Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Andalusia

🇮🇩Ocha_Antara
--
chs / week
--
NOT RATINGS
9.9k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bayangan Kelam Masa Laluku

Suara itu selalu muncul, menghantui dan terus membayangiku . Suara bernada tragis dan melody klasik yang membuat bulu kudukku merinding . Aku kini terdiam sendirian di sudut ruangan kamarku. Sambil terus meringkuk dan memeluk tubuhku agar tetap hangat bertahan dari udara dingin yang menusuk hingga ketulang. Kamar ini cukup besar untukku yang terus bertahan seorang diri. Menebus kelamnya masa lalu dengan berlalu melangkahkan kaki ke jejak yang lebih kelam .

Bayangan itu terus muncul dan menghantuiku, entah dari mana asalnya. Dulu ku selalu mengusap mata dan berdiri tegak setelah mimpi itu berlalu. Memilih menatap mentari , dan membuat jejak baru yang lebih berwarna. Tapi setelah kebenaran itu terungkap, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat. Aku yang kini, hidup dipenuhi dengan penyesalan. Bagaimana mungkin selama ini aku mengira bahwa setiap mimpi buruk itu hanyalah sekedar bunga tidur. Apalagi saat semua terasa begitu nyata. Kini jejak langkah daun yang berguguran telah memberikanku arti dari setiap mimpi itu. Itu bukanlah fiksi, tapi cerita nyata. Kenyataan dari kelamnya masa laluku.

Aku masih ingat persis masa satu tahun yang lalu saat aku menemukan sepucuk surat itu ditepian sebuah danau.

"Bagaimana mungkin ada kesamaan karakter yang begitu persis. Nama kalian, Ibu Saras, dan tahun kelahiranmu. Aku sungguh yakin semuanya berkaitan dengan masa lalumu. Tidakkah kau ingin mengetahuinya?"

" Kak Aqsha, kau tahu betul siapa aku. Aku takkan pernah sekalipun menengok kebelakang, terlebih aku sudah melangkah terlalu jauh ke depan. Jika takdir berkehendak aku untuk tahu, maka suatu saat ia akan menunjukkannya sendiri padaku." ujarku berusaha menyombongkan diri demi menutupi rasa gundah yang begitu menyiksa batinku kala itu.

" Tapi untuk setiap hasil harus ada ikhtiar Anda, bagaimana mungkin kau menunggu keajaiban di depan mata?"

"Karena aku sungguh tidak ingin mengetahui apa pun kebenarannya, kecuali jika ia muncul sendiri. Sudahlah aku harus berkemas, besok kita akan naik penerbangan pagi. Kau harus bangun lebih awal, atau tidak jangan salahkan aku jika kau akan aku tinggal."

Aku memilih pergi dan meninggalkan Aqsha sendiri dengan beribu pertanyaan di dalam kepalanya. Aku tahu jika aku terus menerus bertahan, maka akan begitu banyak pertanyaan yang ia lontarkan . Sementara aku belum memiliki jawaban apapun tentang itu. Karena sesungguhnya bersama surat itu , aku menemukan sebuah kotak yang menjawab pertanyaanku akan masa lalu. Kotak yang akan begitu merubah hidupku. Namun berhasil kusembunyikan sebelum Aqsha melihatnya .

Hari itu adalah hari dimana aku memulai langkah awalku mengejar masa lalu. Sendiri, tanpa diketahui siapapun , dan tanpa bantuan siapapun . Kini masa satu bulan telah berlalu, mungkin memang benar lari bukanlah jalan keluar. Tapi larinya diriku saat ini adalah demi mendapat jawaban dari segenap pertanyaan yang menghantuiku semenjak sepuluh tahun yang lalu. Pertanyaan yang tak seorangpun memiliki jawabannya .

Hari masih menunjukkan pukul 02.00 pagi. Masih terlalu awal untuk bangun , namun setelah mimpi buruk itu aku tidak yakin akan sanggup untuk memejamkan mata ini lagi. Aku takut ia akan kembali, mimpi buruk itu sudah berhasil membuyarkan keinginanku untuk tidur. Badanku menggigil, tubuhku penuh keringat . Aku meracau tak karuan, sebelumnya , di Semarang akan ada Bu Saras yang bangun dan memelukku kala mimpi itu datang. Pelukan yang membuatku begitu tenang dan nyaman. Kini aku disini seorang diri , melawan kerasnya hidup di ibukota . Aku tak punya pilihan lain, selain menelfon Aqsha untuk datang menemuiku.

"Hallo, ada apa nda nelfon malam-malam?" ujar seorang pemuda diujung telfon.

Aku memilih untuk tidak menjawab. Aku hanya terisak menahan tangis yang tak sanggup lagi kubendung . Aku benar-benar ketakutan . Bibirku seakan kelu tak sanggup berkata-kata. Seakan mengerti maksudku, Aqsha pun menutup telfon dan bergegas menemui ku . Tak butuh waktu lama untuk Aqsha menuju ke kosanku . Karena tempat kos kami sesungguhnya bertetangga. Bahkan Aqsha sengaja aku berikan kunci cadangan kamar kosku , jika suatu saat aku butuh bantuan . Begitu pun sebaliknya . Setelah berteman kurang lebih sepuluh tahun , hubungan kami cukup dekat . Ia sudah seperti kakakku sendiri. Bahkan pemilik kos kami pun mengira kami saudara sungguhan . Sehingga mereka sama sekali tidak mempermasalahkan Aqsha dan aku saling mengunjungi setiap waktunya , bahkan meskipun sesekali harus menginap.

Terlebih dengan kondisi ku saat ini, biasanya ia akan membantuku untuk bisa tenang. Ia pun masuk tanpa ragu, dan langsung menemui ku yang tengah meringkuk sendirian di sudut ruangan. Ia meraihku ke dalam gendongannya dan memindahkanku ke tempat tidur. Ia memelukku dan mengusap lembut kepalaku. Ia hanya mengucapkan kata -kata ringan yang begitu menenangkan ku.

" Tenanglah, aku disini. Aku takkan pergi, walau hanya sedetik . "

Tanpa kusadari aku pun tertidur dalam pelukan Aqsha. Pelukan yang sungguh menenangkan. Aku tertidur sambil terus menangis . Aku tahu betapa kesulitannya ia tertidur dalam posisi seperti itu. Atau mungkin ia sama sekali tidak tidur, hanya demi membuatku nyaman. Sesekali ia berkata " Aku akan terus di samping mu. Menangislah , jika setelahnya kau berjanji akan tertawa . Tidurlah jika kau akan bangun , dan jatuhlah jika kau akan bangkit . Aku akan selalu membantumu, adik kecil. "

Aku pun  terbangun saat azan subuh berkumandang, lebih tepatnya dibangunkan oleh ibu pemilik kosan. Aqsha bangkit begitu mendengar suara pintu diketuk . Ia menyapa ramah sang ibu paruh baya yang tengah berdiri di balik pintu . 'Bunda' begitulah ia memanggilnya, menyalaminya dan mempersilakan ibu itu masuk dan melihat kondisiku.

"Aqsha disini? Anda mengigau lagi?"

"Iya bunda, dia mimpi buruk semalam dan memanggilku kesini. Tidak apa -apa kan Bunda?"

"Tentu Aqsha, ibumu telah menitipkan kalian berdua kesini. Aku tahu kau begitu menyayangi adikmu, terus lindungi dia ya , nak?"

"Pasti Bunda."

"Kalau begitu bangunkan adikmu, kita shalat subuh berjamaah ."