Tiga tahun perjalanan sebentar lagi akan usai. Tinggal hitungan hari lagi, aku akan hidup di lingkungan baru dengan membawa semua kenangan masa lalu. Termasuk tentang Leon dan Agatya. Dua lelaki yang pernah mengisi bahagiaku. Dua lelaki yang sudah tak lagi bersamaku dengan akhir yang berbeda.
Jalan cerita yang kupilih tidak lagi tentang bersama orang lain. Meski kadang sendirian menjadi hal yang menyeramkan, tetapi sendirian setidaknya bisa menenangkan. Penataan ulang akan selalu terjadi di setiap perubahan besar. Aku kembali menata ulang setiap kisah dan keputusan yang akan kuambil. Memulai kembali semuanya dari awal. Membangkitkan kembali hati yang sudah rapuh. Berdamai dengan masa lalu. Menerimanya dengan lapang dada.
Semua yang telah terjadi adalah buah dari setiap keputusanku. Seharusnya tak boleh ada yang kusesali. Maka, berusaha menerima semuanya dan memeluknya erat adalah jalan keluarnya. Merelakan yang kadang masih suka keberatan. Semoga saja berhasil, walau kadang semesta masih suka bercanda.
"Saviraaa!" teriak lantang seorang perempuan yang sedang berlari ke arahku. Itu Yesi. Agak jauh di belakangnya, Sisi berjalan dengan santai sambil melambaikan tangan ke arahku.
Belum sempat aku ikut melambai, Yesi lebih dulu memeluk erat diriku. "Maaf agak lama, hehe," ucap Yesi setelah melepas pelukannya. Sisi kini sudah berdiri di sebelahnya.
Aku menggeleng, tidak masalah. "Habis ketemu pacar?" tanyaku.
Pipi Yesi memerah, lalu ia mengangguk perlahan. Sudah beberapa bulan yang lalu mereka resmi berpacaran, anak kelas sebelah. Tapi Yesi masih saja merasa malu jika ditanyai tentang pacarnya.
"Kayaknya aku bakal kangen sama sekolah ini," kata Sisi pelan setelah beberapa saat.
Kini, kami sedang berdiri bersebelahan di koridor lantai atas. Menatap ke arah lapangan yang ramai oleh teman seangkatan yang berfotoan, mengabadikan segala kenangan terakhir. Hari ini hari terakhir bagi kami untuk melihat sekolah yang sudah menjadi tempat belajar kami selama tiga tahun. Perasaanku campur aduk. Tempat ini menjadi saksi bisu momen termanis dan terpahitku. Sanggupkah aku merindukan memori pahit yang masih terekam dalam otakku?
Ah, lagi-lagi seperti itu. Selalu takut untuk mengenang masa lalu yang satu itu. Kapan aku bisa menertawai kebodohanku itu? Bukan selalu meratap sedih.
Penataan ulang yang sering kusebutkan itu, apakah hanya omong kosong? Bukankah aku sudah memilih jalan baru dengan diriku sendiri? Ingin memulai semuanya dari awal dengan menjadikan kisah lalu sebagai pembelajaran. Ya, namanya manusia. Suka ingkar pada kata-kata diri sendiri. Hanya mampu berkata omong kosong tanpa berusaha mencari cara mewujudkannya. Atau sebenarnya, aku sendiri tak ingin melepasnya?
Entahlah. Jawaban demi jawaban masih selalu kucari demi melengkapi kepingan hidup yang sempat terbelah tanpa jejak. Meski cerita ini berakhir, aku akan terus mencari tanpa henti. Terus menata ulang setiap kepingan yang masih membingungkan.
Kisah ini memang berhenti di sini. Aku, Savira Sokka, perempuan yang akan terus bertambah usia walaupun tak ada lagi kelanjutan cerita. Aku, Savira Sokka akan terus mencari tanpa ada lagi yang menceritakan. Kehidupan Savira Sokka kini berhenti diceritakan, tetapi ia akan terus menapakkan kaki di setiap langkah kehidupan.