Chereads / Gelora Cowok SMK / Chapter 40 - 40. Penginapan

Chapter 40 - 40. Penginapan

Gelora 💗 SMA

Masa penyeberangan sudah selesai. Cukup singkat karena hanya memakan waktu sekitar 30 menitan saja. Kami sudah berada di pulau seribu pura. Welcome to Bali. Tulisan itu tertampang jelas di pintu gapura besar seakan menyambut kedatangan rombongan kami.

Singkat cerita, kami pun melanjutkan perjalanan kembali dengan menggunakan bus. Semua siswa nampak terkesima dan antusias menyaksikan pemandangan di sepanjang jalan yang kami lalui. Banyak sekali bangunan pura (tempat sembahyang umat hindu) baik yang ukuran kecil, sedang maupun besar. Ada satu hal yang unik setiap pohon besar yang ada di tepian jalan dan aku perhatikan pohon tersebut selalu diselimuti dengan kain yang bercorak kotak-kotak yang berwarna hitam dan putih persis papan catur. Entah, apa maksudnya, tapi bagiku itu suatu pemandangan yang aneh dan terkesan mistis. Tak hanya itu, aku juga kerap menyaksikan lalu lalang penduduk lokal yang masih mengenakan pakaian adat yang kental dengan nuansa khas orang Bali.

Well, setelah melakukan perjalanan kurang lebih 2-3 Jam. Akhirnya kami tiba di kota Denpasar. Karena waktu sudah menunjukan pukul 20.59 WITA. Kami memutuskan untuk bersinggah langsung ke penginapan yang telah disediakan oleh panitia.

Di penginapan ini, kami akan menginap selama 2 malam. Bangunan penginapannya sederhana karena masih tergolong penginapan bintang 3. Tapi lumayanlah buat tempat beristirahat. Dan kami mendapat jatah beberapa kamar. Setiap 6 siswa menempati satu kamar. Otomatis aku sekamar dengan Akim, Awan, Boni, Yadi dan Yopi.

Usai mendapatkan kunci dari Guru pembimbing, kami berenam langsung bergerak menuju kamar yang sesuai dengan nomor kunci yang kebetulan berkode 3-69 (Lantai 3 no.69). Tak hanya grupku yang mendapatkan kamar di lantai 3 ada beberapa grup yang mendapatkan kamar di lantai yang sama. Dan salah satu grup itu adalah grupnya Randy Cs. Yang sangat kebetulan sekali dia dan kawan-kawannya menempati kamar tepat di sebelah kamar grupku yaitu kamar 3-70. Apakah aku senang dengan kebetulan macam begini? Terus terang saja, iya!

Oke ... grupku sudah memasuki kamar. Ukurannya sangat luas mungkin 6x3m atau lebih. Dengan fasilitas ranjang dan kasur ukuran besar, tapi aku tidak yakin apakah ranjang itu muat buat kami ber-enam mengingat tubuh kami yang tergolong bongsor. Kemudian ada kamar mandi dan lemari ukuran sedang.

Ketika kami memasuki kamar ini kesan pertama yang kami dapat adalah harum dan rapi. Kami ber-enam langsung melempar tas-tas bawaan kami di atas lantai dan membiarkannya berserakan. Lalu kami semua berebut bantal dan tempat tidur. Seru, kami seperti anak kecil yang girang dan tidak ada yang mau mengalah. Bantal cuma ada 3 buah dan langsung dikuasai oleh Akim, Awan dan Yopi. Sedangkan aku, Boni dan Yadi harus terpaksa mendompleng pada mereka bertiga.

Perjalanan yang cukup melelahkan, sehingga membuat kami enggan untuk beranjak dari empuknya kasur. Padahal, guru pembimbing sudah mengingatkan agar kami bersiap-siap untuk makan malam bersama. Untuk menghemat waktu, akhirnya kami terpaksa melakukan ritual mandi bersama. Dimulai dari Akim yang tanpa segan membuka semua pakaiannya. Dia bugil tanpa sehelai kain pun yang menempel di tubuhnya. Lalu dia mengajak Yopi untuk melakukan hal yang sama, kemudian dilanjutkan oleh Awan, Boni dan juga Yadi.

Sulit dipercaya! Ini adalah pemandangan yang benar-benar membuat jantungku berdebar-debar sangat kencang. Betapa tidak! Di depan mataku sendiri aku bisa menyaksikan tubuh cowok-cowok bugil dengan berbagai macam ukuran dan bentuk alat vitalnya. Harus kuakui, pisang Akim adalah pisang jenis Ambon yang berukuran paling besar dan paling panjang. Bentuknya lurus menjuntai seperti belalai gajah. Di posisi kedua di tempati oleh Yopi tapi bentuknya agak serong ke kanan. Tebal, tersunat ketat dengan bulu-bulu pubis yang lebat. Sementara itu Awan, Boni dan Yudi memiliki ukuran dan bentuk pisang yang standar. Tidak terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil. Sedang-sedang saja. Pisang mereka terlihat imut karena belum ereksi maksimal.

''Poo ... ayo, lepaskan bajumu!'' seru Akim.

''Tidak ... aku nanti saja mandinya!'' jawabku.

''Ah ... kamu mah, gitu gak asik!''

''Ya, Poo ... ayo, copot celananya!'' imbuh Yadi menimpali.

''Udah, tak usah malu, sama-sama cowok juga!'' kata Awan.

''Iya ... atau kami yang bantu melepaskan pakaianmu?'' ujar Yopi.

''Tidak ... Jangan!'' sergahku.

''Udah, teman-teman ... kita paksa saja dia ... kita telanjangin dia rame-rame!'' komando Akim. Dan kemudian mereka berlima menyerbuku dan menyergap tubuhku. Aku berontak, tapi tidak berdaya, karena tenaga mereka jauh lebih besar dari tenagaku. Apalagi mereka berlima kompak dan memaksa melepaskan semua pakaianku.



Sejurus kemudian, dengan iringan tawa yang menyebalkan mereka berlima berhasil menelanjangiku. Mereka tertawa terbahak-bahak menatap kemolekan tubuhku yang putih mulus. Terutama si Akim pandangannya langsung mesum melihat keindahan tubuh polosku.

Seteleh mereka puas membuat tubuhku bugil. Mereka beramai-ramai membopongku menuju ke kamar mandi. Lalu kami pun mandi bersama. Di tengah aktivitas mandi, Akim yang notabene biang jahil seperti mendapat durian runtuh, tanpa tedeng aling-aling dia langsung melancarkan aksi gilanya. Satu per satu pisang temannya di remas-remas dan bahkan dikocok-kocok hingga mereka jadi terangsang. Ujung-ujungnya kami pun terpaksa olahraga senam lima jari berjamaah. Mereka semua ngecroot dan mencapai klimaks. Kecuali aku, walaupun aku kalang kabut melihat aksi mereka yang gokil. Tapi tidak cukup membuatku terangsang hebat. Karena aku adalah tipe orang yang menikmati masturbasi dengan sentuhan lembut tanpa ada unsur paksaan.

Setelah puas bermain-main dengan senjata kelelakian mereka masing-masing. Teman-temanku itu langsung merapikan diri dan berdandan sekece-kecenya menurut standar mereka sendiri-sendiri, sebelum mereka turun menuju ruang makan untuk menyantap hidangan malam.

Itulah keseruan aku bersama grupku di malam pertama menginap di kamar hotel ini. Lucu, gemas, nyebelin jadi satu seperti gado-gado. Aku pun jadi merasa bukan diriku yang sebenarnya saat berada di antara mereka.