Bug!
"Tidak!"Jerit para gadis yang melihatnya, dan mereka segera menutup mata, begitu juga peserta lelaki membuang muka dengan akhir tragis bocah kurus bernampilan miskin itu.
Namun setelah itu terjadi, tidak ada darah segar yang menyebar ke mana-mana. Atau yang merasakan kesakitan kali ini adalah kedua bocah kembar identik namun berbeda kelamin itu.
Pantat mereka berhasil mendarat ke tanah. Kekuatan yang luar biasa dimiliki mereka. Tiba-tiba menghilang begitu saja. Entah apa yang terjadi.
"Aw!" Ringis mereka kompak mengelus bokong mereka yang sakit.
"Apa yang terjadi kenapa kekuatanku tiba-tiba menghilang. Tunggu! Tidak mungkin!" Panik Troy diikuti oleh Shopia merasakan hal yang sama.
Segera mereka mengeluarkan bola api dan kristal es di atas telapak mereka. Memastikan agar kekuatan mereka tidak menghilang.
Akan menjadi bencana jika mereka kehilangan hal berharga itu. Dan mereka tidak ingin menjadi tidak berguna dan dilempar dari keluarga besar mereka.
Huft...
Mereka berdua kompak menghela napas lega. Untung saja bola api dan kristal es muncul. Jika tidak, ucapkan selamat tinggal atas kesombongan dan kebanggaan mereka selama ini.
"Kakak apakah kau mengalami apa yang aku alami sebelumnya."
"Tentu saja! Seperti kekuatanku hilang seketika. Apa yang terjadi? Dan apa penyebabnya?" Bisik mereka satu sama lain, dan hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya.
Ada yang mencurigakan sebelum orang lain mengetahui. Ada baiknya mereka memastikan. Dan melirik bocah lelaki kurus dan miskin itu.
Saat mata mereka tertuju, yang mereka lihat bocah itu sedang meratapi roti keras bekal terakhirnya itu yang sudah dibungkus oleh pasir.
Kalau kalian bertanya bagaimana bisa itu terjadi? Bukankah bocah itu harusnya baik-baik saja. Karena kekutan kedua bocah identik itu berhenti mendadak.
Itu karena...
Air mata jatuh dari kedua bola mata jernih bocah lelaki kurus nan miskin itu. Dia segera berdiri memungut pedang dan cambuk itu.
"Siapa pemilik benda sialan ini! Dan aku ingin dia bertanggung jawab untuk rotiku yang terbujur kaku dan mengganaskan itu!" Jerit bocah lelaki itu yang pakaian digunakannya kelonggoran, hingga bagian lengan pakaiannya kelonggoran terjatuh hingga memperlihatkan lengan kurusnya.
Para peserta yang menonton itu menelan ludah mereka susah payah. Syukur bocah miskin dan kurus itu selamat dari tragedi berdarah itu.
Dan apa yang dia katakan? Mengumpat senjata milik anak kembar dari keluarga Stone. Bukankah ini dia sedang menantang mereka.
"Oh itu kalian!" Sebelum kedua kembar identik berbeda kelamin itu buka suara mereka sudah tertangkap basah sebagai pelaku penyebab nasib malang rotinya.
"Sangat baik! Benar-benar sangat baik!" Sinisnya dengan menganggukkan kepalanya berulang kali mendekat ke arah mereka.
Dengan mata menyalangnya, membuat kedua bocah kembar itu menelan ludah susah payah, dan berhasil membuat bulu kuduk mereka merinding.
Entah kenapa mereka merasakan aura menindas hanya dari tatapan bocah itu yang begitu mendalam, dan menakutkan.
Padahal kalau dilihat baik-baik. Bocah kurus itu terlihat lemah dengan ukuran mana kecil yang mengalir dalam tubuhnya.
Bruk!
Bocah kurus itu telah berhenti di depan kembar identik itu, sambil menjatuhkan masing-masing senjata mereka tepat di depan mata mereka.
"Bocah kurus itu benar-benar menggali kuburannya sendiri!"
"Sungguh keberanian besar yang dilakukan bocah itu!" Kata peserta di sekitar mereka.
Namun sebelum mereka melanjutkan perkataan mereka panjang lebar. Pedang yang seret bocah itu, yang dilemparkan kepada Troy telah terbela menjadi dua.
Lalu cambuk milik Shopia berakhir dengan serabut yang melapisinya telah tergerai di tanah.
Apa yang terjadi?
Troy menatap bocah itu ketakutan. Ini senjata pusaka keluarganya. Pedang yang diwarisi secara turun temurun untuk penerus keluarga. Dan ini baru diberikan ayahnya pagi tadi. Setelah dia dan saudaranya berpamitan.
Pedang itu, pedang pusaka keluarganya. Bukanlah sekedar pedang pajangan dan tiba-tiba dikenakan. Itu adalah pedang yang tak pernah henti-hentinya ditempa dengan suhu api .
Pedang yang menjadi saksi sejarah saat masa jaya keluarga ini dimulai. Dan mencapai prestasi tertinggi dalam meraih kemenangan peperangan antar kerajaan.
Dan sekarang berakhir terbelah dua begitu mudah.
Lalu cambuk milik Shopia. Merupakan cambuk pusaka. Serabut yang menjadi bahannya itu berasal dari beberapa kerajaan. Yang benar-benar dipolesi dengan baik. Dan kedua senjata itu berada di kelas 4.
Bukankah ini senjata mengamgumkan, dan takkan pernah mudah patah seperti itu. Apalagi ayahnya yang sebagai penyihir terhormat kelas menengah takkan mampu membuat pedang itu retak.
Namun ditangan bocah itu yang melemparnya dengan lemparan lemah akan berakhir seperti itu.
"Senjataku!" Jerit kedua kembar itu miris. Segera memungut senjata pusaka keluarga mereka.
Jika ayahnya tahu, mereka bakalan habis.
Mereka ingin marah pada bocah miskin sialan itu. Tapi melihat tatapan dan senyum jahatnya sontak mereka gemetar.
Apa yang terjadi? Apakah hanya mereka yang bisa merasakan gelombang penindasan bocah itu sekarang.
"Mari kita berbicara baik-baik wahai saudara yang tidak memiliki hubungan darah denganku. Bisakah kita selesaikan masalah ini dengan cepat? Ganti rugi untuk rotiku yang berharga akan menjadi kompesasi mengakhiri permusuhan kita." Ujar bocah kurus itu melakukan negosiasi pada pelaku penyerangan itu.
"Apa ganti rugi?" Jerit Shopia. Apa yang dipikirkan bocah ini. Seharusnya mereka yang meminta ganti rugi senjata mereka adalah senjata pusaka. Dan roti keras itu bahkan takkan mampu mengalah kerugian besar dari senjata pusakannya bahkan jangan pernah membandingkannya dengan secuil apa pun.
Bocah kurus itu mengusap wajahya kesal, lalu dia segera memiringkan kepalanya, setengah wajah yang tertutup dengan tangan miliknya.
Dan setengah wajahnya terbuka dengan alis berkerut, tembakan tajam sorotan matanya, dan senyum jahatnya yang semakin menakutkan terpapar untuk diperlihatkan kepada kedua bocah kembar itu.
"Sungguh keberanian yang diacungi jempol senjata kelas empat tidak ada apa-apanya dibanding roti busuk bocah itu. Kompensasi apakah dia bermimpi?" Ledek penonton yang melihat itu.
Namun ujaran merendahkan mereka berhenti tak kalah. Kedua kembar identik berbeda kelamin itu segera melemparkan sekantung uang milik mereka ke depan bocah kurus itu.
"Tuan muda! Ambilah uang kami. Apakah itu cukup untuk menganti kerugian roti anda!" Ujar mereka sopan dan sopan dengan kaki gemetara di tanah.
Otomatis mulut mereka terjatuh. Apa yang terjadi di mana sifat angkuh si kembar itu sebelumnya.
Si bocah kurus yang mendapat pembayaran kompensasi segera mengambil sekantung uang itu. Dan segera mengintip isinya dengan cela kecil di dalamnya.
Wow! Betapa kayanya kedua bocah itu! Batin bocah kurus itu benar-benar begitu bahagia dengan keadaan beruntung ini. Isi kantung itu bukan koin perak atau emas.
Tapi beberapa keping ruby. Bukankah ini adalah perayaan besar bagi bocah kurus itu. Dia kaya! Benar-benar kaya sekarang.
Tapi untuk mempertahankan citranya yang garang karena kesedihan mendalamnya dengan kehilangan roti keras buatan neneknya itu, segera menatap kedua bocah kembar itu.
"Uhuk! Terima kasih atas kemurahan hati kalian. Yang dengan senang hati mengganti rotiku yang tidak layak di makan itu. Untung saja gigiku masih utuh. Ok baiklah saudaraku. Saya akan pergi sekarang." Sopan bocah lelaki itu ingin berpamitan.
Nenek, akhirnya aku tak perlu lagi menabung uang untuk membelikanmu kursi pijat. Kita benar-benar kaya kali ini. Anak bangsawan di sini sungguh dermawan. Bahagia bocah lelaki itu dengan berbicara dalam hati.
Ok bocah lelaki bukanlah anak lelaki sebenarnya tetapi anak gadis yang menyamar sebagai anak lelaki, dan yang dia adalah Nami.
Dengan penampilan lelakinya, dan dia bahkan harus mengubah wajahnya menjadi biasa saja dan tidak bakal dikenali bahkan jika dia berada pada kerumunan. Bisa dibilang dia bakal terlupakan, dan terbelakang.
Berikan piala oskar pada burung pipit kesayangannya yang sedari tadi bertengger di atas kepalanya dengan santai.
Atau lebih tepatnya dia adalah si binatang roh tingkat tinggi, great mythogical beast, phoenix. Yang sekarang berubah menjadi binatang biasa.
Untuk beberapa alasan dia merendahkan dirinya menjadi seekor burung pipi lemah yang berada rantai paling bawah rasnya.
Nami mempertahankan penampilan biasa di antara orang biasa dengan topeng penyamaran itu yang hanya bertahan selama 9 jam, dan harus dicelupkan kembali ke dalam kubangan cairan ramuan buatan phoenixnya ini.
Dan sekali lagi Nami dan Phoenixnya itu telah melakukan kontrak darah. Ikatan yang erat jika tuannya terluka, dia juga akan ikutan terluka.
Bukankah phoenix ini harusnya kabur setelah membantu Nami dan neneknya yang menakutkan itu. Dan malah sekarang memilih melakukan perjanjian kontrak antara binatang roh dan tuannya.
Ayolah sebenarnya dia binatang roh mesum. Yang sangat menyukai kecantikan. Terlebih lagi dia menggagap bahkan rasnya yang betina pun, takkan ada yang bisa mengalahkan kecantikan tuannya ini.
Walau umurnya berusia ribuan tahu, bisa dikatakan bahwa dia yang berasal dari ras burung tertinggi di banding burung di bawahnya, dialah yang paling tertampan.
Tanpa diketahui tuannya, Nami. Dia menyembunyikan alasannya mengapa ingin melakukan kontrak esklusif dengan tuannya. Selain kecantikan, akan ada kemajuan dan kebangkitan dari rasnya yang sudah hampir punah itu.
Benar-benar dia mengingikan pernikahan dengan tuannya. Mungkin saat ada kesempatan. Dia akan melakukan saja diam-diam kontrak pernikahan dengan tuannya.
Kalau dipikir-pikir lagi itu luar biasa. Tuan yang sangat cantik dan kekuatan luar biasa. Siapa yang tak menginginkan walau dia harus merendahkan dirinya untuk manusia. Namun ini perkara berbeda.
"Burung bodoh. Apakah aku tak bakalan tahu kau merahasiakan sesuatu dariku. Kecantikan, kekuatan, dan pernikahan. Jangan memikirkan terlalu jauh. Sebelum bulu-bulu cantikmu ku bakar habis sebagai bahan bakarku." Ancam Nami dengan mengirimkan telepati kepada burung bodohnya ini.
Sungguh tepat kata bodoh untuknya. Bukankah setelah melakukan kontrak darah. Setelah ini mereka akan membagi pikiran mereka bersama.
Seorang Nami mampu menangkap pikiran licik burungnya itu dengan mudah walau dia dengan usaha keras untuk menutupinya.
"Tuanku yang cantik, jangan berpikir berlebihan. Budak setiamu ini hanya bergurau rendah denganmu. Jadi jangan terlalu dipikirkan. Itu hanya akan merusak kulit lembut dan menggairahkan itu." Balas si Phoenix itu menenangkan tuannya, dan berharap tidak membaca pikiran licik dan joroknya lebih lanjut.
Mereka yang hampir berjalan jauh dari bocah kembar itu, untuk segera mendaftarkan ulang dirinya. Terpaksa berhenti mendadak,
"Di mana kekacauan yang terjadi ini? Apakah sudah berakhir? dan di mana korbannya. Apakah dia terluka." Tanya panitia pengawas ujian yang muncul di saat perkelahian berhenti secara mendadak itu.
Dia mengelus janggut putihnya memperhatikan sekitar, selain melihat dua bocah identik beda kelamin itu tak bergerak dari posisinya terduduk di tanah.
Nami menelan ludah. Dia sungguh menyadari bahwa dia tidak terluka.
Terlebih lagi nilai roti keras dan uang kompensasi yang dia peroleh membuatnya kaya mendadak tidak ada bandingannya.
Padahal yang salah di sini sebenarnya adalah dia yang lewat dengan santai pada perkelahian itu, kedua mematah senjata pusaka kelas 4 itu, ketiga dia tak ingin mana yang mengalir lemah ditubuhnya yang ia tahan akan ketahuan.
Dan dia tak ingin uangnya yang diperoleh diambil begitu saja. Mau tak mau ia mengirimkan sinyal kepada burung phoenixnya untuk mematuk jidatnya cepat agar membengkak dan terluka.
Sang phoenix berkeringat dingin apakah itu baik-baik saja. Sebelum dia mengiyakan. Tuannya sudah menariknya segera membenturkan paruhnya ke jidatnya. Alhasil dia mendapatkan apa yang diinginkan.
Bug!
Nami terjatuh ke tanah dan berpura-pura terluka. "Tetua guruku yang terhormat beri keadilan untuk calon muridmu ini!" Ujar Nami tragis, ok pria paruh baya berjenggot itu bukanlah pengawas ujian biasa.
Tetapi dia tetua guru agung dari lima guru agung besar di akademi sihir itu, yang memegang peran pada bagian warrior.
Sontak tetua guru itu menatap Nami heran. Bagaimana anak ini tahu bahwa dia seorang tetua. Padahal orang-orang di sekelilingnya tak ada yang menyadari identitasnya bahkan para pengawas lain.
"Tolong selamatkan saya!" Tragis Nami menjulurkan tangannya.
Tetua guru itu berpikir sejenak. Tapi setelah melihat luka sayatan di jidat bocah kurus itu entah kenapa membuat hatinya patah terlebih lagi bola mata bulat dan jernih itu membuatnya merasakan sakit untuknya.
"Siapa yang melakukan hal buruk pada anak itu?" Jerit tetua yang sudah membantu anak itu berdiri, Nami.
"Apa yang terjadi? Bukankah bocah kurus itu tadi baik-baik saja?" Bisik para peserta.
Sedangkan bocah kembar identik berbeda kelamin itu memaku. Mereka berdua sepenuhnya mengetahui identitas pria paruh baya berjenggot putih adalah seorang tetua. Terlebih lagi ayahnya adalah pernah menjadi murid tetua itu dulu.
Arah mata dari bocah kurus menjuru kepada si kembar , dan tetua guru sungguh menyadari anak-anak pembuat onar itu. "Oh anak nakal jadi itu kalian?" Tanya sang tetua dengan suara gemuruh menakutkan, sungguh mengancam dan begitu mencekam.