Chapter 51 - Sentuh

Napasnya yang hangat di wajahku membuat jantungku berdetak kencang. Aku bahkan merasa khawatir tak akan rela dia melepasku jika dia memelukku seintim ini. Terasa nyaman sekali.

"Boleh lepas sekarang?" aku memberanikan diri bertanya.

Astro meraih wajahku dan memintaku menatapnya, "I love you, Faza. Tunggu aku sebentar."

Aku hanya mampu mengangguk dan tak mengatakan apapun. Bibirnya dekat sekali, tapi dia tak bertindak lebih dari ini. Aku tahu dia mencoba mengendalikan dirinya dengan baik.

Astro perlahan menjauhkan dari dariku walau terlihat menderita. Dia bahkan menghela napas berat saat akan melepas tanganku. Seketika dia terlihat frustasi, "Opa bakal bunuh aku kalau tau aku meluk kamu sebelum waktunya."

"Kamu baru mikir itu sekarang?"

Astro terlihat dilema. Dia mengacak rambut dan menghela napas keras.

Aku tersenyum sambil mengamit kotak berisi strawberry dan berjalan lebih dekat ke tebing, lalu duduk dan memberi isyarat pada Astro untuk mengikutiku. Dia mendekat dan duduk di sebelahku. Kemudian aku membuka kotak dan menawarinya strawberry kupetik di rumah Denada. Dia mengambilnya satu dan menggigitnya.

"Sorry, aku bercanda kelewatan kemarin." ujarku sambil menatap Astro yang masih terlihat berantakan. Aku mendekatkan tangan ke kepalanya dan berniat akan merapikan rambutnya, tapi dia memberiku isyarat untuk berhenti.

"Ga ada lagi kontak fisik mulai sekarang, Faza. Aku bisa gila kalau kamu sering sentuh aku." ujarnya dengan kalimat yang membuatku terharu.

Bukankah dia baru saja berkata tak akan melanggar janjinya pada Opa? Janji apa yang dia buat bersama Opa hingga menolak untuk sekadar kusentuh?

"Fine. Kalau gitu kamu rapiin rambut kamu sendiri." ujarku sambil mengamit satu strawberry dan menggigit ujungnya.

Astro merapikan rambut asal saja dengan raut wajah yang terlihat sangat kesal. Saat ini rambutnya masih sedikit berantakan, walau sudah jauh lebih baik.

"Mau di sini sampai jam berapa?"

"Aku tidur dulu sebentar. Aku ga bisa tidur tiga hari." ujarnya sambil merebahkan tubuh di tanah dan menutup wajah dengan lengan. Tak lama, sepertinya dia sudah tertidur dengan napas yang panjang dan dalam.

Aku beranjak menuju mobil dan mengambil selimut. Aku membiarkannya terlipat, lalu mengangkat kepala Astro perlahan dan menaruh selimut sebagai pengganti bantal untuknya. Aku menyentuh rambut di dahinya dengan hati-hati sambil terus berharap dia tetap tertidur atau dia akan mulai mengoceh tentang jangan menyentuhnya.

Aku kembali ke mobil untuk mengambil buku sketsa dan alat tulis. Aku akan membuat sketsanya yang sedang tertidur sambil menunggunya bangun. Aku ingat dia pernah berkata dia tak keberatan menjadi model sketsaku.

Sebetulnya aku memiliki banyak pertanyaan. Mungkin terlalu banyak, tapi aku memutuskan akan menunggunya memberitahu lebih dulu jika sudah tiba waktunya untukku mengetahuinya. Mungkin karena dia juga sedang mempersiapkan sesuatu, entah apa, maka dia menerima saja ideku saat aku berkata akan menunggunya siap. Sekarang aku akan percaya saja padanya, seperti ucapan Opa.

Di lain sisi, aku lega karena dia tak memintaku menjadi kekasihnya. Bukan karena aku tak menginginkannya, tapi aku membutuhkan banyak waktu untuk belajar mengelola semua cabang toko kain Opa dan perusahaan peninggalan Ayah.

Kami sudah bersama selama lima tahun dan semuanya berjalan baik-baik saja. Dia bahkan membantuku mengelola perasaan dan diriku setelah keluargaku meninggal. Kejadian apa yang mungkin lebih buruk dari itu? Lagi pula, jauh dalam diriku, aku memang sudah terbiasa dengannya. Menjalin hubungan apapun dengannya sepertinya akan baik-baik saja.

Astro terbangun satu jam kemudian dan menoleh padaku yang masih memindahkan sosoknya di salah satu halaman buku. Dia menatapku lama sekali sebelum memanggil namaku, "Mafaza Marzia."

Aku menatap manik matanya yang berwarna coklat gelap dalam diam. Dia tampan sekali.

"Kamu cantik."

Aku yakin aku sedang tidak salah mendengar kali ini. Dia benar-benar mengatakannya. Menyadari hal itu membuatku merasa malu, tapi juga senang. Terasa seperti ada kupu-kupu terbang berputar di perutku.

Astro bangkit dan duduk di hadapanku dengan kaki bersila. Dia mengambil buku sketsaku dan meneliti sosok dirinya sendiri sambil tersenyum lebar sekali, "Apa aku bilang, aku cocok kan jadi model sketsa?"

Aku tahu dia mulai bersikap menyebalkan, tapi aku tak akan mengeluhkannya sekarang. Lagi pula, dia memang selalu seperti itu, "Aku bisa bikin sketsa kamu lagi kapan-kapan."

Astro mengangguk dan melirik jam di lengannya, "Kita ke rumahku ya. Aku laper banget."

Dia beranjak dan mengajakku kembali ke mobil sambil membawa selimut. Mungkin sebetulnya dia tahu aku sempat menyentuhnya untuk menaruh selimut sebagai alas kepalanya, tapi dia tak membahas hal itu. Sepertinya dia sudah mendapatkan kembali dirinya yang biasa. Wajahnya terlihat jauh lebih baik dibanding sebelum tertidur selama satu jam ini, walau tatapan matanya masih terlihat sedikit lelah dan luka di tangannya masih belum sembuh.

Aku mengikuti langkahnya sambil menenteng kotak berisi strawberry dan duduk di sebelah kemudi. Aku melirik jam di lengan, pukul 13.25. Entah kenapa hari ini terasa panjang sekali.

Dia menyalakan mobil setelah kami nyaman dengan diri masing-masing dan saat ini aku yakin jalan ini adalah rute pulang ke rumahnya. Kami sampai sekitar satu setengah jam kemudian. Aku mengikutinya masuk sambil menenteng handphone dan meninggalkan semua barang yang lain tetap berada di mobil. Entah kenapa aku merindukan rumah ini.

"Den, Mbak Faza mau minum apa? Biar saya siapin." ujar Mbok Lela yang segera turun dari kursi yang menopang tubuhnya saat mengelap kitchen set.

"Ga usah, Mbok. Kita bisa ambil sendiri." ujarku sambil mengamit dua gelas dan membuka kulkas. Aku mengambil sebotol air dingin dan membawanya ke meja makan, lalu menuang air ke dua gelas. Aku menyodorkan satu ke sisi meja yang dekat dengan Astro yang masih berkutat di depan kulkas. Aku akan membiarkannya di sana. Astro akan meminumnya jika dia merasa haus.

"Mau makan apa? Biar saya masakin dulu. Saya pikir Den Astro pulangnya malem, jadi saya belum masak." Mbok Lela bertanya sambil mencuci tangan di wastafel.

"Mbok istirahat aja. Biar Astro masak sendiri." ujar Astro sambil mengangkut bahan-bahan hasil temuannya dari kulkas ke dekat wastafel.

"Kalau gitu saya beresin gudang dulu, Den. Kalau butuh apa aja bisa panggil saya ya." ujar Mbok Lela yang segera berlalu. Sepertinya Mbok Lela mengerti jika Astro sudah memutuskan sesuatu, dia tak akan bersusah payah untuk mendebatnya.

"Aku bikin capcay sama tempura udang ya. Ga ada bahan lain lagi di kulkas." ujar Astro sambil menoleh padaku dengan tangan sibuk membersihkan udang.

"I'll help (Aku bantu)." ujarku yang segera beranjak dan menghampirinya, tapi aku akan memastikan satu hal lebih dulu. Aku menggeser tanganku untuk menyentuh tangannya, tapi dia menarik tangannya menjauh dengan cepat dan memberiku tatapan tajam hingga membuatku menarik tanganku kembali, "Sorry, aku cuma mau mastiin."

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Sepertinya dia bersungguh-sungguh kali ini. Walau harus kuakui, ekspresinya kesalnya lucu sekali.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-