Dari semua manusia di muka bumi. Mungkin hanya Earl satu-satunya pasien yang diambang kematian bertanya tentang kondisi tubuhnya seperti bertanya perkalian sepuluh. Earl dengan wajah pucatnya menatap Arthur seperti sedang menikmati kopi pagi bersamanya. Hatinya enggan memberitahu kondisi Earl saat ini.
"Kau demam tinggi," Earl memutar matanya kesal.
"Aku merasakan begitu banyak rasa sakit di sekujur tubuhku. Dan diagnosis hanya demam? Kau pikir otakku sebesar biji kacang polong?"
Lagi-lagi Earl mengomel. Ocehannya di pagi ini membuat Arthur bimbang. Ia tahu jika sejatinya Earl bukan wanita lemah, hanya saja, mengingat racun ini tidak ada obatnya membuat Arthur yang harus menerima kenyataan pahit itu. Bukan Earl. Katakan saja suara detik jam membuat Arthur frustasi di tatap Earl tajam meminta penjelasan. Arthur menghela nafas berat.
"Kau tertelan racun Abrin," putus Arthur kemudian. Ia menatap mata Earl sedikit terkejut namun wajahnya mengeras marah kemudian.
"Sepertinya aku meminum racun, bukan obat demam," kata Earl dengan senyuman anehnya. Arthur mengamati ekspresi itu.
Earl sudah tahu penyebabnya begitu cepat. Bahkan tanpa banyak mengungkapkan teori, Earl langsung mengungkapkan dugaan langsung hingga Arthur mengangguk sekali dan mengagumi Earl seperti biasa.
"Kau bisa duduk manis disini. Memakan anggur atau membaca majalah selagi aku mengurus beberapa urusan tentang itu,"
Earl menatap Arthur dalam diam ketika Arthur menampakkan wajahnya yang pertama kali bagi Earl. Aura hitam menginvansi seluruh penjuru sudut ruang kamar Earl. Ia menatap mata itu hingga rasanya seluruh rasa penasaran terhadap lubang hitam itu semakin kuat.
Ada perasaan yang kuat di dalam gelombang aneh di setiap sentuhan jari jemari Arthur yang menggenggam tangannya. Earl harus mengakui jika ia tidak bisa menolak pesona Arthur ketika itu. Earl melihat seperti Arthur menunjukkan sisi sexy dalam dirinya ketika aliran wajahnya emosi dengan alis yang mengerut.
Melupakan wajah isengnya yang menjengkelkan. Arthur memenangkan pesonanya dalam diri Earl walaupun seumur hidup Earl tidak akan menampakkan gelagat itu di depan Arthur. Earl bisa mati gila nanti karena Arthur akan mengejeknya sampe ajal menjemput.
"Aku akan mengurus itu sendiri. Siapapun mereka akan membayar rasa sakit ini ratusan kali lipat. Sampai nyawanya tertarik keluar, akan aku masukkan kembali ke tubuhnya sampai aku puas menyiksanya," mata Arthur berkilat. Sangat puas dengan jawaban Earl.
"Aku bersedia membantu menyiksa jika diizinkan," Earl tersenyum kecil. Tangan yang terhubung dengan selang infus itu menyingkirkan sedikit anak poni yang menghalangi pandangannya. Arthur terpana.
"Aku tidak sedermawan itu sampai berbagi kesenangan pada orang lain," Arthur pun tersenyum kecil dan beranjak naik ke atas ranjang Earl.
"Astaga. Demi tuhan kau menindih selang infusku, Arthur sialan!" Earl melotot tajam ketika Arthur dengan wajah biasa merebahkan diri di samping kiri Earl dan memeluk pinggangnya begitu protektif.
"Aku mengantuk, Earl," Earl tentu saja akan menendang Arthur detik itu juga jika kondisinya tidak selemah ini. Earl mendengus kasar.
"Kau seharusnya mencari cara agar Abrin tidak membuat nyawaku melayang saat ini," Arthur pun membenamkan wajahnya di samping payudara Earl, sedikit di bawah ketiak Earl.
"Sosok Earl hanya akan mati ketika satu liter Abrin ditenggaknya seperti ia menenggak bir," ucap Arthur mulai bertambah tidak jelasnya. Earl menghela nafas lelah.
"Sialan! Kau ada benarnya juga," gumam Earl mengakui.
Tubuh bajanya adalah satu-satunya yang sulit diracun. Ketika Earl sadar saat setelah ia memikirkan jika ada oknum yang memberi Abrin dengan dosis sangat kecil pada infusnya dan sayangnya, Earl pulih dalam sehari. Tetapi kali kedua ia memberikan dengan dosis agak tinggi, Earl mengakui, dua kali disiksa dengan Abrin, kali kedua Earl akan mencekoki biji Rosary ke dalam mulut orang itu. Earl tersenyum jahat.
Earl tidak mampu berkata apapun lagi saat ini. Mengingat ia telah diracun tentunya, Earl harus bersikap hati-hati untuk kondisi tubuhnya saat ini. Dalam hati Earl bersumpah untuk siapa saja yang membuatnya seperti ini. Earl terlalu menghargai hidupnya, karena ia tahu, seberapa berharganya satu nyawa yang ada di tubuhnya.
Mata hijaunya melirik Arthur yang kali ini terasa berbeda. Biasanya Arthur akan mengajaknya berdebat tidak penting ketika mereka bersama. Tetapi ketika Earl mendengar suara desah nafas teratur dari hidung bangir Arthur. Earl tidak mampu berkata saat melihat sosok Arthur yang tiba-tiba menjadi pria penggoda saat ia tertidur.
Earl mengumpat sepanjang waktu di dalam pikirannya. Siapa yang bisa menolak pesonanya? Bahkan jika Earl tidak melirik Arthur ketika ia mengeluarkan aura feromonnya di hadapan seluruh kaum hawa di muka bumi, Earl adalah satu-satunya wanita yang tidak akan bertekuk lutut menyembahnya. Karena Arthur ketika ia berada dalam kondisi wajah congaknya, ia laki-laki pertama yang paling ingin Earl lempar ke bulan. Dan Earl telah jatuh cinta pada Arthur ketika melihat wajah tertidurnya yang damai. Earl tersenyum kecil.
Menandakan betapa luasnya cakrawala mimpi saat Earl hampir menyentuh ujung rambut Arthur. Ia segera menarik kembali tangannya dan memutuskan untuk tidak terhasut oleh pikirannya sendiri untuk menyentuh Arthur. Ini pertama kali baginya.
Selama hidup Earl selalu dikelilingi oleh pria, dan selalu terlibat romansa percintaan sepihak dari beberapa pria semasa ia masih sekolah. Earl adalah seorang wanita dengan patriotisme yang tinggi. Menganggap cinta nomor urut paling akhir, dan mati sebagai pejuang berada dipuncak paling atas. Setidaknya itu dulu, saat ia masih naif.
"Aku tidak punya banyak hal yang bisa dijadikan asset seperti wanita fashionable di zaman ini. Aku hanya wanita bergaya kolot dan tidak menarik sama sekali. Jelas semua wanita selalu menamparku dengan kata-kata itu," Earl berkata sendiri dan merebahkan kepalanya pada bantal dengan nyaman. Ia tahu Arthur setengah terjaga saat itu.
"Aku tidak akan merendahkan diriku untuk membandingkan wanita dengan sedotan lemak dimana-mana. Aku hanya menyampaikan fakta lapangan, setidaknya semua wanita yang bertemu denganku diawal akan langsung membenciku hingga ubun-ubunnya meledak sekalipun. Aku tidak tahu apa sebabnya," lanjut Earl berbicara random. Memikirkan hal-hal rumit diantara sesama wanita, jelas Earl sama sekali tidak mengerti kenapa semua wanita begitu mudah membencinya.
Arthur membuka matanya perlahan dan menaikkan tubuhnya hingga tangan kirinya meraih dagu Earl. Melumat bibirnya lembut.
"Earl... kau punya pesona yang kuat. Aku tidak mungkin salah membedakan mana berlian dengan seonggok batu. Aku tidak sebodoh itu... Bertahun-tahun aku berkeliling dunia hingga beranggapan Tapir akan terlihat lebih sexy jika memakai bikini, tidak pernah aku temukan wanita yang memiliki aura semenarik dirimu. Percayalah, hanya segelintir orang yang mampu melihat berlian di bawah tumpukan kotoran ayam,"
Arthur pun memainkan ibu jarinya pada bibir pink yang sedikit kehilangan warna itu. Mengusapnya lembut dan kemudian mata hitamnya menatap hijaunya biasan mata Earl. Ia tertawa kecil.
.
.
.
To be continued