangis.

"Kamu bahkan berada di apartemennya semalam! Hubungan apa yang sebenarnya ada diantara kalian? Kalian berselingkuh di belakangku? Kamu bahkan memberikannya cincin yang sudah lama aku impikan!"

Opsiee... Apa bom baru saja meledak?

Hey, aku masih belum menyulutnya kan?

"Aku sudah katakan padamu jika semalam aku hanya mengambil ponselku!" Dimas mulai meninggikan suaranya sekarang. Sepertinya itu adalah caranya menutupi kebohongannya.

"Tenanglah Wen," Suzy mencoba menenangkan dengan menyentuh lengan Wendy namun Wendy menepisnya.

"Ponselmu? Aku bisa memaafkan Kebohongan mu tentang ponsel bodoh itu ataupun apapun yang kamu lakukan dengan pengkhianat ini semalam, tapi kamu bahkan memberikannya hadiah, Dimas! Kamu memberikannya cincin yang selama ini menjadi cincin impianku!"

Sekarang Suzy hanya bisa duduk merapat dengan Ratna, mereka terlihat kebingungan dan menatapku dengan tatapan tanda tanya besar.

Aku yakin jika mereka berdua kebingungan karena setahu mereka aku hanyalah seorang selingkuhan ayahnya Dimas meskipun mereka tidak pernah menegaskannya secara langsung karena merasa sungkan dengan Dimas tapi kemarahan Wendy justru seakan menjelaskan prasangka buruk mereka terhadapku sekarang.

Haruskah aku berterima kasih pada wanita yang sedang cemburu buta ini?

Tanpa sadar aku tersenyum dan Dimas melihat itu saat tanpa sengaja mata kami bertemu sehingga ia langsung menarik ku hingga aku dengan terpaksa harus beranjak bangun dan berdiri diantara mereka.

"Jelaskan pada Wendy, jika semua kecurigaannya salah! Aku tidak pernah memberikan apapun padamu kan!" Ucap Dimas mendesak ku.

"Cepat katakan! Jangan diam saja!" Dimas mencengkram lenganku sekarang, ia semakin menuntut sementara Wendy sudah terlihat tidak sabar.

"Apa keuntungan ku?"

Tentu saja semua orang terkejut mendengar ucapan ku yang angkuh ini terutama Wendy dan Dimas.

"Dasar jalang!"

Aku merasakan panas pada pipi ku ketika Wendy menamparku dengan sangat keras.

Aku kemudian melirik Dimas dan dia terlihat tidak perduli sama sekali.

"Beraninya kamu!"

Suara tamparan keras terdengar memecah keheningan di coffee shop ini karena kedatangan Dita yang baru saja menampar Wendy hingga ia bungkam seketika.

"Berani sekali kamu menampar calon menantuku!"

....