Chereads / Gelora Cowok SMK / Chapter 39 - 39. Kapal Feri

Chapter 39 - 39. Kapal Feri

Gelora 💗 SMA

Hampir satu jam kami mengantre untuk mendapatkan giliran masuk ke bagian badan kapal. Makhlum musim liburan, jadi banyak sekali pelancong yang ingin berkunjung ke pulau Dewata lewat pelabuhan ini.

Dan setelah sekian lamanya kami mengantre akhirnya rombongan kami pun masuk ke dalam lambung kapal. Oh ya, kami sebelumnya keluar dari bus, karena penumpang kendaraan dan penumpang orang di tempatkan di dek yang berbeda. Kendaraan seperti bus, truck, motor dan mobil pribadi berada di dek dasar kapal sementara penumpang orang ditempatkan di lapisan dek bagian atas berikutnya.

Aku bersama teman-teman menaiki tangga untuk menuju ke dek bagian atas.

Sungguh menakjubkan, ini adalah pengalaman pertamaku menggunakan kendaraan kapal laut. Tempatnya sangat luas seperti lapangan. Ada banyak bagian-bagian ruangan yang menyerupai mini stadion. Banyak deretan bangku lengkap dengan fasiltas televisi, akses internet gratis dan kantin. Di sana sebagian penumpang duduk menikmati perjalanan. Namun sebagian besar yang lain malah sibuk ber-selfie ria mencari angle yang bagus buat berswafoto. Rata-rata mereka berdiri di pinggir kapal yang terpagari dengan besi-besi yang besar dan kuat. Mereka bercengkrama dengan penumpang yang lainnya sambil melihat keindahan alam senja di tengah selat Bali ini. Dan aku pun hanyut dalam ketakjuban ini bersama teman-temanku yang lain. Cuaca yang terang dan bersahabat membuat panorama petang ini bertambah indah. Kami bisa menyaksikan betapa luar biasanya sang surya yang perlahan turun dan seolah tenggelam ke dasar lautan yang biru terbentang.

Di saat aku terpana dengan keindahan alam ciptaan Tuhan itu, tiba-tiba jemari tanganku disentuh lembut oleh seseorang. Ketika aku mendongak ke arahnya, aku telah melihat Randy berdiri tepat di sampingku. Dia tersenyum simpul. Tampan dan menarik. Wajahnya yang tersiram cahaya matahari sore nampak berseri-seri, berkilauan seperti mutiara. Randy memang tak kalah indahnya dengan lukisan senja di perbatasan pulau Jawa-Bali ini. Aku senang melihat dia berada dekat di sisiku karena sejak awal perjalanan kami berdua belum ada kesempatan untuk bertutur sapa. Baru sekarang ini kami bisa berjumpa.



''Poo ... ikut aku, yuk!'' ujar Randy mengajak.

''Kemana?'' tanyaku.

''Udah ikut aja!'' timpal Randy.

''....'' Aku menoreh ke arah teman-temanku sebelum menjawab ajakan Randy. Mereka lagi pada sibuk ber-wefie ria dengan kamera smartphone-nya.

''Baiklah, aku mau ...'' kataku akhirnya. Dan Randy pun tersenyum menawan. Kemudian kami berjalan ke tempat yang paling atas di bagian kapal feri ini.

Di sini tidak begitu lebar, tapi dari sini kami bisa menyaksikan pemandangan di sekitar kapal jauh lebih luas jangkauannya. Saat kami tiba di tempat ini, aku melihat sudah ada beberapa pasangan yang mengambil posisi ternyaman buat bermadu kasih di pojokan. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan hetero (cowok dan cewek normal) yang usianya masih tergolong belia. Mungkin seusia dengan aku. Usia Sekolah Menengah Atas.

''Wow ... keren juga pemandangannya dilihat dari sini, Ran ...'' kataku sambil memperhatikan sekeliling area. Benar-benar sangat cantik. Bahkan super duper cantik. Aku jadi teringat dengan salah satu screen view yang terdapat di film terkenal jaman old, 'TITANIC'.

''Iya ... apa kamu suka, Poo?'' kata Randy.

''Suka ... suka sekali, Ran ....'' jawabku, ''anginnya sepoi-sepoi ... sangat sejuk ... menyegarkan terkena muka," imbuhku sambil merasakan terpaan angin laut yang manja membelai wajahku.

''...'' Randy hanya menyunggingkan bibir ranumnya. Lalu dia berjalan ke bagian tepi dan menyandarkan kedua tangannya pada pagar besi. Matanya lekat memandang sang mentari yang mulai terbenam. Hidung mancungnya mengendus dan menghirup dalam-dalam udara yang terasa segar.

''Poo ... sini!'' Tangan Randy melambai ke arahku.

Aku mengangguk dan menurutinya. Aku berjalan mendekati cowok tertampan di kapal ini, (menurut ku!).

''Lihat itu!'' Tangan Randy menunjuk ke arah sepasang burung laut yang berterbangan di atas permukaan laut. Mereka kompak seperti sedang menari-nari seolah ingin menunjukan kebolehannya di mata aku dan Randy.

''Wow, Amazing!'' seruku takjub.

''Hebat ya ... aku ingin seperti mereka ... bisa terbang bebas!'' kata Randy.

''Iya ... aku juga!'' sahutku.

''Tapi sayang, kita tidak bisa sebebas mereka, Poo ...'' Randy melirik ke arahku dengan tatapan mata yang sendu.

Aku mengangguk sambil mencecap bibirku sendiri. Aku pandangi wajah teduh Randy.

''Poo ...'' Randy mendekatkan wajahnya ke wajahku.

''Ran ...'' Aku dan Randy jadi saling berpandangan.

''Poo ...''

''Ran ...''

Kami sejenak saling terpaku. Kami hanyut dalam imajinasi pikiran kami masing-masing. Seolah kami saling memahami apa yang sebenarnya yang kami inginkan.

Entah, apa yang terjadi, tubuhku dan tubuh Randy semakin merapat. Ini adalah kesekian kalinya wajahku dan wajah Randy berada pada jarak yang terlalu dekat. Jantungku berdetak semakin cepat. Dan sekujur tubuhku mendadak vibration mode on. Bibirku dan bibir Randy hampir bersentuhan. Kami hampir melakukan ciuman kembali bila tidak dikejutkan dengan suara sirene klakson kapal laut yang menandakan bahwa perjalanan kapal ini akan segera berakhir.

Bunyi klakson itu sangat nyaring, sehingga Aku dan Randy jadi tersentak kaget dan segera mengurungkan niat untuk berciuman. Aku dan Randy jadi tersipu dan tersenyum malu. Bersama dengan penumpang yang lain, kami buru-buru turun dari tempat teratas bagian kapal feri ini.

Saat kami menuruni tangga, pandanganku langsung tertuju pada kerumunan orang di salah satu tempat. Dari kerumunan itu nampak berdiri teman-teman sekelasku yang mengelilingi seseorang yang terbaring di lantai. Karena penasaran aku pun berlari menghampiri mereka.

Ketika aku berada di dekat kerumunan. Mataku menangkap sebuah adegan dramatis yang di peragakan oleh Akim dan Yopi. Aku melihat Akim sedang tergolek lemas dan Yopi memapahnya dengan raut wajah yang penuh kecemasan.

''Ada apa ini?'' tanyaku pada teman-teman.

''Itu si Akim muntah-muntah?'' jawab Awan.

''Muntah-muntah kenapa?'' tanyaku lagi.

''Sepertinya dia mengalami mabok laut'' terang Awan.

''?'' Aku mengkerutkan dahi.

Mendengar penjelasan Awan bukannya aku merasa simpati, tapi malah aku jadi pengen ketawa. Maaf ... bukan maksud meledeknya, aku hanya tidak percaya saja seorang Akim yang jahil itu ternyata bisa mabok kapal laut. Menurutku sih, itu lucu. Hehehe ....

''Ya, udah bawa ke bangku yang ada di sebelah sana aja ... terus kasih obat anti mabok ...'' titahku. Lalu Awan dan Yopi menggotong tubuh Akim menuju ke bangku panjang yang terdapat di bagian tengah kapal. Di situ Awan dan Yopi mendudukan Akim.

''Poo ... tolong kamu jaga Akim sebentar, ya ... aku dan Awan akan menemui Guru pembimbing buat meminta obat,'' ujar Yopi.

''Oke!'' jawabku. Lantas mereka berdua bergegas mencari Guru pembimbing.

Hanya ada aku, Boni dan Yadi yang masih menemani Akim, karena yang lainnya sudah bersiap-siap turun lantaran kapal sebentar lagi mendarat.

''Aku tidak mabok, Poo ...'' kata Akim saat aku duduk di sampingnya, ''aku cuma mengeluarkan unek-unek ...'' lanjutnya datar.

''Unek-unek apa, Kim?'' tanyaku heran.

''Unek-unek ... karena aku kehilangan burungku!'' jawab Akim ceplas-ceplos.

''Hah ... Burung? Burung apa? Emang kamu bawa Burung?''

''Ya ... burungku dibawa terbang oleh burung lain.''

Aku, Boni dan Yadi jadi saling berpandangan karena tidak paham dengan apa yang diucapkan Akim tersebut. Aneh!

''Aku tidak mengerti, Kim, apa maksudmu?'' tanyaku lagi.

''Kamu tidak bakal mengerti, Poo ... karena burung yang kumaksud itu kamu!''

''Hahaha .... kamu ada-ada aja, Kim! Aku manusia bukan Burung!''

''Iya, kamu manusia yang punya burung!''

''Hahaha ...'' Semua jadi ngakak, Boni, Yadi dan Aku. Cuma Akim yang nampak manyun.

''Kamu mah, gak peka!'' ungkap Akim dengan nada yang terdengar ketus.

''Apaan, sih?'' Aku bingung.

''Udah ah ... kami pergi dulu'' Boni dan Yadi kompak meninggalkan aku dan Akim berduaan saja.

''Hei ... kenapa kalian cabut!'' seruku, ''Jangan tinggalkan aku dan Akim!'' imbuhku namun mereka berdua tidak mempedulikan teriakanku. Mereka dengan santai melenggang menuruni tangga dan hendak keluar dari kapal.

''Udah, biarkan saja!'' ujar Akim yang tiba-tiba mengeluarkan suara yang biasa saja. Tak ada raut wajah lemas lagi di wajahnya. Dia nampak bugar dan berseri-seri.

''Poo ...'' Akim merangkul pundakku. Dan menarik kepalaku ke arah wajahnya hingga aku dan dia jadi saling berhadapan. Kemudian ...

''Aku sayang kamu!'' bisik Akim sambil mengecup pipiku. Lalu dengan gesit dia kabur berlari meninggalkan aku sendiri.

''Akiiimmmmm! Kamu mengerjain aku! Kurang ajar!''

''Hahaha ...'' Cowok bertubuh pendek itu tertawa iblis. Dasar!