"Dimas!"
Laura menjerit saat melihat tubuh Dimas tersungkur di lantai dan dengan cepat Wisnu menarik kerah baju Dimas lalu memukulnya sekali lagi. Ia tidak memberikan sedikitpun kesempatan untuk membiarkan Dimas melawannya dan mengabaikan Laura yang mencoba menghentikannya memukuli Dimas.
"Pria sepertimu tidak pantas mendapatkannya!" Teriak Wisnu.
"Siapa kamu melarangku menyentuh Laura!" Dimas berteriak tidak kalah kencang dan akhirnya membalas pukulan Wisnu sehingga pelipis matanya terluka dan berdarah.
"Hentikan! Tolong jangan berkelahi!" Teriak Laura, ia menarik baju wisnu agar Wisnu tidak kembali memukul Dimas tapi itu membuat Dimas dapat memukul Wisnu dengan lebih leluasa. Tindakan Dimas jelas membuat Laura begitu terkejut sehingga ia dengan cepat membantu Wisnu untuk beranjak bangun.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Laura tapi Wisnu tidak menjawab pertanyaanya, ekspresinya masih menunjukan kemarahan yang tidak terbendung begitu juga dengan Dimas yang merasa tidak senang melihat Laura lebih memperdulikan Wisnu daripada dirinya.
Dimas kemudian menarik Laura ke sisinya tapi Wisnu menahannya dengan mencekal pergelangan tangan Laura.
"Lepaskan dia!" Baik Dimas maupun Wisnu tidak ada yang mau mengalah, mereka tetap memegangi Laura dari sisi yang berbeda dan berusaha menarik tubuh Laura kesisi mereka sehingga tubuh Laura terombang ambing.
"Sakit…" Laura hanya bisa meringis menahan rasa sakit. Ia mulai putus asa sekarang karena terhimpit diantara dua pria yang sedang diliputi amarah.
"Laura!"
Laura mengangkat pandangannya untuk melihat siapa pemilik suara yang terdengar tidak asing itu.
"Mami…" Sambil menangis Laura hanya bisa tersenyum lemas tidak berdaya kepada Dita yang hadir dihadapannya seperti peri penolong yang muncul disaat terdesak.
"Apa yang kalian lakukan?!" Dita terlihat sangat marah, ia segera melepaskan Laura dari cengkraman Dimas dan juga Wisnu lalu memeluknya dengan sangat erat sambil berusaha menenangkannya. Ia dapat merasakan tubuh Laura gemetaran karena ketakutan. "Tenanglah sayang… Mami disini."
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Pratama menggeram marah. Dimas baru akan melangkah untuk menjelaskan tapi Dita telah menjerit lebih dulu karena Laura mendadak pingsan.
…
Dokter baru saja selesai memeriksa keadaan Laura dan mengatakan jika Luka bekas operasinya mengalami infeksi yang membuatnya jatuh pingsan tapi untungnya keadaannya segera ditangani sehingga infeksi itu tidak menyebar terlalu dalam dan sekarang Laura masih tertidur di dalam kamarnya setelah dokter menyuntikan obat pereda rasa sakit.
"Katakanlah, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian berkelahi disini?" Tanya Pratama dengan tegas, meskipun ia adalah ayahnya Dimas tapi ia tidak terlihat berpihak pada Dimas sama sekali. Pratama dan Dita justru bersikap seperti kedua orangtua Laura yang sedang mengintrogasi pria-pria yang berniat mendekati putri mereka tapi terpergok sebuah perkelahian.
"Pria brengsek ini telah berani mencium Laura!" Ucap Wisnu, kemarahannya tidak berkurang sedikitpun.
"Mencium Laura?" Dita bertanya memastikan apakah ia tidak salah dengar karena setahunya Dimas tidak pernah menyukai Laura tapi berbeda dengan Pratama yang sudah pernah memergoki Dimas dan Laura nyaris berciuman di lift.
"Apa kamu kekasihnya?" Tanya Pratama lagi, ia tidak mau salah bicara karena ia tidak tahu hubungan sebenarnya Laura dengan Dimas yang terkadang terlihat mesra tapi juga di detik berikutnya bisa terlihat seperti musuh bebuyutan.
"Aku kakaknya." Jawab Wisnu dengan suara tertahan membuat Dimas langsung menoleh karena ia tidak pernah tahu jika Laura memiliki seorang kakak apalagi Wisnu sama sekali tidak terlihat mirip dengan Laura sehingga tadi ia sempat mengira jika Wisnu hanyalah teman dekat Laura. Dimas tidak berani memikirkan jika Laura memiliki pria lain yang lebih dekat dengannya daripada dirinya, itu membuatnya sangat marah.
"Pantaslah kamu marah, tapi bukankah Laura sudah cukup dewasa untuk berciuman kan? Kamu tidak perlu memukuli putraku seperti ini." Dita kembali bicara, ia tentunya tidak ingin membuat Dimas terlihat semakin buruk di mata kakaknya Laura apalagi mereka mungkin memiliki hubungan istimewa yang tidak pernah ia ketahui.
"Dia putra kalian?" Tanya Wisnu yang terlihat semakin marah.
"Benar." Jawab Pratama. Rahang Wisnu terlihat semakin mengeras, ia tiba-tiba saja beranjak bangun dan siap untuk meledak sekali lagi.
"Maka seharusnya kalian mengajari putra kalian caranya bertanggung jawab!"
"Apa maksudmu?" Tanya Pratama bingung. "Kenapa putraku harus bertanggung jawab? Apa memang yang sudah ia lakukan kepada Laura?"
"Putra kalian sudah berani menghamili adik ku!" Teriak Wisnu emosional.
"APA!!!" Baik Dita maupun Pratama mereka memekik tidak percaya.
"Dia telah membuat adik ku melahirkan tanpa memiliki suami lalu meninggalkannya! Dia membiarkan adik ku yang habis melahirkan pulang sendirian ke kampung halaman kami di tengah malam lalu datang keesokan harinya dan membawanya pergi tanpa meminta ijin dengan orangtua ku! Dia membawa kabur adik ku setelah apa yang sudah ia lakukan kepada adik ku dan dia disini tanpa tahu malu menciumnya! Aku seharusnya menyeretnya kepenjara sejak awal aku melihatnya!"
Dita dan Pratama tertegun sambil saling menatap tidak percaya dengan apa yang Wisnu tuduhkan kepada Dimas sementara Dimas tertawa setelah mendengarnya.
"Gadis itu memang manipulative!" Ucap Dimas sambil terus tertawa tidak percaya jika ia baru saja berkelahi karena sebuah kebohongan konyol yang sudah Laura karang kepada kakaknya.
"Jaga bicara mu!"
"Aku hanya membicarakan fakta!"
Melihat ketegangan yang kembali terjadi antara Dimas dan Wisnu, membuat Pratama dengan cepat berkata, "Laura tidak pernah hamil, dia bekerja denganku dan perutnya selalu rata. Jadi bagaimana dia bisa hamil dan melahirkan?"
"Tapi dia pulang sendirian sehabis operasi caesar kemarin." Sahut Wisnu dengan tegas, ia akan lebih mempercayakan Laura daripada siapapun.
Pratama menyimpan pertanyaan untuk Dimas nanti yang ternyata membiarkan Laura pulang sendirian berbanding terbalik dengan dengan apa yang Dimas katakan kepadanya karena yang terpenting sekarang adalah meluruskan kesalahpahaman yang terjadi oleh kakaknya Laura.
"Laura memang baru saja melakukan operasi dua minggu yang lalu tapi itu bukan operasi Caesar, tapi operasai donor ginjal untuk istriku."
Penjelasan Pratama sontak membuat Wisnu tertegun. Ia terlihat kehilangan kata-katanya.
Tidak lama setelah itu Pratama meminta asistennya untuk memberikan berkas operasi yang dilakukan oleh Laura dan Dita lalu memberikannya kepada Wisnu. Setelah memeriksanya, Wisnu terlihat kecewa tapi ada ekspresi lega yang juga terpancar dari sorot matanya yang semula redup.
"Kamu percaya sekarang?" Tanya Dita.
"Maafkan aku…" Ucap Wisnu menyesal.
"Aku dapat mengerti, sebagai seorang kakak kamu pasti sangat marah mendengar Laura bercerita seperti itu kepadamu tapi mungkin saat itu Laura hanya sedang kesal kepada Dimas. Kamu tahu dalam hubungan percintaan pasti ada pertengkaran kecil terkadang tapi setidaknya Dimas telah datang untuk menjemput Laura dan dia berada disini sekarang menemani Laura." Dita terus mencoba memberikan pengertian kepada Wisnu, ia tidak ingin jika Wisnu mungkin akan tidak merestui hubungan Dimas dan Laura.
"Hubungan percintaan?" Komentar Wisnu tertawa getir, "Jika dia mencintai adik ku maka dia tidak akan membiarkan adik ku pulang sendirian! Adik ku bahkan mendonorkan ginjalnya untuk anda, tapi dia membiarkan Laura sendirian. Aku tidak mengerti, aku hanya merasa jika kalian memanfaatkan adik ku dan membuangnya setelah itu."
Ucapan Wisnu seperti sebuah pukulan keras yang menghantam jantung Dita dan Pratama, membuat mereka menyesal karena mengiijinkan Laura untuk pulang padahal ia masih dalam masa pemulihan tapi kekecewaan terbesar mereka ada pada Dimas. Dimas membiarkan Laura pulang ke kampung halamannya sendirian.
"Maafkan kami…" Dita menunduk sedih. "Aku menyayangi Laura seperti putriku sendiri, seharusnya ini semua tidak perlu terjadi jika saja aku lebih memperhatikan Laura."
"Mami…" Dimas tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, ibunya menangisi wanita itu!
"Sebaiknya kalian semua pulang, aku yang akan menjaga Laura." Kalimat tegas itu terlontar dari bibir Wisnu tanpa menerima penolakan.
***