Chapter 70 - AA + MM

"Aku udah forward perlengkapan apa aja yang harus kita bawa ke Kebun Buah Mangunan di grup kelas. Tolong dibaca baik-baik! Semua perlengkapan pribadi kalian harus ada. Besok pagi jam tujuh semuanya udah harus kumpul di sekolah. Jam setengah delapan kita berangkat." Tasya berteriak dari depan kelas setelah selesai ujian semester.

"AKHIRNYA LIBURAAANN GUUYSS!! WOOHOOO!!" Reno berteriak disambut teriakan beberapa anak laki-laki di sekitarnya. Aku menebak kelas ini akan gaduh dalam beberapa waktu ke depan.

"Berisik iih!" Donna yang duduk di depanku memprotes aksi Reno.

"Pas banget mau pingsan, eh, dapet pertolongan hawa liburan." ujar Siska yang menghampiri Donna ke mejanya. Beberapa waktu ini Donna memang membawa sepeda ke sekolah hingga membuat mereka berangkat dan pulang sekolah bersama.

"Balik yuk ah." ujar Donna yang sepertinya merasa terganggu dengan sikap Siska juga.

Aku hanya tersenyum sambil membereskan barang-barang.

"Aku duluan ya." ujar Donna sambil menenteng ransel dan mengamit lengan Siska untuk mengikutinya.

"Hati-hati."

Donna hanya melambaikan tangan tanpa menoleh padaku. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk sekali.

Aku baru saja selesai membereskan barang-barang saat melihat sosok Astro berjalan mendekat. Aku langsung mengamit ransel dan menghampirinya.

"Pede banget nilai kamu bakal bagus ya?" Astro bertanya.

"Aku percaya diri sih. Kamu gimana?"

"Biasa aja tuh."

"Biasanya kamu aja nilai rata-rata sembilan ya?" ujarku yang mencoba menggodanya. "Mau main dulu?"

"Ke mana?"

"Aku ga punya ide. Mungkin kamu punya?" ujarku sambil melirik jam di lengan, pukul 10.25. Masih ada banyak waktu jika kami ingin melepas penat hari ini. Lagi pula Opa tak akan keberatan jika kami pulang sebelum gelap.

"Kayaknya aku punya ide, tapi ganti baju dulu ya."

Aku mengangguk. Sejak mengetahui kebiasaan Astro yang selalu menaruh pakaian ganti di mobil, aku juga mengikutinya. Aku memang selalu membawa pakaian ganti jika sedang bepergian atas saran dari Bunda bertahun lalu, tapi baru sebulan ini aku menaruh sepasang pakaian ganti di mobil Astro karena kami sering mengendarainya.

Kami berganti pakaian di toilet sebelum berangkat. Aku mengenakan celana panjang berwarna krem, dengan kaos berwarna salem dan kemeja lengan panjang berwarna hijau lumut. Gaya pakaianku yang biasa. Saat aku kembali ke mobil, Astro sudah duduk di kursi kemudinya dengan celana selutut berwarna hijau tua dan kaos berwarna krem.

"Kita ga janjian kan naruh baju warna ini di mobil?" aku bertanya setelah duduk dan menyadari bahwa warna pakaian kami senada.

"Aku ngintip baju kamu dulu sih sebelum naruh punyaku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.

"Seriously?"

"Serius."

"We looks like a couple now (Kita jadi keliatan kayak pasangan sekarang)." aku mencoba protes.

"We are (Kan emang iya). Kamu aja yang nolak kenyataan kalau kita couple. Aku ga pernah keberatan." ujarnya dengan senyum menggodanya yang semakin lebar.

Aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalas kalimatnya karena dia benar, tapi aku merasa kesal karenanya. Ini terasa seperti aku sedang mengkhianatinya.

"Kita mau ke mana?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran.

"You'll see (Nanti kamu liat)."

"Aku harus ijin Opa dulu, kamu tau?"

"Opa ga akan keberatan kalau tau kamu sama aku."

Aku menatapnya sebal. Lagi-lagi dia benar dan itu menambah kekesalanku.

Astro menoleh dan mengernyitkan alis, "Ekspresi apaan itu? Kan aku bener kalau opa ga akan keberatan."

"Yeah, right." aku menggumam dan mengalihkan tatapan ke luar jendela.

Musik yang melantun dari channel radio P membantuku memperbaiki suasana hati. Aku menoleh pada Astro yang bergeming di belakang kemudinya dan menatapinya dalam diam.

"Anything you want to say (Kamu mau bilang sesuatu)?" Astro bertanya sambil menoleh padaku sesaat sebelum kembali fokus ke rute perjalanan.

"Aku belum pernah bilang ya kalau kamu ganteng?"

Astro menghentikan mobil tiba-tiba dan menoleh padaku dengan wajah merona merah. Dia menatapku dengan tatapan bingung dan tak percaya di saat yang sama.

"Bahaya tau!" aku memprotes tindakannya dan mengecek ke jendela belakang. "Untung di belakang ga ada orang."

"Lama-lama beneran bisa gila aku."

Aku yakin sekali aku mendengarnya mengatakannya. Aku menoleh padanya dan menemukan dirinya sedang memeluk kemudi, dengan wajahnya tersembunyi di sela lengan. Dia terlihat imut sekali.

"Aku baru tau kamu bisa juga ngerasa malu." ujarku dengan senyum yang tak bisa kusembunyikan. Sepanjang yang bisa kuingat, aku memang jarang sekali memberinya pujian. Dialah yang lebih terbuka tentang hal-hal semacam itu. Reaksinya kali ini benar-benar di luar dugaan.

"Sejak kapan kamu belajar ngegombal begitu?" Astro menoleh padaku. Sepertinya dia mencoba protes, tapi ada senyum yang tak bisa disembunyikan di bibirnya.

"Aku ga ngegombal. Aku jujur kok." ujarku yang sedang menikmati ekspresi salah tingkahnya.

Suara klakson di belakang mobil membuat Astro mengalihkan tatapan dariku. Ada raut kesal di wajahnya saat mobil mulai bergerak kembali, "Kamu ga boleh ngomong gitu lagi ya, Nona."

"Kenapa? Aku udah nahan diri buat ga sentuh kamu sembarangan, trus aku harus nahan diri juga cuma buat ngasih kamu pujian?"

Astro terlihat dilema dan tak membalas kalimatku. Entah kenapa, sepertinya aku mulai memahami caranya membuat orang lain tak mampu menolaknya. Ini terasa menyenangkan.

Sejak kehilangan keluargaku lima tahun lalu, aku memang mengalami perubahan kepribadian. Andai saja kejadian itu tak pernah ada, mungkin aku masih menjadi perempuan yang sangat terbuka dengan perasaan dan tindakanku. Seperti Astro.

Aku menjadi lebih tertutup sejak keluargaku meninggal saat itu dan merasa lebih baik menunjukkan lebih sedikit emosi pada orang lain. Terlebih, pada orang yang baru kukenal. Bertahun-tahun bersama Astro sepertinya membuatku sedikit demi sedikit membuka diriku kembali.

Astro mengarahkan mobil masuk ke parkiran sebuah pusat perbelanjaan yang besar. Pusat perbelanjaan dengan konsep wahana permainan dalam ruangan dipadu dengan supermarket dan restoran. Beberapa murid kelasku sempat membicarakannya beberapa hari yang lalu.

"Kita makan dulu ya. Mau makan apa?" Astro bertanya.

"Kamu aja yang milih mau makan apa. Aku suka selera kamu." ujarku yang mencoba menggodanya lagi.

"Hei, itu kata-kataku."

Aku hanya tersenyum manis. Dia terlihat salah tingkah, tapi tak mengatakan apapun. Menggodanya benar-benar menyenangkan. Terasa seperti saat aku dan Fara sedang menjahili Danar bertahun lalu.

Kami makan, bermain dan bersenang-senang menaiki beberapa wahana. Kami juga membeli kebutuhan yang akan kami bawa besok saat study tour. Kami baru saja akan pulang saat aku melihat sebuah toko yang menjual baseball cap (topi) yang membuka jasa bordir kata sesuai keinginan.

Aku mengajak Astro memasuki toko itu. Aku memilih sebuah topi berwarna hijau lumut dan meminta dibuatkan bordir dengan inisial namaku "MM" di bagian crown (depan topi) dengan warna maroon, juga bordir nama lengkapku Mafaza Marzia dengan warna hijau lumut yang senada dengan warna topi di bagian samping.

"Kamu mau juga?" aku bertanya pada Astro saat dia memilih topi berwarna maroon, warna kesukaannya.

Astro hanya mengangguk. Dia meminta topi itu diberi inisial namanya "AA" di bagian crown dengan warna hijau lumut dan nama lengkapnya Astro Abhiyoga di bagian samping dengan warna maroon yang senada dengan warna topinya.

"Kamu niru ya?" ujarku untuk memprotesnya saat topi kami selesai dibordir.

Astro hanya tersenyum singkat dan meneliti hasil bordir di topinya yang terlihat bagus. Dia yang membayar topi kami dan mengajakku keluar toko.

Aku mengeluarkan kedua topi kami dari paper bag dan membandingkannya. Topinya dan topiku terlihat mirip, hanya warna topi dan huruf inisial nama kami yang membuatnya terlihat berbeda. Aku mencoba memakai topi dengan inisial namaku, tapi Astro mengambilnya.

"No, it's mine (Jangan, ini punyaku)." ujarnya sambil memakai topi berinisial namaku di kepalanya dan memakaikan topi berinisial namanya di kepalaku "That is yours (Itu punya kamu)."

Sepertinya aku mengerti apa yang baru saja dilakukannya. Baru beberapa jam yang lalu dia berkata kami adalah pasangan dan dia tak merasa keberatan. Mungkin dia ingin menunjukkannya dengan terbuka.

Kami memang pasangan, walau kami jelas tak menjalin hubungan yang bisa disebut kekasih. Entah kenapa ini terasa aneh untukku. Bagaimana aku harus menjabarkannya?

Aku menatapnya di antara langkah kaki kami menuju parkiran, "Kamu tau ..."

Astro menoleh dan menatapku lekat.

"Kamu bener-bener ganteng."

"Dan kamu cantik. Bukannya kita cocok?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.

Sepertinya aku harus mencari cara lain untuk menggodanya. Menyebutnya tampan sudah tak membuatnya salah tingkah lagi rupanya.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-