"Earl, aku membawa sup ayam panas, daging saus mashed potato, sup rumput laut, bubur ayam, sup krim ikan salmon, sandwich, salad dan susu kedelai. Kau harus habiskan ini semua. Besok aku akan membawakannya lagi untukmu," Earl melongo menatap betapa banyak kotak makan dan bungkusan yang dibawa Duke.
"Maaf, tuan. Pasien hanya boleh memakan makanan rumah sakit. Tidak diizinkan memakan sembarang makanan karena bisa mempengaruhi proses penyembuhan pasien," Duke melirik sinis perawat yang sedaritadi begitu cerewet.
"Ini semua makanan sehat dan bagus untuk orang sakit. Orang sekaratpun kurasa tidak akan mati jika memakan makanan ini," Earl menutup mulutnya menahan tawa. Sang perawat memutar matanya malas.
"Maaf tuan, orang sekarat tidak bisa mengunyah makanannya sendiri," Duke membuang muka.
"Pokoknya Earl harus menghabiskan ini semua. Aku tidak akan menerima kotak makanku kembali jika masih penuh makanan titik,"
Duke adalah tipe anak mama. Perawat dengan frustasi memijat kepalanya. Cobaan apalagi ini, batinnya tersiksa.
Dan Finni? Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit dengan kondisi baru bangun dan belum melakukan apapun termasuk memakai celana panjang atau semacamnya. Ia datang dengan celana pendek dengan kaus strip hitam putih. Menatap Earl antusias sekali kemudian menatap prihatin kedua rekan timnya. Bisa diandalkan, hanya saja bodohnya kadang memang tidak bisa diatur kapan harus datang dan pergi.
"Apa yang terjadi hingga kau berakhir seperti ini? Lihatlah, kau kurus seperti orang kurang makan, wajahmu pucat tidak karuan, kulitmu sudah seputih plamir. Aku tidak lebih seperti melihatmu seperti patung putih yang bisa bergerak," Earl tersenyum sinis.
"Aku menderita. Jangan menambah penderitaanku dengan ocehan menyakitkanmu, Finni. Aku masih bisa membantingmu walaupun dengan kondisi seperti ini," Finni pun tertawa kecil.
"Hahaha aku tidak akan berkomentar lagi,"
Akhirnya mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol ringan dan saling menghina seperti biasa. Kegiatan kantor mereka tidak lepas dari hinaan tentunya. Itulah mengapa mereka sangat merindukan makian Earl.
"Earl, Presiden akan berkunjung jam sembilan nanti. Kurasa ini cukup untuk membuatmu sibuk seharian walaupun mendekam di kamar rawatmu," Finni kembali menyimpan ponselnya ke saku celana pendeknya.
"Aku rasa penyiksaanku akan segera dimulai," gumam Earl merebahkan kepalanya. Baik Tom, Duke dan Finni tersenyum begitu putus asa.
"Misi kita yang sebenarnya gagal bukan?"
"Duke, jangan membuatku bertambah frustasi," maki Tom.
"Sebaiknya kalian pulang dan bersiap-siap. Aku harus berpikir sekarang," mereka semua mengangguk dan langsung membubarkan diri. Meninggalkan Earl dengan frustasinya menerima kenyataan.
-Kediaman Parker-
"Tuan besar. Tuan muda... tuan muda tidak membuka pintu kamarnya. Saya takut terjadi sesuatu dengan tuan muda, karena tidak biasanya tuan muda belum bangun jam segini,"
Steve mengerutkan alisnya menatap pengasuh senior Jimi. Akhir-akhir ini Jimy selalu meminta diantarkan sarapan ke kamarnya hingga sudah beberapa hari mereka tidak bertemu bahkan sekedar untuk sarapan bersama. Tentunya itu seperti tamparan keras untuk Steve. Anaknya Jimy terlalu berharga, saat sarapan tidak mendengar ocehan paginya seperti tidak sarapan baginya.
Steve hanya mengira bocah itu masih marah padanya, Jimy adalah fans berat Earl. Justru mendengar Earl diculik seperti pukulan keras menghantamnya. Diletakkan koran yang dibacanya dan dengan segera menuju kamar putra semata wayangnya. Disana sudah ada tiga orang pengasuh yang menunggu di depan pintu dengan raut wajah khawatir.
Tok tok tok
"Jimy? Ini ayah. Apa kau sudah bangun?"
Dan tidak ada jawaban.
Tok tok
"Nak? Jika kau masih marah pada ayah. Ayah minta maaf. Ini diluar kuasa ayah. Kita hanya bisa berdoa untuk keselamatan kak Earl, Ok? Jangan mengurung diri seperti ini. Ayah sangat khawatir padamu,"
"..."
"Tuan besar. Apa sebaiknya kita buka paksa saja pintunya? Saya rasa ada yang tidak beres di dalam,"
Salah seorang pengasuh langsung membuat Steve semakin bertambah khawatir. Anaknya bukan tipe pemberontak seperti ini. Jika ada keinginan yang tidak terpenuhi, Jimy akan terus-terusan menghantui Steve dengan sindiran-sindiran dan tatapan tajamnya setiap mereka bertemu. Katakanlah Jimy akan selalu mengikuti Steve sampai ayahnya mengabulkan permintaannya.
"Jimy? Buka pintunya. Ayah ingin bicara,"
Tok tok tok
"..."
"Jimy. Tidak biasanya kau seperti ini. Keluarlah, buka pin-"
Ceklek
Suara kunci terputar dan menampilkan Jimy dengan nafas terngah dan masih memakai piyamanya menatap ayahnya.
"Kau baru bangun tid-Jimy!" belum sempat Steve menyelesaikan perkataannya, ia terkejut melihat Jimy terjatuh dan pingsan.
"Tuan muda!"
"Cepat siapkan mobil! Kita ke rumah sakit segera!" Steve dengan panik menggendong putranya yang ringkih dengan nafas terengah. Sebelum melihat wajah pucat Jimy terkena sinar lampu, hatinya teriris sekali.
"Bertahanlah, Jimy," bisik Steve sebelum ia berlari menuju mobil dan membawa Jimy ke rumah sakit.
"Yaa tuhan... semoga tuan muda baik-baik saja,"
-Kamar rawat Earl-
"Baiklah, aku akan segera mengurus masalah itu. Kau bisa memberikan seluruh materimu pada skretarisku,"
Earl mengangguk paham di datas ranjangnya. Ia baru saja dijenguk oleh presiden hari ini dan mendapatkan satu kotak kecil saffron pada di atas meja nakasnya. Jelas sekali presiden tengah bermurah hati padanya dengan memberikan saffron untuk kesembuhannya.
"Baik, pak presiden," baru saja Presiden Jade berdiri dari kursinya. Ia langsung teringat sesuatu.
"Earl, tadi pagi aku menerima kabar dari Steve. Jimy di rawat di rumah sakit saat ini,"Earl mengernyitkan alisnya.
"Beberapa hari yang lalu ia memintaku untuk mengizinkanmu hadir di pesta ulang tahunnya. Ku rasa, kau juga harus membawakannya hadiah sebagai permintaan maaf. Jimy bilang, kau berhutang sesuatu padanya," Earl dengan segera menepuk jidatnya.
"Yaa, saya hampir saja lupa,"
"Aku akan menyuruh Steve untuk menjemputmu disini,"
"Terima kasih, pak Presiden,"dan presiden dengan segera meninggalkan rumah sakit dan kembali pada rutinitas biasanya di istana negara.
Earl turun dari ranjangnya dengan segera meraih kantung infusnya dan berlari menuju kamar mandi. Membayangkan Jimy yang di rawat di rumah sakit membuatnya tidak bisa berpikir tenang. Dengan terburu-buru Earl menggosokkan sabun di tubuhnya. Hingga melupakan lipatan-lipatan di daerah tertentu. Menggosok giginya dengan cepat hingga gusinya berdarah. Dan segala rasa cemas lain yang Earl rasakan hingga semua terlihat kacau di matanya.
Earl sudah seperti seorang ibu kantoran yang mendengar anaknya sakit di rumah sakit setelah menerima panggilan dari pihak sekolah. Dirinya sangat cemas sekali. Setengah jam Earl menunggu, berjalan mondar mandir di dalam kamarnya.
Srakk
"Earl!"
"Tuan Parker. Apa yang terja-"
Tidak ada yang membuat Earl merasa terkejut bukan main saat ini. Steve datang berlari menuju dirinya dan segera memeluknya tanpa basa basi. Earl tentu saja kaget dengan perlakuan Steve. Mereka tidak sepantasnya melakukan hal ini.
"Ma-maaf. Tuan Parker, anda bisa melepaskan saya,"
Tetapi sayangnya, Steve tidak mengindahkan itu. Tangannya memeluk erat Earl. Seolah-olah ia baru saja hampir kehilangan, Steve memejamkan matanya.
.
.
.
To be continued