Aku mendengar suara orang sedang berbincang, tapi tak mengerti apa yang mereka bicarakan karena suaranya terasa datang dari tempat yang jauh. Tepat saat aku mencoba berkonsentrasi agar bisa mendengar suara lebih jelas, ada sensasi nyeri yang menusuk lengan kiriku.
Aku mencoba membuka mata perlahan. Ada aroma familier yang menghinggapi hidungku.
Apakah aku sedang berada di rumah sakit?
"Faza, maaf aku ga bisa bantu banyak." aku mendengar suara Tasya dengan jelas setelah mataku terbuka. Ada air mata menggenang di pelupuk matanya.
Aku menggeleng perlahan, bermaksud meminta Tasya untuk tak menyalahkan dirinya sendiri karena tenggorokanku terlalu kering untuk mengeluarkan suara.
"Aku ga tau kenapa dia nekat begitu. Aku panik banget. Tadi aku langsung nelpon Zen, trus kita bawa kamu ke sini." ujar Tasya dengan air mata mulai mengalir.
Aku mengedarkan pandangan. Semua teman-temanku sedang duduk mengelilingiku. Sepertinya kami masih di lokasi lomba robotik diselenggarakan karena suasana ruangan ini jelas bukan rumah sakit. Aku cukup yakin mengenai hal ini karena ada suara ramai dari luar ruangan. Mungkin ini adalah ruangan khusus untuk tanggap darurat jika tiba-tiba ada yang terluka.
Aku menatap jam dinding di tengah ruangan, pukul 12.58. Berapa lama aku tak sadarkan diri?
Aku menoleh dan menatap lengan kiriku yang terasa nyeri. Aku baru menyadari aku sudah tak memakai kemejaku lagi. Aku hanya memakai kaos lengan pendek berwarna hijau tua yang tadi pagi kukenakan. Sepertiny ada jahitan di lenganku untuk menutup luka yang tadi terbuka karena lenganku tertutup perban saat ini.
Donna menyodorkan segelas jus dengan sebuah sedotan tepat ke mulutku dan membantuku meneguknya perlahan. Aku merasa terharu.
"Thank you." ujarku setelah tenggorokanku terasa cukup bahas untuk mampu bicara.
Donna tersenyum dan bangkit setelahnya, lalu memanggil petugas medis di ujung ruangan. Seoang petugas wanita duduk di sisiku dan mengecek keadaanku, lalu memintaku duduk dan menaruh kepala di kedua lutut.
"Ada yang dirasa, Dek? Sakit kepala, mual atau sesak napas?" petugas itu bertanya.
Aku hanya menggeleng pelan.
"Istirahat dulu sambil duduk sekitar setengah jam. Nanti boleh keluar. Luka di lengannya udah dijahit, harus dibersihkan berkala setiap hari ya. Sebaiknya istirahat dulu beberapa hari, jangan lakuin kerjaan berat. Kalau besok kepalanya sakit lagi bisa ke rumah sakit minta dicek lebih lanjut."
"Makasih, Kak." ujarku. Petugas itu tersenyum dan beranjak pergi.
"Kita bingung mau ngabarin keluarga kamu. Zen nolak ngasih tau opa kam dan kita juga ga yakin buat ngasih tau Astro, jadi Astro belum tau." ujar Siska ragu-ragu.
"Ga pa-pa. Kalian udah banyak bantu."
"Kamu bisa laporin ke polisi pakai pasal tindakan penganiayaan." ujar Zen tiba-tiba yang disambut anggukan yang lainnya.
Aku menggeleng perlahan. Aku akan menghindari hal-hal semacam itu dan memilih fokus memulihkan diriku sendiri karena ada banyak hal yang lebih penting yang harus kukerjakan.
Bertemu Angel dan Donny adalah ketidaksengajaan. Terlebih, aku tak ingin menyeret Astro dalam masalah ini mengingat Donny adalah anak Abidzar Pranoto.
"Tapi mereka bikin kamu sakit begini, Faza. Kita bisa minta rekaman kamera CCTV gedung ini kalau perlu. Buat bantu kamu kasih bukti ke polisi." ujar Reno.
"Ga usah. Aku punya kerjaan lain yang lebih penting dibanding bikin tuntutan ke polisi."
Mereka saling memandang satu sama lain, tapi sepertinya tak akan memaksa lagi. Entah apakah mereka sudah menebak aku akan bersikap seperti ini karena aku juga bersikap sama saat menerima kejadian bullying beberapa waktu lalu atau karena mereka tak tega melihatku yang masih terlihat lemah. Yang manapun tak masalah bagiku.
"Ada yang mau kamu makan? Kamu belum makan siang." Fani bertanya.
"Nanti aja sekalian keluar kita bisa cari makanan. Aku ga mau ngerepotin kalian lagi. Harusnya kalian seneng-seneng hari ini, tapi malah nemenin aku."
"Udah, kamu istirahat aja dulu. Nanti kalau udah enakan kita bisa lanjutin lagi." ujar Toro.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk dalam diam.
Donna membantu memegang gelas untuk menghabiskan jusku. Sepertinya dia pernah menangani orang pingsan sebelumnya, karena hanya sedikit orang yang tahu bahwa jus baik untuk orang yang baru bangun dari pingsan. Aku tahu hal ini saat Danar pingsan karena kelelahan setelah berjalan jauh saat liburan kami ke hutan bakau bertahun lalu.
Mereka semua menemaniku selama setengah jam sambil membahas berbagai robot sebelum keluar. Fani membantu memegangi lengan kananku, sepertinya dia khawatir jika aku akan tumbang sewaktu-waktu. Donna membantuku membawa ransel, juga memberitahuku bahwa kemeja dan jam tanganku sudah terbungkus plastik di dalam sana. Sedangkan Tasya berjaga di sebelah kiriku. Mungkin untuk menjaga lenganku yang terluka agar tak ada yang tiba-tiba menyentuhnya.
Kami mengelilingi gedung dengan langkah pelan. Tempat ini terasa lebih ramai dari sebelumnya. Aku memberitahu teman-temanku untuk menghindari booth sekolah kami dan menghindari area pengujian sebelum semua rangkaian tes selesai. Aku tak ingin membuat Astro khawatir jika melihatku terluka.
"Jam berapa sekarang?" aku bertanya pada Fani saat merasa kami sudah cukup lama berkeliling.
Fani mengecek jam di lengannya, "Setengah tiga. Harusnya semua tesnya udah selesai sih. Kamu mau ketemu Astro?"
"Nanti aja. Aku mau nemenin kalian main dulu. Kan kalian udah nemenin waktu aku pingsan."
Fani hanya mengangguk dan kami pergi ke area pameran futuristik yang didesain gelap. Ada beberapa booth yang menyajikan instalasi cahaya dan beberapa booth yang menyajikan karya seni interaktif. Aku harus mengakui area ini terlihat cantik sekali.
Kami memutuskan pergi ke area yang menjual berbagai camilan saat merasa lelah berkeliling. Teman-temanku berpencar mencari makanan yang mereka inginkan saat aku duduk di salah satu kursi ditemani Tasya. Kami meminta Donna membelikan crepe dan bubble tea untuk kami berdua.
"Kenapa tangan kamu begitu?" aku mendengar suara Astro dari arah belakang. Aku menoleh dan menemukan sosoknya dengan tatapan mata yang terlihat khawatir dan bingung di saat yang sama.
"Ga pa-pa kok. Kamu kok di sini?" aku bertanya sambil berusaha menyembunyikan keterkejutanku. Seharusnya dia belum boleh melihat kondisiku.
Astro duduk di sisiku dan mengamati lenganku dengan baik, "Apanya yang ga pa-pa?"
"Jangan marah-marah. Faza baru bangun, tadi sempet pingsan." ujar Tasya.
"Kamu pingsan?" Astro bertanya sambil menatapku lekat.
Aku tahu tatapan Astro bisa mengartikan banyak hal. Kurasa aku tak sanggup menjawabnya atau sekadar menatap matanya, maka aku hanya diam dan menundukkan pandangan.
Sepertinya Tasya mengerti situasi saat aku tak menanggapi Astro. Dia yang menjelaskan semuanya dan kepalaku justru terasa berdenyut mengganggu setelah dia selesai bercerita. Dipikir bagaimanapun, Donny memang keterlaluan dan aku akan terlihat sangat ceroboh karena tak memberitahu tentang kejadian itu pada Astro lebih cepat.
"Kenapa ga langsung kasih tau aku?" Astro bertanya dengan suara yang sedikit bergetar.
Aku tahu sekarang dia sedang marah sekali hingga memberanikan diri menatapnya, "Kamu punya hal yang lebih penting yang harus dikerjain, Astro. Kamu masih harus ikutin semua prosesi lombanya. Aku yang minta mereka ga ngabarin kamu dulu."
"Ga ada yang lebih penting dari kamu, kamu tau?" ujar Astro sambil menatapku lekat. Dia terlihat menderita sekali.
"Aku tau. Aku minta maaf. Aku cuma ga mau bikin kamu khawatir." ujarku. Aku tahu Astro memang selalu menganggapku penting. Dia pasti akan datang jika tahu aku sedang dalam bahaya, tapi lomba ini membutuhkannya dan aku memiliki teman-temanku yang bisa membantu.
Astro menghela napas keras. Dia terlihat dilema harus bersikap bagaimana.
Aku menatap matanya lekat, "Aku baik-baik aja kok sekarang."
"Good to know (Bagus kalau gitu)." ujar Astro yang sepertinya menyerah untuk berdebat denganku. "Nanti pulang bareng. Aku bawa mobil."
"Tapi ..."
"Faza, tunggu aku sampai selesai. Okay?" Astro menyela ucapanku.
Aku hanya mampu mengangguk dalam diam. Sepertinya aku harus menurutinya kali ini. Aku sudah cukup membuatnya khawatir.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-