Chereads / Menikah tapi benci / Chapter 2 - Sugar mommy

Chapter 2 - Sugar mommy

"Apa yang dia lakukan padamu? Katakan saja jangan ragu, aku tidak akan menyalahkan mu." Namanya Dita, sebagai nyonya besar harus aku akui jika ibunya Dimas ini sangatlah jauh berbeda dengan Dimas yang angkuh karena Dita sangatlah lembut terlihat bagaimana caranya memperlakukan ku sekarang.

Jika itu adalah orang lain seperti banyak kisah yang pernah aku baca tentang seorang nyonya yang berhati dingin dan membela anaknya apapun yang anaknya lakukan meskipun sebuah kesalahan tapi berbeda dengan Dita yang justru tahu betul jika sikap anaknya itu terkadang tidak terkontrol sehingga ia selalu merasa gelisah takut-takut kalau Dimas berbuat kesalahan yang lepas kendali kepada orang lain, contohnya kepadaku sekarang walaupun aku yang dengan sengaja memancing kemarahan Dimas tapi setidaknya aku mendapatkan empati lebih dari Dita yang terus menatapku dengan khawatir.

Mungkin aku terlalu sering menyembunyikan perasaanku selama ini jadi aku dapat dengan mudah mempertahankan air mataku dihadapannya.

"Aku baik-baik saja, Bu... Aku mungkin bersikap kurang baik di hadapan pak Dimas jadi dia marah padaku."

Dita menggelengkan kepalanya tanda jika dia tidak setuju dengan ucapan ku lalu menyeka air mataku dan memeluk ku sekali lagi.

"Tidak ada gadis yang lebih sopan dan baik yang pernah aku temui selain dirimu, Laura... Aku akan melaporkan sikap Dimas pada ayah agar dia tidak mengulanginya lagi!"

Dita baru akan mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya karena saat ini Pratama yang tidak lain adalah bos ku sedang bermain golf bersama sahabat-sahabatnya mengingat ini adalah akhir pekan, tapi aku dengan sigap menyentuh tangan Dita dan menatapnya dengan wajah yang memelas, "Aku sungguh baik-baik saja, Pak Dimas tidak melakukan hal buruk padaku, aku tidak ingin dia mendapatkan masalah hanya karena ku."

"Lihatlah betapa baiknya hatimu, seharusnya Dimas mengencani wanita seperti mu bukan wanita bodoh yang terus saja mempengaruhi sikapnya sehingga Dimas semakin tidak bisa diandalkan dan hanya suka berfoya-foya tanpa memikirkan tanggungjawabnya sebagai calon pewaris Grup Mandala."

Aku menunjukkan senyuman ku tanpa berkomentar menanggapi ucapan Dita yang terang-terangan tidak menyukai Wendy sehingga ia terus berbicara buruk tentang Wendy, tapi sebagai gadis baik dan berhati bersih maka aku tidak boleh ikut mengompori kan? Hahaha sayangnya aku tidak memiliki hati yang baik dan bersih seperti dulu lagi karena itu hanya terus membuat ku berada di belakang dan terinjak-injak jadi aku berkata dengan memasang ekspresi yang tidak nyaman seakan aku tidak ingin membicarakannya tapi aku melakukannya, hahaha Sorry not Sorry Wendy but let me spill the tea babe...

"Tapi dia gadis yang cantik, saat di sekolah dulu dia sangat terkenal dan mengencani banyak pria... Maksudku..."

"Sudah aku duga, dia terlihat seperti jalang sejak awal aku melihatnya!"

Duh, sepertinya aku menumpahkan terlalu banyak.

"Aku dekat dengannya sejak lama, menurutku dia hanya kurang bekerja keras sehingga sampai sekarang dia masih belum juga lulus, aku kasihan padanya, aku bahkan menawarkan diri untuk membantunya belajar tapi dia seperti memiliki banyak kegiatan dengan Dimas maksudku Pak Dimas."

"Aku tidak mengerti dengan dirimu, Laura..."

Mendadak aku merasa gugup, apakah aku terlalu banyak bicara hingga sangat jelas aku ingin membuat Wendy terlihat semakin buruk?

"Jangan karena dia berteman lama dengan mu lalu kamu membantunya terlihat baik di mataku? Lupakan saja, dia terlalu malas sebagai seorang wanita. Aku tidak menyukainya."

Upss...

Bolehkah aku tertawa sekarang? Karena aku ingin sekali tertawa tapi aku menyimpan tawaku untuk aku tunjukkan pada Wendy jika saatnya tiba nanti sehingga ia tidak lagi bisa mengangkat wajahnya tinggi-tinggi dan terus bersikap angkuh seakan dia adalah nyonya muda.

"Ayo kita pergi sekarang juga, membicarakannya hanya akan membuat kerutan di wajah ku bertambah." Dita beranjak bangun lebih dulu dan menggandeng tanganku agar berjalan beriringan dengannya.

"Wajah Anda terlihat lebih pucat hari ini, bagaimana jika kita di rumah saja. Aku bisa membantu Anda mengerjakan taman bunga seperti sebelumnya." Ucap ku yang mendadak teringat ucapan Dimas jika ibunya sedang tidak sehat sejak kemarin dan memang wajah Dita terlihat tidak secerah biasanya.

Dita kemudian mengehentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. Sejujurnya ada saat ketika ia menatapku intens dan sorot matanya terlihat tajam dan menakutkan dan membuatku bungkam seketika.

"Terima kasih sudah memperhatikan ku tapi aku baik-baik saja, bagaimana bisa aku tega melihat kuku mu menjadi kotor terus di setiap akhir pekan. Aku sudah berjanji padamu kan jika akan membuat kuku mu menjadi indah hari ini, jadi tenang saja karena aku merasa sangat sehat sekarang."

"Sungguh?"

"Iya sayang, jangan membuatku semakin tidak sabar menjadikanmu menantuku karena sikap mu itu dong."

Senyumannya membuatku ikut tersenyum, dia memiliki senyuman yang tulus yang membuatku tersenyum tanpa perlu berpura-pura. Sikapnya bahkan lebih hangat daripada ibuku yang jarang memperhatikan ku apalagi kami sudah tidak tinggal satu rumah semenjak aku bekerja namun karena sikap Dita yang hangat membuatku tidak terlalu merindukan ibuku yang selalu sibuk dengan kakak ku yang baru memulai karir politiknya dan adik ku yang sedang merintis karir sebagai seorang model profesional dan aku tidak pernah sekalipun di banggakan karena aku hanya seorang sekretaris, pekerjaan yang katanya bisa dilakukan oleh siapa saja padahal aku berjuang setengah mati hingga aku mencapai posisi ini. Mungkin sekali tidak disayang maka selamanya akan begitu.

"Kenapa kamu diam terus? Apa sikap Dimas membuat mu takut?" Tanya Dita yang menyadari aku melamun sambil terus melihat ke arah jalanan.

"Bukan, aku hanya teringat kepada ibuku..."

"Kamu merindukannya? Apa aku mengambil waktu libur mu sehingga kamu tidak bisa pulang?" Tanya Dita yang mendadak menunjukkan ekspresi menyesalnya.

"Bukan karena Anda. saat aku pulang ibu ku juga jarang di rumah karena selalu mengikuti kegiatan adik ku, dia sangat sibuk jadi jarang mengangkat telepon ku tapi sikap Anda sangat baik kepadaku sehingga aku mendadak merindukan sosok ibu ku yang aku dapatkan dari sikap Anda memperlakukan ku selama ini." Tanpa Sadar aku meneteskan air mata ku. Aku mungkin bisa merasa puas karena telah berhasil melampaui teman-teman ku yang selalu memperlakukan ku sebagai badut mereka dulu tapi aku masih belum bisa menarik perhatian keluargaku terutama ibuku.

"Laura, kamu bisa memanggilku mami kalau begitu agar kamu tidak merasa bersedih lagi karena merindukan ibu mu. Aku tahu betul rasanya menjadi anak tengah, tidak banyak mendapatkan perhatian, tapi percayalah suatu saat mereka akan memperhatikanmu."

"Tapi aku merasa tidak pantas..."

"Tidak ada yang berhak menyebutnya tidak pantas karena aku sangat menyetujui jika kamu memanggilku dengan sebutan mami seperti Dimas memanggilku."

"Wendy mungkin akan salah paham jika ia tahu aku memanggilmu dengan sebutan mami..."

"Persetan dengan wanita itu, justru bagus jika dia marah dan akhirnya meninggalkan Dimas!"

Kali ini aku tidak dapat menyembunyikan rasa senang ku karena aku langsung memeluknya. "Terima kasih, mami..." Ucapku dengan sedikit canggung.

"Sama-sama putriku yang cantik, jadi jangan bersedih lagi ya?"

Oh demi Tuhan, aku ingin sekali merekamnya dan menunjukkan pada Wendy agar wajahnya memerah seperti kepiting rebus karena cemburu.

...

Akhirnya kami tiba di salon dan Dita langsung memesan perawatan VVIP untuk kami.

Dita bukan hanya menepati janjinya untuk memperbaiki kuku-kuku ku yang rusak tapi juga mengajaknya luluran dan pijit rileksasi belum lagi perawatan wajah yang membuat wajahku lebih cerah dari sebelumnya.

Aku melihat wajahku di cermin dengan gaun yang juga di berikan oleh Dita selesai kami perawatan dan jika aku boleh berbicara sombong, penampilanku tidak kalah cantik dengan Wendy mungkin aku lebih cantik sekarang karena Wendy selalu menunjukkan wajah cemberut apalagi jika keinginannya tidak langsung dituruti oleh Dimas.

"Mami akan menyusul papi ke tempat dia bermain golf, apa kamu mau ikut?" Hatiku berdesir ketika cara bicara Dita terdengar semakin lembut saat ia memanggil dirinya sendiri dengan sebutan mami yang membuatku merasa seperti anaknya yang sesungguhnya.

"Aku akan pulang saja, tapi mami harus memeriksakan kesehatan mami. Aku khawatir melihat mami terlihat kesakitan tadi." Ucap ku karena tadi aku melihat bagaimana Dita meringis sambil memegangi perutnya namun dia langsung tersenyum dan berpura-pura baik-baik saja ketika melihatku dan itu sungguh membuatku khawatir.

"Baiklah, aku akan memeriksakan keadaanku besok tapi berjanjilah kamu yang temani jadi kita bisa makan malam bersama."

Aku menganggukkan kepalaku tanda setuju. Dita kemudian pergi menggunakan mobilnya sementara aku masih berada di pusat perbelanjaan, tentunya aku tidak akan pergi meninggalkan pusat perbelanjaan ini karena apartemen ku berada tepat di atas pusat perbelanjaan ini.

Aku melangkah dengan tenang sambil menenteng tas belanjaan ku yang aku beli bersama dengan Dita dan tentunya dia yang membayar semuanya meskipun aku menolaknya tapi aku tidak bisa menentangnya sehingga akhirnya aku hanya bisa pasrah dan menerimanya tentunya dengan senang sehingga aku terus tersenyum.

Aku kemudian membuka pintu apartemenku dan dengan perasaan senang aku melangkah masuk, membiarkan lampu tetap mati dan meletakkan tas belanja ku di atas meja lalu membanting tubuhku ke atas sofa yang terasa nyaman.

Gelap dan sunyi, aku sangat menyukainya karena suasana ini membuatku merasa tenang dan aku bisa melepaskan topeng ku dan menjadi diriku yang sebenarnya.

"Apa menyenangkan pergi dengan sugar mommy?"

Aku terperanjat saat mendengar suara yang tidak asing bagiku sehingga aku langsung menoleh kearah suara itu.

Dalam samar-samar kegelapan aku melihat wajahnya, pria yang pagi mendapatkan tamparan keras dari ibunya.

"Dimas!"

"Hebat sekali, bahkan di tengah kegelapan kamu bisa mengenaliku... Sepertinya aku tidak salah menduga jika kamu terobsesi padaku."

....