Chapter 69 - Diam

Aku sedang mengoles salep anti keloid untuk memudarkan luka bekas jahitan di lengan. Sudah dua bulan berlalu sejak kejadian itu, tapi bekas lukanya masih terlihat.

Aku melihat Astro memasuki pintu toko dari ruanganku. Toko ini adalah ruko dua lantai yang kubeli bulan lalu sebagai tempat membuat, menjual dan mengajari orang-orang yang memiliki minat membuat kerajinan tangan untuk berkreasi.

Sebetulnya tak ada yang salah dengan membiarkan dua asistenku bekerja di rumah. Aku hanya merasa akan membutuhkan ruangan yang lebih lebar jika ingin membagikan ilmu dasar kerajinan tangan pada orang-orang yang tertarik untuk belajar.

"Gimana hasilnya?" aku bertanya pada Astro saat dia duduk di hadapanku. Kami berada di ruangan khusus di balik kasir yang diberi kaca film, seperti toko kain di Anjungan.

Astro menggeleng, "Tiga orang yang ngerusak dihukum satu setengah tahun, tapi tetep ga nemu benang merah ke Abidzar."

Kami sedang membicarakan kelanjutan kasus perusakan properti di resortnya. Aku pun tak mengerti kenapa kasus beberapa bulan lalu itu terasa sulit diselesaikan.

"Kakek udah tau?" aku bertanya.

"Udah. Kakek cuma bilang harus hati-hati, karena kayaknya kasus ini udah ga bisa dibawa ke mana-mana lagi. Keliatannya Abidzar juga ga bikin langkah baru."

"Kamu udah makan siang?" aku bertanya untuk mengalihkan pembicaraan karena melihat kegusaran di matanya. Hasil ini bukanlah hasil yang dia inginkan. Walau sepertinya sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan.

Astro hanya menggeleng.

"Ke atas yuk. Aku masakin." ujarku sambil beranjak keluar ruangan dan dia mengikuti.

Aku mengunci ruangan dan berpapasan dengan Sari yang sedang melayani pelanggan. Dia tersenyum pada kami sebelum menaiki tangga. Ada kulkas di dapur kecil di lantai dua ruko ini, juga sebuah ruangan yang dipakai sebagai kamar oleh Putri.

Aku membiarkan Putri tinggal di ruko dibanding membiarkannya menyewa kamar kos. Lagi pula akan merepotkan dan memakan banyak waktu jika dia harus pulang pergi ke kampus dan ke ruko. Terlebih, aku merasa lebih aman jika toko ini ada yang mengawasi.

Aku memasak nasi dengan menggunakan magic com agar praktis. Kemudian mengambil semangkuk ayam yang sudah kubumbui dengan saus yakiniku dari dalam kulkas, juga memotong bawang bombay dan paprika. Aku baru saja akan memanaskan wajan saat melihat Astro memotong beberapa sayuran.

"Mau bikin salad?" aku bertanya.

Astro hanya mengangguk dan kami kembali sibuk menyiapkan makanan. Aku akan membiarkannya berkutat dengan pikirannya. Mungkin keputusan hakim masih mempengaruhi suasana hatinya hingga sekarang. Aku bisa mengerti kenapa hal itu membuatnya kecewa.

Aku memindahkan ayam yakiniku yang sudah matang ke satu piring yang sekiranya cukup untuk kami makan berdua dan membiarkan sisanya di wajan. Kami makan dalam diam hingga makanan di hadapan kami habis.

Aku baru saja membawa piring bekas makan ke wastafel saat mendengar langkah kaki menaiki tangga. Aku menoleh dan mendapati Putri baru saja menginjakkan kaki di tangga paling atas.

"Oh aku pikir ga ada siapa-siapa." ujar Putri.

"Udah makan belum?" aku bertanya.

"Belum sih."

"Makan dulu ya. Ajak Sari sekalian. Pasang papan close aja sebentar. Kita udah selesai kok."

Putri mengangguk dan kembali turun. Aku tahu dia baru saja kembali dari ekspedisi untuk mengantar paket.

Selama bekerja denganku, dia menolak kupanggil kakak. Jadi kami bertiga, aku, Sari, dan Putri benar-benar menganggap satu sama lain seperti teman dekat yang saling belajar dan membagi dukungan.

Dua minggu pertama mereka bekerja denganku, mereka terheran-heran dengan keberadaan Astro. Aku menjelaskan yang perlu kujelaskan pada mereka dan mereka menganggap Astro sebagai kekasihku walau aku berkali-kali menjelaskan kami bukan sepasang kekasih. Namun setelah dua bulan berselang, aku terlalu malas meralat apapun anggapan mereka hingga membiarkannya begitu saja.

Astro masih diam. Bahkan tak mengatakan apapun setelah kami kembali ke ruanganku. Aku akan membiarkannya membenamkan diri dengan handphone selama aku bekerja.

Aku membuat beberapa pesanan dari instagram, facebook dan website dibantu Sari dan Putri. Kemampuan Sari sudah jauh lebih baik sekarang, walau masih harus banyak belajar. Aku meminta Putri mengajarinya dengan sabar karena Sari sebetulnya memiliki bakat alami.

"Besok ada kuliah?" aku bertanya pada Putri. Aku sedang duduk di kasir dan baru saja selesai merekap semua penjualan dan pesanan dari sosial media.

"Besok kosong. Ada yang bisa kubantu?"

"Besok bikin laporan stok barang ya, sekalian sama persediaan material. Nanti email ke aku material apa aja yang udah mulai sedikit biar aku pesenin."

"Mau sekalian aku list material baru yang kita butuhin? Kemarin ada yang pesen macrame tapi ada material yang kita belum punya. Aku butuh bulu yang mirip bulu merak albino."

"Boleh. Sekalian ajarin Sari bikin desain cincin yang baru. Bisa?"

"Rencananya besok emang mau ngajarin Sari bikin itu sih."

"Okay kalau gitu. Aku titip toko ya. Jangan tutup terlalu malem."

Putri tersenyum untuk menanggapi. Aku tahu selama tinggal di sini, dia hampir selalu menutup toko sekitar jam sembilan malam. Dia berkata itu merupakan kompensasi karena membiarkannya tinggal hingga tak perlu menyewa kamar kos, tapi aku khawatir jika hal itu mengganggu proses belajarnya. Bagaimanapun juga dia masih seorang mahasiswi.

Aku membiarkannya menyelesaikan pesanan yang akan dikirim melalui ekspedisi malam ini dan kembali masuk ke ruanganku. Aku mendapati Astro tertidur di sofa.

Aku duduk di lantai di hadapannya dan memutuskan untuk mengelus rambutnya sebentar. Kuharap dia tidak menyadarinya. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menyentuhnya karena kami saling menjaga batasan kami.

Sebetulnya bukan tanpa alasan aku membiarkannya berkutat dengan dirinya sendiri. Aku tahu pikirannya sedang penuh karena dia lebih banyak diam dan pikiran yang penuh bisa lebih melelahkan dibanding beraktivitas seharian.

Astro membuka mata tepat saat aku mengelus rambut di dahinya. Sial, aku ketahuan.

"Sorry." ujarku sambil menarik tangan.

Astro menatapku dengan tatapan tak ramah yang tak bisa kutebak. Apa yang sedang dia pikirkan sekarang?

"Kamu bisa share ke aku apapun yang kamu pikirin, Astro."

"Ga ada yang bagus di pikiranku sekarang jadi kamu ga perlu tau."

"Ada yang bisa aku bantu buat bikin kamu ngerasa lebih baik?"

"I need you to be safe (Aku butuh kamu aman)."

"I am safe (Aku aman kok)."

"Lebih aman dari ini." ujarnya sambil bangkit dan duduk.

Aku bangkit dari lantai dan duduk di sebelahnya, lalu menatapnya untuk meminta penjelasan.

"Mau kursus bela diri? Aku bisa lebih tenang ninggalin kamu kalau kamu bisa bela diri. Aku udah mulai sibuk. Udah jarang nemenin kamu." ujarnya.

Sebetulnya Astro masih sering menemaniku pergi kemanapun. Hanya di jumat sepulang sekolah, sabtu dan minggu tertentu dia akan pergi dan kami baru akan saling bertemu lagi saat dia menjemputku sekolah hari senin pagi. Namun sepertinya belajar bela diri bukanlah ide yang buruk. Terlebih, setelah kejadian di lokasi lomba robotik saat Donny berhasil membuatku pingsan. Aku bisa mengerti jika Astro merasa khawatir padaku.

"Punya saran bela diri yang cocok buatku?" aku bertanya.

"Mau belajar muay thai? Kita bisa bikin jadwal kelas bareng pulang sekolah."

"Aku ga ngerti apa itu. Apa tadi?"

"Muay thai. Kamu udah selesai sama kerjaan kamu? Kita bisa cari klub deket sini. Mungkin ada yang lagi latihan. Nanti kamu bisa liat sendiri."

Aku mengangguk, "Okay."

Kami beranjak meninggalkan toko dan mencari tahu tentang muay thai ke beberapa klub sebelum memutuskan akan mengikuti klub yang mana. Ternyata kami memiliki selera yang sama karena sama-sama memilih klub yang tak jauh dari tugu.

Kami mengambil kelas sore di hari senin dan rabu sepulang sekolah. Namun kelas kami baru akan dimulai dua bulan lagi karena semua kelas di klub itu sudah penuh.

Setiap pertemuan berlangsung satu setengah jam dari jam setengah tiga sampai jam empat. Sepertinya aku bisa melakukannya karena sudah memiliki dua orang asisten yang membantu mengerjakan pesanan. Lagi pula aku sudah merasa terbiasa mengelola toko kain Opa.

Suasana hati Astro membaik saat kami pulang. Aku sempat akan mengelus rambutnya saat dia sedang mengemudi, tapi dia menghindari tanganku.

"Jangan begitu." ujarnya dengan tatapan tajam. Sepertinya dia merasa terganggu saat aku melakukannya.

"Aku cuma kangen." ujarku sungguh-sungguh. Aku mengabaikan ekspresi bersalahnya dan mengalihkan tatapan ke jendela di sebelahku.

Aku menghela napas perlahan. Berapa tahun lagi sampai aku boleh menyentuhnya lagi?

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-