Chereads / Fell in LOVE with a CRIMINAL / Chapter 66 - Tidak sepantasnya

Chapter 66 - Tidak sepantasnya

"Tuan Parker. Kita tidak sepantasnya melakukan ini," Earl memaksa melepaskan pelukan itu. Steve pun melepaskannya dengan canggung ia menatap Earl. Benar Earl disana. Berdiri di hadapannya dan melihat ke bawah, tidak ingin balas menatapnya. Steve menggigit bibirnya canggung.

"Ma-maafkan aku. Aku tadi refleks," Earl mengangguk paham walaupun otaknya jelas mengatakan bukan hal itu yang sebenarnya terjadi.

Steve merasakan suasana semakin canggung. Jujur ia sangat senang ketika presiden menelfondnya bahwa Earl sudah kembali sehari yang lalu dan memintanya untuk menjemput Earl di rumah sakit karena kondisi Earl sedang tidak stabil. Mendengar kabar Earl masih hidup saja sudah membuatnya sangat lega. Jimy juga pasti akan sangat senang saat ini.

"Ka-kau terlihat lebih kurus," Earl menganggukkan kepalanya sekali. Demi tuhan, Earl sangat tidak bisa akrab dengan Steve yang memandangnya selalu dengan tatapan yang berbeda. Dan itu membuatnya sangat canggung. Terlebih Earl tahu maksud tatapan itu, tidak ingin menyimpulkan lebih jauh. Earl tidak ingin terlibat jauh pada keluarga Parker.

"Saya dalam kondisi tidak sehat saat ini. Sebaiknya kita langsung pergi ke rumah sakit, saya ingin bertemu dengan Jimy segera," putus Earl langsung tanpa memberi kesempatan Steve untuk mengobrol lebih lama.

"Ba-baiklah. Ayo,"

-Rumah sakit distrik A-

Hanya memakan waktu sepuluh menit, mereka tiba di rumah sakit tempat Jimy di rawat. Dengan segera mereka menuju kamar Jimy. Earl mendengar dari Steve jika Jimy mengalami bocor usus karena tipus. Sungguh penderitaan bagi bocah tujuh tahun yang terkena penyakit ini. Earl mengekori Steve yang berjalan cepat. Ketika di depan pintu kamar Jimy, beberapa pengasuh Jimy nampak menunggu Steve dengan cemas.

"Ada apa? Kenapa kalian di luar?"tanya Steve tidak senang. Tiga orang pengasuh langsung menundukkan kepalanya takut.

"Tuan besar, nona Rose datang berkunjung dan menyuruh kami untuk menunggu diluar saja," Steve langsung kesal.

"Apakah kalian digaji oleh wanita itu?" ketiganya dengan refleks menggelengkan kepalanya kuat.

"Aku tidak ingin lagi mendengar kalian beralasan meninggalkan pengawasan kalian pada Jimy. Apapun yang terjadi. Kalian ku bayar mahal tapi tidak dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik, aku tidak akan memberikan bonus bulan ini," putus Steve dan langsung menerima tegukan liur dari ketiganya. Hilang sudah harapan bonus akhir bulan dari bosnya. Earl menatap mereka dalam diam, bukan urusannya.

"Cepat masuk," kata Steve dan mereka langsung mengekor masuk ke dalam Earl masuk paling terakhir.

Begitu Steve masuk, matanya langsung menatap tidak suka pada Rose yang duduk di pinggir kasur Jimy dan membelai rambut Jimy. Steve sangat tidak suka sekali. Wanita itu masih tidak punya malu setelah sebelumnya telah dibuat malu di depan restaurant waktu itu. Dan tentunya setelah kejadian itu, Steve pikir ia tidak akan berani menampakkan batang hidungnya di hapadan Steve.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Steve dengan nada yang tidak bersahabat sama sekali. Rose mengangkat kepalanya. Pura-pura terkejut dengan kedatangan Steve dan bergaya anggun berdiri di samping ranjang Jimy.

"Steve, aku dengar Jimy sakit. Jadi Nyonya Besar menyuruhku kemari untuk menjaga Jimy," katanya dengan nada yang dibuat-buat. Matanya langsung tajam ketika melihat sosok Earl yang berdiri di belakang salah satu pengasuh Jimy. Steve mendengus kasar.

"Kau berbohong lagi. Aku bahkan belum memberitahu ibuku jika Jimy di rawat di rumah sakit," jawab Steve mengejek Rose. Rose langsung terdiam sejenak.

"Ba-bagaimana mungkin, tetapi Nyonya Besar memberitahuku langsung melalui telfond pagi tadi," jawab Rose mempertahankan argumentnya.

"Ibuku ada di Australia sekarang ini. Disana masih pukul dini hari, jelas ibuku belum bangun dari tidurnya karena ibuku selalu mematikan alat komunikasi jika sedang istirahat," Rose terdiam.

Air mukanya berubah merah. Ia sangat malu karena ketahuan membohongi Steve. Bahkan dengan tidak tahu dirinya ia membawa nama Nyonya Besar agar ia bisa diterima di dalam kamar dan mencari kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya yang lalu. Rose menundukkan kepalanya.

"Jadi apa tujuanmu datang kemari? Jika hanya untuk mencari perhatian, maka pergilah. Aku tidak butuh wanita penuh tipu daya sepertimu," ucap Steve tanpa ampun. Para pengasuh dengan segera berbisik kecil di belakang Steve, membicarakan hubungan bosnya dengan Rose. Sungguh kasihan Rose, sekilas terdengar di telinga Rose.

"Steve, aku minta maaf karena membohongimu. Tapi aku ingin menjaga Jimy. Aku tahu kau tidak akan mengizinkanku untuk menjaganya jika aku tidak berbohong," Rose dengan segera menghampiri Steve dan meraih tangan Steve. Sayangnya Steve menghindar dengan sengaja hingga Rose hanya menangkap angin kosong.

"Pergilah, kau tidak dibutuhkan disini. Aku sudah membayar mahal sepuluh pengasuh untuk merawat Jimy. Dan jaga sopan santunmu, kau tidak punya hak apapun untuk mengusir atau memberikan perintah pada para pengasuh dan pelayan di Mansion Parker. Kau bukan bagian dari Parker, maka dari itu, kau sebaiknya tahu dimana tempatmu saat ini," Rose dengan segera membalikkan badan dan pergi sembari menahan malu luar biasa.

Dan hanya tuhan yang tahu, betapa mata Earl iritasi sekali melihat kejadian di hadapannya seperti drama sinetron. Sudah lama sekali Earl tidak melihat Rose dan sekarang ia melihatnya, hanya saja dengan dipermalukan oleh Steve. Earl tidak tahu apa-apa saat berdiri dipojok dinding dekat dengan pintu ketika Rose dengan sengaja menyenggol pundaknya keras. Tetapi entah kenapa malah Rose yang hampir terjatuh karena Earl berdiri dengan tegap tanpa bergerak ketika pundak mereka bertabrakan. Hingga Earl menatap Rose aneh.

'Ada dengan wanita ini,' batin Earl bingung dan langsung mendapat delikan marah dari Rose.

Namun, ia langsung pergi begitu saja karena tidak ingin membuat masalah lebih rumit. Earl menggelengkan kepalanya. Sebenarnya Rose sengaja menabrakkan pundak mereka, hanya saja untuk ukuran Earl, justru menabrakkan pundak dengan kekuatan kecil seperti itu tidak akan membuat Earl bergerak satu inci pun dari tempatnya. Earl walaupun masih sakit, ia punya sedikit tenaga untuk mempertahankan posisi berdiri sempurnanya seperti saat pelatihan.

"Earl, kemarilah," Earl segera menghampiri ranjang Jimy. Hatinya teriris sekali melihat Jimy dengan selang infus dan matanya tertutup. Dahinya tertempel kertas pendingin untuk demam.

"Bagaimana perkembangannya?" tanya Earl dengan suara lemah. Diusapnya rambut Jimy dengan penuh kasih sayang dan membelai pipi Jimy yang tidak lagi berisi seperti terakhir kali mereka bertemu.

"Kondisinya sedikit membaik saat ini," Earl hanya diam. Diraihnya kursi dan duduk di samping Jimy. Memegang tangan kecil Jiimy dan mengusapnya dengan lembut.

Steve terdiam. Berusaha meredakan detak jantungnya yang berbedar tidak karuan. Berharap suaranya tidak terdengar oleh Earl saat ini. Ia sangat tersentuh ketika menatap Earl. Seperti Jimy sudah menjadi bagian dari hidupnya, Earl memperlakukan Jimy sangat penuh perhatian terlihat jelas di matanya.

Dan bahkan ketika para pengasuh lainnya datang membawa perlengkapan Jimy, Earl dengan penuh kehati-hatian menggantikan piyama Jimy yang basah dengan keringatnya. Namun sayang, Jimy masih enggan membuka matanya.

.

.

.

To be continued