"Beraninya kalian sama orang tua!" teriak Ibu.
Buku halusku meremang tiba-tiba. Aku hampir saja nekat mengamit pistol dari balik punggungku saat mendengar Oma bicara dengan suara lirih. Namun cukup jelas terdengar di tengah keheningan ini.
"Kalau Anda begitu pengen bunuh saya, kenapa ga dari dulu, Djoko?" Oma bertanya.
Sesuatu di dadaku bergemuruh. Ada Djoko Pranoto di sekitarku saat ini, tapi aku tak tahu di mana dia berdiri. Aku tak mengenali langkah kakinya.
"Saya ga pernah berniat bunuh siapapun. Setidaknya bukan dengan tangan saya." ujar sebuah suara serak yang berlanjut dengan kekehan panjang. Dia berada di sisi kiriku.
"Harusnya Anda tau ini semua sia-sia. Buat apa Anda nyari kita sampai ke sini? Ngerasa aman karena Dewanto udah meninggal? Kalian ngerasa bebas karena Dewanto ga mungkin nyelametin kita?"
"Betul! Ternyata Sagenah (Oma) yang saya kenal masih cukup pintar. Sayang, Anda memilih orang yang salah untuk jadi suami."