Malam hari, kediaman Hanggono dipenuhi dengan berbagai karangan bunga yang datang dari para rekan-rekannya di kemiliteran dan Politisi yang selama ini menjadi sekutunya. Untuk pertama kalinya, Axel berdiri dijajaran keluarga Hanggono bersama dengan papanya dan Kinan. Dengan leher yang masih disangga, ia berdiri menyambut para tamu yang datang untuk menyampaikan duka cita.
Axel menyenggol lengan Kinan. "Gue masuk ke dalem aja, ya."
"Sssst." Kinan meletakkan satu jari telunjuk di depan mulutnya. "Lu juga cucunya. Jadi, lu juga harus disini. Biar mereka kenal sama lu."
Axel mendengus. "Masalahnya bukan sama tamu yang dateng. Tapi itu." Axel menunjuk pada lampu-lampu kamera yang sedari tadi mengarah padanya. "Gue risih."
Papanya yang ternyata mendengarkan percakapan antara Axel dan Kinan akhirnya menoleh pada Axel. Ia sadar Axel tidak suka dirinya sedari tadi terus disorot kamera. "Kamu masuk aja. Lagipula kamu baru keluar dari rumah sakit. Istirahat aja di dalam."