Chereads / Please Don't Call Me Goddess / Chapter 8 - Kultivasi

Chapter 8 - Kultivasi

Dee berjalan tidak tentu arah. Ia mengandalkan intuisinya jika jalan yang ditempuhnya ini benar. Ia tak tahu jika rute yang dilaluinya membentuk lingkaran dan akan kembali ke tempat semula. Jika ia tahu, ia pasti akan mengutuk dengan bahasa paling kotor yang diketahuinya.

Karena bosan berjalan sendirian, Dee dengan iseng menyodok buku murahnya. "Jika kau tidak bisa memberiku prop, tidakkah seharusnya kau memberiku alur?" Biasanya, dalam novel-novel dengan tema ini, para host selain diberi prop, mereka juga mendapat alur sebagai jari emasnya. Dengan adanya alur, para host bisa membuat rencana untuk menyelesaikan misi. Tapi, kenapa dia tidak?

"Kau ingat misimu?"

"Tentu saja." Dee tidak senang kecerdasan otaknya dipertanyakan. Ia memang bukan murid genius, tapi ia tidak lemah pikiran. "Membantu Airlangga mengalahkan Haji Wurawari,"

"Apa nama itu tampak familiar?"

"Itu nama raja pendiri kerajaan Kahuripan, kan?"

Dee ragu-ragu. Itu materi pelajaran yang sudah lama tidak ia sentuh. Ia masuk program study IPA. Mata pelajaran sejarah ada, tapi tidak mendalam. Untuk lebih buruk lagi, pelajaran sejarah materi kerajaan hindu-budha ini, khususnya kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Raja Airlangga alokasinya sangat minim. Hanya disebut dalam dua atau tiga paragraf yang singkat. Itu pun hanya bercerita tentang Airlangga yang sudah jadi raja. Sedangkan untuk Haji Wurawari sendiri tidak diajarkan.

Untungnya, ia seorang kutu buku. Ia telah banyak membaca buku dengan berbagai topik. Dalam salah satu buku yang berjudul Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit oleh Teguh Panji, kisah ini dituturkan cukup lengkap. Jadi, ia bisa mengerti beberapa kisah awal sebelum Airlangga menjadi raja.

"Aku berada di masa yang mana tepatnya?"

"Masa dimana Airlangga sedang bersembunyi di Hutan Wonogiri. 20 tahun pasca Pralaya di Keraton Medang Kamulan,"

"Berarti Airlangga belum menakhlukkan satu pun daerah bekas wilayah kerajaan Medang Kamulan?"

"Seharusnya kamu muncul setelah kerajaan Wuratan dan Wengker ditakhlukan. Namun, ada kecelakaan sehingga titik pendaratan berubah."

"Dengan adanya kecelakaan ini, tidakkah aku layak mendapat kompensasi?" Tanya Dee masih ngarep diberikan prop-prop yang menantang langit.

"Kau sudah diberi kompensasi tidak dihancurkan karena berniat buruk padaku. Masih kurang apalagi?" Kitab Sabdo Sang Hyang yang telah melakukan evolusi menjadi sistem otak cerdas buatan seharusnya tidak memiliki emosi, akan tetapi menghadapi host gebleknya yang ini bikin emosinya naik ke ubun-ubun.

Diantara host-host lainnya ini yang paling jengkelin. Para host lain, meski mereka gagal menyelesaikan misi atau mati di tengah jalan, semuanya senang berjumpa dengannya. Sedangkan yang ini? Nggak punya rasa syukur. Banyak protes. Banyak maunya. Suka ngeyel. Menghina dina Dia pula. Lengkap sudah daftar jeleknya.

Padahal jujur diantara host-host yang lain, dia yang paling lemah, paling tidak berpengalaman, dan paling bodoh. Singkatnya Dee ini host paling tanpa harapan sukses. Jika bisa memilih, ia juga tidak ingin mengikatnya. Tapi, ini adalah takdir. Ia bisa apa?

Sudut bibir Dee berkedut. Memangnya gara-gara siapa? Jika bukan karena sistem sialan yang seenaknya mengikatnya, ia tidak akan diuber-uber siluman Barongan, hampir jadi camilan ular raksasa, dan terakhir tersesat di hutan. Sendirian. Dee paling marah untuk yang terakhir. Ia takut berkeliaran di hutan sendirian karena hutan menyimpan banyak bahaya tak terduga yang membuat syarafnya senantiasa tegang. Bahkan, untuk hutan produksi yang sempit pun itu masih dinilai berbahaya. Apalagi ini, tersesat di hutan perawan? Bahayanya bernilai astronomi.

Keduanya -sistem dan orang- sama-sama diam. Dee sedang berkonsentrasi melihat jalan, sedangkan sistemnya tipe kalau tidak penting tidak akan bersuara. Jadi begitulah. Hanya keheningan yang membungkus.

Setelah sejam lamanya berjalan dan waktu hampir sore, Dee melihat seekor burung merak jantan. Ekornya yang berbulu indah dilipat. Ia sedang asyik makan di sela-sela akar pohon yang menonjol tinggi di permukaan.

Dee ternganga. Merak di dunianya bukanlah hewan langka yang terancam punah, namun jumlahnya tidak banyak. Merak bukanlah hewan yang bisa ditemui di semua tempat. Wajar bukan jika Dee untuk sementara waktu teralihkan perhatiannya.

Dahi Dee tiba-tiba mengerut. Keringat dingin menetes membasahi dahinya. Ia tiba-tiba teringat sesuatu. Dalam buku Ensiklopedia Kab. Blora disebutkan jikalau ada burung merak biasanya ada ....

Graooo!

"Ada harimau...," ujarnya lirih ketakutan. Jangan tertipu oleh suaranya yang terdengar masih jauh. Kecepatan lari Harimau sangat cepat. Dalam waktu hitungan menit ia bisa berada di depan matanya.

Dee membuat keputusan cepat. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Ia dengan gesit -karena faktor takut- memanjat pohon setinggi mungkin.

Ia baru istirahat di salah satu cabang, ketika harimau muncul. Ia berada di bawah pohon.

Graooo!

Sang raja hutan ini memamerkan seringainya, menakut-nakuti Dee. Dengan langkah anggun, ia memanjat batang pohon dimana Dee sembunyi.

Dee meneguk air ludahnya. Rasa dingin menyebar dari kaki ke tubuhnya yang lain. Tubuhnya menggigil gemetar melihat bagaimana sang raja hutan ini selangkah demi langkah menghampirinya. Dalam hati mengumpat, "Siapa yang bilang harimau tidak bisa memanjat pohon? Itu hoaks. Palsu. Penipuan."

Sang harimau dalam hitungan detik berhasil menyusul mangsanya. Dee menghisap udara dingin. Tangannya yang sedingin es menggenggam erat belatinya. Ia tidak meminta bantuan pada sistem. Percuma. Tidak ada gunanya. Ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk hidup.

(O_O) Sistem yang dilecehkan Dee sedang duduk mojok di sudut ruangan membuat lingkaran. Ia selalu dipuja oleh banyak makhluk karena kesaktiannya, tetapi di mata host ini ia berubah menjadi hal yang tak berguna. Oh, sial. Kenapa ia harus bertemu host pedas dan kejam ini?

Wuwu... (T_T)

Dulu saat terlahir ia sangat berkuasa. Ia memiliki banyak prop-prop luar biasa yang menantang langit. Semua itu sudah ia berikan pada host-host sebelumnya untuk membantu menyelesaikan misi. Tapi, semua host itu tetap saja gagal bahkan semua menemui pada kematian yang menyedihkan. Akhirnya, ia direduksi menjadi sistem berlevel rendah yang tidak bisa mengunduh prop-prop luar biasa. Bahkan alur pun tidak bisa ia akses. Ia hanya bisa memberi misi. Jika bukan karena hostnya ini di luar dugaan berhasil memicu dan menyelesaikan misi sampingan, ia tidak mungkin bisa membuka cheat panduan menemukan harta-harta luar biasa di era ini yang akan membantu Dee menyelesaikan misinya.

Thump thump... Jantung Dee berdentam-dentam kuat, ketika sang harimau melangkah tapak demi tapak mendekati pada cabang tempatnya bersarang.

Sang harimau tampak sombong memandang remeh Dee -mangsanya- yang menggigil gemetar. Langkahnya anggun. Ia meregangkan cakarnya. Kaki depan terangkat untuk memerangkap mangsanya.

Dee tidak punya rencana apapun. Otaknya kosong. Pengetahuan modernnya di sekolah tidak mencakup cara membunuh harimau. Sebaliknya justru otaknya dijejali teori untuk melindungi harimau, salah satu hewan langka yang terancam punah. Sekarang, dalam posisi nyawanya terancam haruskah ia berfikir untuk melindungi harimau? Tentu saja jawabannya tidak. Ia tidak sebego itu hingga mau menyerahkan nyawanya ke mulut harimau. Ia masih sayang nyawa. So pilihan Dee yang pertama adalah bertahan hidup dan menghindar. Pertanyaan pentingnya, How? Bagaimana caranya?

Di saat Dee sedang menyusun rencana, kaki depan harimau menghantam kuat batang yang bersebelahan dengan dahan tempat Dee bertengger. Cakarnya menusuk daging batang dan membuatnya terjebak. Itu hanya terjadi dalam hitungan detik, namun itu memberi Dee waktu untuk menggorok leher harimau yang mengarah ke tubuh Dee. Belati nan tajam itu bergerak cepat dan tepat memutus saluran nafas dan saluran pencernaan, memberi kematian cepat dan tanpa sakit pada harimau.

Harimau yang tidak sempat mencerna aksi licik Dee apalagi membuat perlawanan mati seketika. Tubuhnya lalu tersungkur. Bobot badannya dibebankan sepenuhnya pada dahan pohon yang sialnya kecil dan terbilang muda.

Sang dahan yang masih muda tidak sanggup menahan beban tubuh harimau. Akibatnya, dahannya pun.... Krak!

"Oh My God!" Pekik Dee terkejut.

Dahan pohon yang diinjaknya tidak mampu menahan beban tubuhnya. Kini, dahan retak dan...

"Gyaa...!" Jerit Dee histeris tatkala tubuhnya merosot ke bawah.

Dee jatuh dari ketinggian 7 meter. Tidak terlalu tinggi, tapi yang namanya jatuh tetap sakit dan bisa menimbulkan cedera.

Bruk!

Suara jatuhnya terdengar sangat keras. Ketinggian sekitar 3 meter jelas bukan lelucon. Dijamin menimbulkan cedera pada tulang, otot, dan daging. Untungnya Dee jatuh bertumpu pada tubuh harimau yang telah dibunuhnya, sehingga cederanya bisa diminimalisir. Tubuh harimau terbilang keras, namun cukup untuk mengurangi benturan dan gesekan dengan permukaan tanah.

"Uwach! Hampir saja aku jadi daging  patty." Keluh Dee mengusap tubuhnya yang nyeri. Ia dengan tubuh agak sempoyongan turun dari atas bangkai harimau yang dibunuhnya. Dengan kejam menyodok sistemnya. "Oy, sistem! Kenapa kau tidak memberiku peringatan? Hampir  saja aku celaka."

"Level Host terlalu rendah. Sistem tidak bisa mengakses menu peringatan."

Dian**k!

Dee bukanlah seseorang yang suka bicara kotor. Selama ia hidup, ia tidak pernah berbicara kotor, mengumpat, apalagi mengutuk secara terbuka. Tapi kali ini, integritasnya sedang diuji. Kesabarannya hampir sampai diujungnya hingga kata makian terlontar begitu saja dari bibirnya. Sejak ia diburu Siluman Barongan, hampir dimangsa ular raksasa, dan kini harimau, Dee ingin mengumpat  dengan kata-kata paling kotor yang diketahuinya. Selain memberinya misi bunuh diri, membawanya tamasya ke neraka dunia, adakah yang bisa dilakukan jari emas-buku-murah ini? Ia mungkin host paling sial karena diikat sistem murah yang nggak becus melakukan apa-apa selain memberinya misi bunuh diri.

Q_Q Sistem yang belum dibully Dee kembali jongkok di pojok sambil membuat lingkaran.

"Huh! Percuma mengeluh padamu. Kau pastilah sistem pembelajaran gagal yang dibuang oleh langit karena tidak berguna." Hina Dee blak-blakkan, mengabaikan kondisi mental sistemnya yang terganggu karena bully.

Dee mengabaikan bangkai harimau begitu saja di atas tanah. Sama seperti yang  dilakukannya pada bangkai ular raksasa. Bahkan melirik pun tidak.

"Kau akan membiarkan tubuh harimau ini begitu saja?"

"Memangnya apa yang kau inginkan? Membawanya pulang? Mimpi! Kau pikir aku idiot membawa barang bukti kejahatanku karena telah membunuh hewan yang dilindungi negara? Hukumannya berat tahu. Penjara." Tukas Dee ketus. Tubuhnya menggigil gemetaran hebat. Pertama karena ia baru saja sekali lagi lolos dari maut. Kedua, karena takut ditangkap polisi.

(=_=) System sweatdrop. Ngakunya pintar, kok ingatannya pendek ya hostnya ini. "Itu jika di jamanmu. Kita ini hidup di jaman kerajaaan Sriwijaya. Membunuh harimau tidak masuk dalam daftar hukum pidana." Sang system dengan murah hati mengingatkan  hostnya.

Dee memberi sang Sistem tatapan benci. "Aku sudah melupakan hal sial seperti itu. Kenapa kamu harus mengingatkanku?" Sergahnya kesal.

"(=_=)" Sistem kicep dengan usaha bodoh hostnya yang ingin melarikan diri dari kecelakaan.

Sebelum Dee, Sistem telah melayani 9 host lainnya. Masing-masing memiliki latar belakang luar biasa. Ada yang dokter spesialis, pembunuh bayaran top, anggota intel, hingga praktisi bela diri. Hanya Dee yang memiliki latar belakang paling  rendah hati. Paling minim kemampuannya. Paling suka ngeluh, suka protes, dan banyak omong. Secara keseluruhan, nilai Dee minus.

Kelebihan Dee hanya satu yakni keberuntungan. Keberuntungannya jelas sangat besar. Siluman Barongan yang ingin membunuhnya seorang pendekar tingkat 5. Ular raksasa yang dihadapinya hewan mitos yang selangkah lagi jadi naga. Harimau yang dibunuhnya hari ini pun hewan mitos tingkat 7. Persamaan ketiganya, mereka berlipat-lipat lebih kuat dari Dee yang tidak memiliki kekuatan internal maupun spiritual. Akan tetapi, Dee bisa dengan mudah membunuh semuanya dalam satu gerakan. Ini tidak ilmiah.

Pikiran sistem kusut. Adagium Jawa jika orang bodoh kalah dengan orang pintar sedangkan orang pintar kalah dengan orang bejo ada benarnya. Dee pastilah termasuk orang bejo. Ia tidak kuat. Ia tidak pintar. Tetapi, ia orang bejo. Dengan keberuntungannya, ia berhasil membebaskan diri dari setiap krisis yang mengancam hidupnya.

Jika dipikir-pikir mungkin ini yang terbaik. Hanya keberuntungan yang bisa melindungi Dee dari setiap lubang jebakan, ranjau, dan musuh laten mereka sehingga ia bisa kembali ke dunianya dengan selamat.

"Ambillah tubuh harimau itu. Kau tidak akan rugi."

Dee mendengus.

"Kau bisa menjualnya untuk uang."

Dee berfikir, "Emang transaksi jual beli daging harimau boleh?" Ia merenung mengingat-ingat ceramah Sang Kyai. "Barang haram, haram hukumnya diperjual belikan." Harimau termasuk hewan yang haram dimakan karena bertaring. Berarti, ia haram pula diperjual belikan. "Enggak, ah. Aku nggak mau. Dosa." Akunya jujur.

Sistem melirik hostnya. Selain keberuntungannya yang besar, hostnya ternyata masih memiliki integritas. Itu kabar baik. Tanpa integritas tinggi, mustahil hostnya bisa menyelesaikan misi berat ini.

Yang tidak diberitahukan Sistem pada Dee selain titik pendaratan yang meleset, tingkat kesulitannya pun juga turut meleset. Dee memulai misinya tidak dari rangking rendah, tapi langsung lompat ke mode sulit. Berhubung Sistem tidak ingin membuat remaja malang ini mati karena takut, ia memilih merahasiakannya.

Dee melanjutkan kembali perjalanannya. Tiga jam kemudian ada sekelompok prajurit tiba. "Kita beruntung. Ada bangkai harimau di sini," Seru salah satu dari mereka.

"Hati-hati. Mungkin, itu jebakan. Periksa sekitar," sergah rekannya.

Mereka memeriksa dengan hati-hati kemungkinan adanya jebakan. Setelah dipastikan aman, barulah mereka menyerbu bangkai harimau yang dibiarkan oleh Dee tergeletak. Siapa perduli siapa yang membunuhnya dan apa tujuannya menelantarkannya begitu saja? Karena mereka yang menemukannya, berarti tubuh harimau itu milik mereka. Mereka dengan terampil memisahkan antara kulit, daging, dan tulang. Semua itu bernilai emas. Karena tidak bisa memakannya mengingat tingginya tingkat kultivasi si harimau, mereka pun memutuskan untuk menjualnya. Ini namanya rezeki nomplok.

Pertemuan Dee dengan harimau dan ular, hewan buas tingkat tinggi bukanlah yang terakhir dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Selama sebulan ini, ia dipaksa bertarung melawan hewan -hewan buas yang melihatnya sebagai mangsa jinak yang lembut untuk hidupnya. Inilah realita kejam hidup di hutan perawan. Banyak bahaya mengintai. Jika kamu tidak gesit dan juga kuat baik fisik maupun mental, jangan harap kamu bisa hidup hingga esok hari.

Hah hah hah.... Dee terengah-engah. Ia habis berlari menghindari kawanan Ajag yakni anjing hutan yang secaran fisik mirip dengan serigala. Kawanan ini sangat ganas dan tanpa ampun pada lawan-lawannya. Metode berburunya rapi, teratur, dan juga gigih. Hewan jenis ini dikenal cukup sabar dalam mengintai mangsanya, mempermainkan mentalnya sedemikian rupa sebelum memangsanya.

Dee cukup beruntung berhasil lolos dari kepungan kawanan ajag sejenis anjing hutan. Terlambat sedikit saja tamat riwayatnya. Mungkin tak ada lagi yang tersisa darinya selain genangan darah begitu ia terperangkap oleh  kawanan mereka.

Dee menepuk dadanya yang sesak karena dipaksa bekerja keras. "Sistem, keluarlah! Kita perlu bicara tentang kehidupan." Ujar Dee geram. Sebagai makhluk yang mengaku dirinya entitas cangggih, Sistem seharusnya bisa membuat jalur aman untuknya. Tapi, ini tidak. Jangankan menolongnya, memberinya signal peringatan pun tidak.

Kejam!

Dee membuka suara, "Kau berhutang kejujuran padaku." Nadanya sedingin es. Tajam menusuk. Matanya berkobar dipenuhi api kemarahan.

"Aku tidak mengerti maksudmu,"

"Jangan berpura-pura bodoh! Aktingmu itu sangat palsu." Dee yang marah mengguncang-guncang kitab Sabdo Sang Hyang.

"Apa maumu?"

"Aku tahu kau bisa membawaku keluar dari hutan celaka ini dengan lancar. Aku juga tahu kau bisa mendeteksi bahaya. Tapi kenapa kau biarkan aku hidup dalam kegelapan, menemui bermacam-macam binatang dan setan parewangan?"

"Ini demi kebaikanmu."

"K-kau...!" Dee menggiling giginya marah. Demi kebaikannya? Bulls**ts.

"Levelmu terlalu rendah untuk menjalankan misi utama. Karena itu, tetaplah di sini dan tingkatkan kultivasimu."

Dee cengok. Level rendah? Huh! Tanpa disebutkan juga ia tahu levelnya rendah. Ia bukan seorang pendekar, oke. Ia hanya seorang remaja pelajar biasa. Membunuh dan membuat skema untuk meraih kekuasaan bukanlah kegiatan hariannya.

Tanpa pilihan, Dee pun melanjutkan berkultivasinya. Ia menghabiskan waktunya siang dan malam untuk berlatih mengorbankan waktu istirahatnya. Akan tetapi, ia tidak  mengeluh karena ia ingin segera menyelesaikan  misinya dan pulang ke rumah. Hanya dengan mengingat rumahnya, Dee bisa bertahan menahan segala tekanan yang menghimpitnya. Pikirannya tetap jernih. Tidak berubah menjadi gila.

Dee tidak tahu berapa lama ia berkultivasi. Ia sudah lama kehilangan hitungan waktu. Mana sempat mikir? Setiap hari kegiatannya selain untuk kebutuhan dasar seperti makan,  BAB/BAK, dan sholat adalah bertarung, bertarung, serta mengintai musuh.

Hasil latihan nerakanya pun mulai menunjukkan hasil. Setelah dibabtis oleh ratusan darah para binatang buas yang sangat kuat dan ganas, Dee kini memiliki aura berdarah yang akan membuat orang menggigil terkencing-kencing hanya dengan melihatnya sekilas. Auranya mirip dengan raja para binatang buas, pemuncak rantai makanan yang memandang rendah binatang lemah lainnya.

Kepribadiannya pun berubah dari lurus menjadi mulai mengarah bengkok. Jika sebelumnya ia sebisa mungkin menghindari membunuh binatang. Kini, tangannya dengan enteng menyembelih mereka. Jika sebelumnya ia membiarkan bangkai binatang buas yang dibunuhnya tergolek di tanah untuk makanan binatang lain. Kini, tidak lagi. Meskipun, ia tidak bisa menjual semua binatang  yang dibunuhnya dengan pertimbangan haram, namun ia tidak lagi menyia-nyiakannya. Dee mengumpulkannya dan memilah hasil buruannya. Yang bisa dijual, ia simpan di kantong dimensinya yang ia temukan dalam tubuh macan tutul tingkat 8. Sisanya ia gunakan sendiri. Daging dan tulang dari binatang yang hukumnya haram, ia gunakan untuk umpan. Kulitnya diolah jadi pakaian, alas tidur ataupun tenda darurat. Sedangkan untuk binatang yang memiliki mustika atau benda-benda magis di tubuhnya, Dee simpan untuk menyelesaikan misi utamanya.

"Selamat untuk host yang telah berhasil menyelesaikan latihan kultivasinya. Penilaian dimulai."

Suara mekanis yang familiar beberapa waktu ini bergema dalam otak Dee. Raut wajahnya tidak menujukkan setitik pun kebahagiaan walau Sistem sudah dengan heboh memberi tahunya jikalau latihannya  sudah selesai. Setelah menghabisi banyak nyawa, ia berubah menjadi sosok yang apatis, acuh, dan dingin tak tersentuh.  Ia mengacuhkan sistemnya dan memfokuskan perhatiannya pada daging ayam hutam yang sedang dipanggangnya.

"Penilaian selesai."

[Nama Host : Ayu Dewi dipanggil Dee]

[Fisik : E]

[Kecerdasan : D]

[Pesona : - Tidak ada penilaian]

Dee mendengus saat penilaian untuk pesona keluar. Siapa bilang ia tidak punya pesona? Hehe. Tanya para predator yang dibantainya! Di mata mereka, Dee sangat menggiurkan sehingga mereka langsung mengejarnya penuh kegilaan begitu mereka melihatnya.

[Keahlian : Tidak ada]ĺ

Siapa yang butuh teknik? Yang penting tujuan tercapai. Ia menang mereka kalah. Selesai. Teknik? Ha? Pergi saja ke laut.

[Prop  : Cemeti sampah, belati made in Ponan, mustika ular, kantong macan, pring pethuk, dan rantai babi.]

Bibir Dee berkedut aneh. Cemeti sampah? Memang cemetinya secara  penampilan hanya terbuat dari tali rafia murahan dan gagangnya dari kayu randu. Tapi,  sampah? It's big wrong. Sampah tidak mungkin bisa membunuh siluman ganas. 

Belati made ini Ponan? Memangnya kenapa jika belati di tangannya dibeli dari pasar hewan Ponan yang buka hanya saat weton Pon? Masalah? Tempat belinya boleh dicap kurang kredibel, namun kualitas boleh diadu. Belatinya telah banyak menggorok leher lawannya.

"Rangking host mengalami peningkatan satu tingkat menjadi E. Siap untuk memulai misi utama."

Dee menarik nafas lega. Akhirnya ia berhasil menyelesaikan latihannya dan ia bisa meninggalkan hutan kep***t ini. 

"Sesudah menyelesaikan latihan kultivasi, host bisa membeli peta navigasi dengan poin."

Dee berfikir. Untuk bisa keluar dari hutan dan mencari basecamp Airlangga, ia pasti butuh peta sebab topografi pulau Jawa jaman kerajaan eksis sedikit berbeda dengan era ia hidup. "Berapa poin?"

"1000 poin."

Uhuk! Dee tersedak. 1000 poin? Hanya untuk peta? What? Bagaimana bisa latihan neraka berdarah-darahnya hanya dihargai dengan selembar peta? Sh*t! Itu perampokan namanya.

"Peta ini serupa dengan GPS versi canggihnya. Peta ini memuat seluruh tempat di dunia ini. Dalam peta juga memuat vegetasi, flora fauna dan isinya. Bisa diperbesar dan diperkecil sesuai tempat yang ingin host cari. Bisa dibawa pulang."

Hati Dee sedikit bisa diajak berkompromi. Latihan berdarah-darahnya tidak berakhir sia-sia. "Berarti aku bisa mengakses seluruh sumber daya berharga di hutan ini, dong?" Simpul Dee dengan senyum serakah di wajahnya.

Berkat peta dari Sistemnya, ia berhasil mengumpulkan semua ramuan berharga dari tingkat rendah ke tingkat tinggi. Bebatuan berharga yang berisi emas dan giok juga tidak lepas dari cakar jahatnya. Semua itu bisa ia tukar untuk uang.

Ia tidak bodoh. Uang memang bukan segalanya. Tapi, ia pembantu yang sangat baik. Dengan uang, misinya membantu Raden Airlangga untuk membinasakan Haji Wurawari dari Lwaram dan sekaligus mengukuhkan tahtanya selaku pengganti Sri Baginda Raja Dharmawangsa.

"Untuk tahap awal cakupan peta hanya 1/4 km dari host. Bisa meningkat sesuai level host."

Dee speechless. Seperti yang diharapkan dari Sistemnya yang murah. Dengan kepribadiannya yang kikir, mustahil ia mengeluarkan barang bagus untuk Dee. Meski kecil cakupannya, peta itu cukup membantu Dee  dalam berburu sumber daya berharga.

Seperti biasa, hari ini pun Dee membuka petanya sebelum berburu. Ia memindai daerah mana yang kaya, tapi paling lemah penjagaannya. Tidak ada sih tempat seperti itu sebetulnya. Setiap tempat yang kaya, pastilah ada penjaganya yang berbahaya. Namun, Dee tidak takut sedikit pun. Kemampuannya hari ini tidak sama dengan saat pertama kali ia datang. Para penjaga itu bukanlah lawan yang sebanding dengannya.

Ketika itu ia melihat titik-titik yang berbeda yang bergerak cepat. Ada 4 titik dikejar kawanan titik. "Sistem!  Titik-titik apa ini?" Tanyanya dengan heran menyodok sistemnya.

"Perbesar saja!" Sahut Sistem menyarankan. Ia malas menjelaskan.

Dee merengut jelek. Bibirnya bersungut-sungut memaki kemalasan Sistemnya. Tangannya dengan cekatan memperbesar peta. Dalam hati membaca tulisan murid Padepokan Gunung Willis dan Pasukan Sriwijaya pada titik-titik tersebut. "Maksudnya ini apa?"

"Memicu misi sampingan. Selamatkan pengikut Airlangga dari pasukan Sriwijaya."

Dada Dee membengkak. Lahar amarah bergolak dalam dirinya. "Kau bercanda denganku? Ku pikir aku sendirian di hutan ini. Jadi, ternyata ada manusia lain?" Kata Dee dengan diiringi backsound gertakan gigi.

"Level host rendah. Tidak bisa mengakses informasi hutan."

Arggg! Dee marah. Sangat marah pada Sistemnya yang telah membullynya terlalu banyak.

Catatan kaki

Prasasti Pucangan yang jadi rujukan kapan Sriwijaya menyerang Mataram Kuno tidak jelas. Lapuk dimakan waktu dan iklim. Akibatnya tidak bisa diterjemahkan secara mutlak. Sriwijaya menyerang Mataram Kuno dinterpretasikan terjadi tahun 1006 M. Ada pula yang menyebut 1016 M. Author lebih memilih terjadi pada tahun 1006 M mengikuti literatur yang Ai baca.

Terima kasih bagi reader yang sudah membaca cerita ini. Terus dukung author ya. Thank you ^_^