"Delta Force bisa langsung turun, Earl. Kenapa harus kepolisian? Mengingat ini misi penting tentunya,"
"Tidak. Itu terlalu menarik perhatian. Yakinkan aku, Presiden tidak menurunkan Murder Crew 'kan?" tanya Earl dengan nada tidak percaya diri disana. Tom pun memijat pelipisnya.
"Aku tidak tahu, Earl. Tapi bukan tidak mungkin jika AU akan mengambil alih jika ini berbahaya untuk kedaulatan negara," Tom mendengar helaan nafas berat Earl di seberang sana.
"Betapa tidak bergunanya aku sampai mereka diturunkan. Aku akan berusaha disini,"
"Setengah jam lagi Arthur akan sampai. Kau tidak punya cukup waktu, Earl," Tom sama sekali tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. Earl terdiam sejenak.
"Aku tahu. Setidaknya aku akan memanfaatkan Arthur ketika aku tertangkap," ucap Earl tenang. Tom menghela nafasnya berat.
"Itu bukan opsi, Earl. Arthur tidak sebaik yang kau kira," Tom hanya mendengar kekehan Earl di seberang sana.
"Jangan khawatir. Arthur akan bersujud di kakiku jika aku ingin," Tom memutar matanya malas. Ucapan Earl seperti seseorang yang mimpi di siang bolong.
"Baiklah. Aku akan mencari cara lain. Aku akan memberi kalian kode untuk kemari setelah aku menyalakan GPS yang lain,"
"Baiklah. Jaga dirimu, Earl,"
"Hm,"
Dan satu ruangan bernafas lega disaat yang bersamaan. Duke mengelus dadanya dan tersenyum menatap sinyal gps Earl di layar komputernya. Jantungnya sakit karena berdetak kencang tidak karuan selama hampir dua belas jam.
"Ricard, segera hubungi pasukan kepolisian sekarang. Jangan lupa untuk membawa beberapa pasukan medis militer, aku akan berbicara dengan Presiden sekarang," ucap General Feli yang langsung meninggalkan ruangan dengan tenang. Ricard segera menyusul untuk keluar ruangan juga.
Dan seketika kendaraan lapis baja membelah jalan di pagi dini hari. Tim kepolisian segera menurunkan tim SWAT mereka dan tidak mengherankan lagi. Tom dan Duke segera bergabung dengan tim kepolisian ketika Earl telah mengirimkan sinyal tepat lima belas menit yang lalu. Seketika Tom menjelaskan situasi yang telah Earl informasikan sebelumnya. Beberapa alasan lainnya tidak Tom sebutkan di dalam briefing kilat. Dan dengan bergegas menuju distrik J, Tom dan Duke beserta tim medis militer langsung menuju lokasi.
Doorr doorr dorr dorr
Dan dengan situasi yang tidak kondusif lagi. Kendaraan baja seketika diberondong peluru saat mereka tiba di distrik J. Tom dan Duke mengumpat tidak menyangka ternyata kondisi sudah seperti perang ini. Mereka pun mempertanyakan keselamatan Earl setelah sambutan meriah itu.
"Aku merasa seperti kutu ketika Earl dengan bebas sampai ke lokasi dengan kondisi seperti ini," Duke tersenyum kecut ketika melihat kondisi ini.
Dan pasukan dengan segera mengambil alih. Beberapa dari musuh tampak terus melakukan perlawanan hingga tidak banyak dari tim kewalahan. Tom dan Duke dengan keterampilan luar biasanya terus berusaha mendesak musuh hingga mereka telah mencapai gedung rumah sakit jiwa.
Mata Tom tidak henti-hentinya menatap sekeliling dan menembak beberapa musuh pada titik lemahnya. Bahkan ketika matanya mendapati beberapa ilmuwan yang sempat keluar dari ruang bawah tanah langsung berlari masuk kembali karena ketakutan dengan serbuan pasukan. Duke tersenyum sinis.
"Setidaknya aku merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan di bangunan ini," gumam Duke yang kemudian berlari di belakang Tom memasuki ruang bawah tanah, diikuti oleh beberapa orang pasukan.
Tom disana terhenti sejenak. Nafasnya sedetik tertahan ketika melihat begitu banyak mayat yang terbujur kaku di sepanjang koridor ruang bawah tanah. Entah apa yang terjadi di dalam sana hingga kesan ini yang mereka dapatkan oleh sambutan mayat-mayat.
"Duke! Segera dapatkan akses penelitian di tempat ini. Aku akan ke dalam mencari Earl," Duke pun mengangguk dan langsung memasuki salah satu bilik ruang penelitian bersama salah satu pasukan untuk berjaga dan menggunakan komputernya.
Sedangkan Tom semakin tidak karuan rasa khawatirnya saat ketika kakinya membawa dirinya ke arah lorong yang disana bertumpuk mayat dengan genangan darah disana. Dan matanya langsung memasuki ruangan besar tersebut dan meneliti ruangan itu.
"Astaga... apa yang terjadi disini," Tom menatap banyaknya orang di dalam bilik itu yang Tom sangat yakini mereka tengah pengaruh obat-obatan.
Kemudian matanya menelusuri ruangan hingga kemudian tertuju pada benda kecil hitam yang Tom sangat kenal. Sedikit mencelos hatinya ketika melihat GPS Earl di atas meja itu dengan komputer master disana telah diotak-atik sebelumnya.
"Ini pasti ulah Earl," gumam Tom dan langsung mengubungi Duke dengan walkie-talkie. Dan beberapa menit kemudian Duke datang dengan tergesa hingga air wajahnya seperti hantu karena pucat tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya ruangan utama dengan mayat yang saling bertumpuk di depan pintu masuk.
"Ya tuhan... tempat apa ini," gumam Duke.
"Duke, Earl telah sampai di tempat ini. Sepertinya komputer master ini punya segalanya yang kita butuhkan. Aku akan lanjut mencari Earl sekarang. Perasaanku sangat tidak enak,"
"Baik. Serahkan ini padaku,"
Tom pun terus berkeliling mencari Earl. Hingga nafasnya hampir habis berlari sepanjang koridor memeriksa ruangan demi ruangan. Namun tidak menemukan apapun. Hal yang tidak terbayangkan oleh Tom akhirnya terjadi.
"Duke... kurasa Arthur menyekap Earl dan pergi..."
-Kamar Arthur-
Tepat pukul enam pagi, Earl membuka matanya. Ia merasakan tenggorokannya seperti terbakar dan nyeri di bagian ulu hatinya. Ia melihat ke segala arah seperti berada di luar angkasa karena kehilangan gravitasi. Earl menggeram sakit pada kepalanya.
"Earl..."
Earl masih memegangi kepalanya saat mendengar suara Arthur memanggil namanya. Nada itu begitu lirih dan sangat menyakitkan ketika ia mendengarnya. Bagai tidak lagi ada aliran listrik yang mengalir, suara itu seperti memutuskan energi di dalam diri Earl. Earl mendengus kasar.
"Berhenti memanggilku seperti itu. Aku belum mati," omel Earl tanpa menoleh atau menatap Arthur. Suaranya sangat serak dan seperti hampir kehilangan suaranya.
Sedangkan Arthur yang saat itu masih setia menunggu Earl hingga benar-benar sadar terkejut saat mendengar ocehan Earl. Arthur sedaritadi menunggu Earl yang mengigau selama tidurnya dan menggeram kesakitan setiap jam. Dan dengan omelan Earl, tentu saja wajah Arthur cerah seketika. Ia langsung bangkit dari tempat duduknya dengan wajah berseri-seri lega dan mengelus rambut Earl dengan lembut.
"Earl?" Earl pun membuka matanya dan memfokuskan pada wajah Arthur di hadapannya.
"Apa yang kau butuhkan?" Tanya Arthur sembari mengelus pipi yang mulai tirus Earl.
"Air,"Arthur dengan segera mengambil gelas panjang di atas meja nakas di samping ranjang Earl.
Mengerti dengan kondisi Earl yang benar-benar lemah, Arthur dengan perlahan mengangkat kepala Earl dan membantunya sedikit meninggikan kepalanya agar tidak tersedak saat minum. Earl pun meneguk air putih itu hingga habis. Seperti menandakan ia baru saja lari maraton ribuan kilometer. Arthur tersenyum lembut.
"Berapa lama aku pingsan?"Earl sedikit lebih baik dalam suaranya. Arthur kembali mendudukkan diri di pinggir ranjang Earl dan menatapnya begitu dalam.
"Empat jam,"Earl langsung mengerutkan alisnya. Ia menatap Arthur yang masih bersamanya.
Earl mengalihkan matanya ketika tegukan pahit lidahnya saat ia kembali gagal menangkap Arthur di ruang bawah tanah itu. Memang tak sebaik perkiraannya ketika kondisi sialnya tidak memihak padanya barang sedikitpun. Earl mengutuk dewa keberuntungannya dalam hati.
"Bagaimana kondisiku saat ini?"
.
.
.
To be continued