Tetapi karena pada dasarnya Earl adalah kuda spesies banteng yang tidak akan merasakan sakit jika tidak kritis lebih dahulu, Earl tidak merasakan ada masalah lain. Ia tetap tenang walaupun Finni yang sejatinya pria tapi khawatirnya lebih parah dari ibu anak dua.
"Earl, setelah luka diperutmu telah tertutup dan kering, akan ada terapi untuk memulihkan syaraf pada kaki dan pahamu. Terutama setelah penanaman pen pada tulangmu. Karena struktur tulangmu cukup kuat, kemungkinan tiga atau empat bulan kau akan diistirahatkan untuk pemulihan."
Seorang dokter senior dengan rambut putihnya yang cukup terlihat banyak itu menatap papan kecil dan memeriksa kondisi luka Earl. Ia menaikkan sedikit kacamatanya sebelum ia menatap Earl dengan tenang.
"Terlalu lama. Dua bulan bagiku sudah cukup. Aku percaya dengan tubuhku." Ujar Earl memprotes yang dianggap oleh dokter sebagai bentuk penyelewengan. Sang dokter memutar matanya malas.
"Aku dokternya disini. Okay? Jangan banyak protes. Dan waktu tiga sampai empat bulan untuk meredakan sementara situasi setelah kau mencari masalah sendiri dengan kasusmu." Kali ini sang dokter berkata membalas dengan senyuman mengejeknya.
Earl menggigit bibirnya canggung. Setelah semua kelakuan nekatnya ini. Earl jadi takut bertemu dengan General secara langsung. Sebenarnya Earl mampu menjelaskan seperti biasa sewaktu rapat seperti sebelumnya.
Hanya saja, karena masalah ini timbul karena ulahnya sendiri, mau tidak mau Earl ketakutan. Generalnya bukanlah orang yang bermurah hati dengan orang-orang yang ceroboh. Tetapi Earl memang tidak biasanya bertindak seceroboh ini jika bukan karena ulah Arthur.
Earl yang secara tidak sengaja melihat sebuah benda hitam kecil yang menempel di sudut kamarnya waktu itu. Dan ketika ia perhatikan dengan baik mata Earl membelalak karena kaget.
Ia baru sadar jika seseorang telah mengawasinya dan dengan segera Earl menggeledah seluruh rumahnya dan menemukan lebih dari sepuluh kamera pengintai di dalam rumahnya. Dan begitu ia tahu itu adalah ulah Arthur, Earl bahkan tidak segan langsung pergi menemukan titik lokasi pria sialan itu.
Dan begitulah Earl bisa sampai di markas Arthur dan mengakibatkan ia menerima luka mental karena celana dalamnya. Sungguh sial. Earl menghela nafas pasrah saat waktu telah berjalan sempurna saat operasi dan kini ia ingin istirahat.
-Distrik G-
Semua perhatian langsung mengarah pada distrik M karena disitulah markas Arthur dan anak buahnya. Club yang telah Earl datangi kemarin telah berubah menjadi gedung kosong dengan beberapa puing bangunan yang terbakar.
Yaa, demi menghilangkan jejak mereka membakar club itu dan pergi menghilangkan jejak. Terlambat bagi Earl untuk berbagi informasi. Tetapi ketika satuan militer berhasil membekuk pelabuhan dan menemukan beberapa orang yang diduga anak buah Arthur, pihak militer sedikitnya merasa lega.
Tapi semua itu seperti pukulan untuk Arthur saat ia berdiri membelakangi Jason. Sebuah ruang tengah keluarga Katherine berubah mencekam saat Arthur dan Jason tiba beserta anak buahnya.
"A-aku berpikir bahwa sebaiknya wanita itu lebih baik mati karena ia berusaha mencarimu. Dan aku tidak punya pilihan lain-" Katherine bersuara dan tergagap karena takut menatap punggung Arthur.
"...." Arthur masih diam dan enggan berbalik badan untuk menatap Katherine.
"Bos, aku dan istriku hanya ingin melindungi informasi agar tidak bocor. Dan kami akan menuntaskan sendiri tindakan ka-" Suami Katherine tidak sanggup melanjutkan perkataannya saat melihat Arthur menoleh ke arahnya.
Pemilik sepasang mata hitam legam ini berdiri dan menatap begitu tajam ke arah wanita dan pria yang memohon bersimpuh di dekat kakinya. Mereka tercekat dengan liurnya sendiri ketika ia merasakan tatapan membunuhnya detik itu juga.
Wajahnya memerah karena marah dan genggaman erat kedua tangannya yang terlihat begitu kuat. Suasana tiba-tiba menjadi sunyi di dalam ruangan itu. Ketika suara gesekan gigi yang terkatup tertahan oleh rahang yang mencoba memuntahkan amarah.
Arthur tidak lagi bisa menahan dirinya. Ia membalikkan badan dan belakangnya Jason hanya menggelengkan kepalanya tidak berdaya menghadapi sepasang suami istri tersebut. Benar-benar tidak percaya mereka telah berbuat senekat itu untuk menghabisi nyawa perwira militer. Jason langsung mengusap wajahnya.
Ia sebagai kaki tangannya saja tidak berani mengorek informasi lebih dalam mengenai Earl. Tetapi kedua orang ini malah dengan mudahnya bertindak untuk membunuh Earl. Jason sudah tidak ingat kapan terakhir kali Arthur menampilkan wajah semarah itu dalam hidupnya.
Dan mungkin inilah wajah kemarahan Arthur yang pertama kali dilihat oleh Jason. Ia menatap punggung Arthur dari belakang merasa seperti punggung kokoh bak baja itu bergetar menahan amarah.
"Jason, bawa bocah itu kemari." Suara Arthur terdengar pelan walaupun sebenarnya nada suara itu terdengar mengerikan di telinga Katherine dan suaminya.
Jason menatap arah pandang Arthur ketika melihat sebuah pintu yang di bawahnya terdapat bayangan yang berdiri ketakutan di balik pintu. Kedua orang itu langsung histeris ketakutan.
"Tuan! Tolong jangan bawa anakku. Ia tidak bersalah. Tolong kasihanilah! Dia masih kecil. Tolong jangan libatkan dia Tuan!" Pekik Katherine histeris sekali.
Ia langsung memeluk kaki Arthur dan berakhir dengan tendangan keras hingga wanita itu terlempar menghantam meja. Namun ia tidak menyerah dan kembali memohon di kaki Arthur dan terus begitu sampai suami dari wanita itu menahan istrinya agar tidak melakukan itu karena hanya akan menambah amarahnya saja.
Jason pun menuruti perintah Arthur dan membawa bocah laki-laki yang meronta ketika ia membawanya.
"Lepaskan aku! Kalian penjahat! Lepaskan ibuku! Kami tidak bersalah. Kalian jahat! Kalian penjahat!" Pekik bocah itu ketakutan dan melawan.
Jason pun membawa bocah berumur sekitar tujuh tahun itu ikut berlutut di kaki Arthur seperti orang tuanya. Sang ibu langsung memeluk putranya begitu erat.
Namun ketika sebuah dering telepon berbunyi, suasana sempat mencair. Arthur langsung mengangkat telepon itu dan mengaktifkan speaker pada ponselnya. Ia meletakkan ponselnya di atas meja sambil menatap nanar.
'Bos, aku sudah menemukan kondisi terbarunya saat ini.'
Jason melirik ketiga orang itu dan berjalan mengambil kursi lalu duduk mengamati ekspresi mereka. Masalahnya ia tidak ingin Arthur terlalu lama menyiksa ketiga orang itu karena mereka tidak punya banyak waktu.
"Katakan... dengan jelas." Mata Arthur berkilat tajam seakan ia bisa memakan siapa saja yang membuatnya marah.
'Baik. Dari data yang kami temukan di rumah sakit distrik G, wanita itu mengalami patah tulang di kedua pahanya dan tulang kering kaki kanannya. Kehilangan ginjal kanannya karena sobek. Tiga tulang rusuk bagian bawah patah. Komplikasi pada hati. Dan... pendarahan pada otaknya.'
Arthur menahan nafasnya ketika mendengar anak buahnya berkata. Demi tuhan! Itu penjelasan terpanjang yang ia dengarkan. Penjelasan yang seperti mengiris daging di tubuhnya karena membayangkan bagaimana kondisi Earl saat ini.
Dengan tangan gemetar, Arthur mengambil ponselnya/
"Jason, pegangi bocah itu." Titahnya mutlak.
Jason hanya bisa menuruti perintah Arthur ketika ia dengan paksa menarik bocah itu sedangkan wanita itu meronta tidak karuan berusaha meraih anaknya kembali. Bocah itu menangis ketakutan sambil memukuli tangan Jason.
Mereka dibiarkan menatap anaknya di hadapan mereka dan saling menangis berusaha menggapai. Namun sepasang suami istri tersebut ditahan oleh anak buah Arthur. Entah apa yang akan Arthur lakukan, Jason sendiri juga tidak tahu.
Arthur mendekatkan ponsel pada mulutnya.
"Katakan lagi. Lebih jelas." Ucapnya sambil mengeluarkan pistolnya dari balik jas hitamnya.
'Ee... patah tulang paha di kanan dan kirinya-'
Dorr! Dorr!
"Cali! Tidak! Cali!" Katherine berteriak keras memanggil anaknya.
Arthur tanpa ampun menembak kedua paha bocah kecil itu. Membiarkan ibunya melihat sendiri dengan histeris anaknya setengah sadar dengan kedua paha yang bercucuran darah. Ia tetap bisa berdiri karena Jason memeganginya agar tetap berdiri.
"Hghh... ibu. Sakit sekali...." Bocah bernama Cali itu merintih kesakitan.
Wanita itu terus meronta bahkan suaminya yang terduduk di sampingnya itu hanya membeku melihat anaknya tertembak di depan matanya. Ekspresi Arthur masih sama kejamnya walaupun dua peluru sudah ia lepaskan.
"Lanjutkan." Ucapnya masih dengan suara tenang.
'Patah tulang di tulang kering kanannya-'
Dorr!
"Tidak! Jangan! Cali! Hentikan! Cali! Anakku Cali!"
"...."
Dan siksaan demi siksaan diberikan oleh Arthur. Ia tidak peduli jika suara teriakan Katherine yang mengganggu pendengarannya. Jason melihat peluru itu menembus tulang kering bocah itu dan bocah yang ditahannya masih tetap sadarkan diri ketika tangannya masih dengan kuat mencengkram tangan Jason.
'... tiga tulang rusuk bagian bawah patah dan sobek pada ginjalnya.'
Dan empat tembakan kembali diletuskan oleh Arthur. Seketika bocah itu memuntahkan darah dari mulutnya. Wanita itu langsung terdiam dan menutup mulutnya saat anaknya pingsan dengan mulut yang masih merintih kesakitan. Seakan menjadi patung, wanita itu dengan geram langsung mengamuk.
"Dasar bajingan! KAU PIKIR SIAPA KAU? Merampas nyawa manusia dengan mudahnya. AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU! Aku bersumpah atas nama dewa untuk membunuhmu Arthur!" Katherine meraung.
Arthur diam seakan tidak mendengar raungan Katherine. Ia malah memperhatikan pistolnya dengan santainya mereload peluru lalu menatap ke depan. Seakan-akan suasananya sedang dalam suasana tenang setelah beberapa kali ia menembakkan peluru.
'Komplikasi pada-'
Ponsel Arthur masih bersuara hingga membuat Katherine melotot dan ingin menyambar ponsel itu lalu membantingnya marah.
"HENTIKAN MULUT SIALMU BAJINGAN! Aku sudah menjaga rahasia dan inikah balasanmu? Kau ingin menghabisi keluargaku? KAU LEBIH PANTAS MA-"
'Komplikasi pada hati.'