Chereads / TRUTH (ketika cinta harus memilih) / Chapter 3 - inikah cinta?

Chapter 3 - inikah cinta?

"Hi, di, disini!" Seseorang berteriak dari kejauhan. Dan ternyata itu adalah Dita.

"Ya" jawabku seraya melambaikan tangan dan segera menghampirinya.

"Kenapa muka mu?? terlihat tidak senang saat bertemu denganku??" tanya Dita yang penasaran karena melihat muka ku yang kusut.

"ngga apa-apa koq, cuma sedikit kecapean." Padahal dihari libur begini, aku ingin bebas tidur dan bermain game sepuasku. Arrggghhhh, malah berpura-pura kencan dengan seorang wanita yang baru ku kenal 4 hari yang lalu.

Disaat aku masih menggerutu dalam hati, Tiba-tiba dia menggandeng tanganku.

"Ehhh apa ini?? Kenapa kamu menggandeng tanganku??" tanyaku dengan nada kaget seraya menarik tanganku.

"Biar kita keliatan seperti benar-benar berkencan tau." jawab Dita dengan kembali mendekap lengan ku.

"ah tapi, hhhh ... terserah deh! " Sedikit munafik memang perkataan ku ini, karena sebenarnya dalam hatiku ada rasa bahagia meski tertutup oleh rasa malu ku.

Kami pun mulai berjalan, dia nampak ceria. Senyumnya, rambutnya, penampilannya, aku mulai memperhatikan semuanya. Dia memang sangat manis.

"Kenapa kamu malah senyam senyum begitu??" tanya Dita yang seketika memecah Lamunan ku.

"Ahhh eehhh anu, enggak koq" jawab ku salah tingkah sembari menggaruk kepala bagian belakang ku yang sebenarnya tidak terasa gatal.

"Hmmm, yaudah, beliin aku manisan itu dong. Kembang gula yang itu loh, kayaknya enak." Dita menunjuk kearah seorang pedagang yang tidak jauh dari tempat kami berdua berdiri.

"Ahhh Ok Ok" jawabku singkat.

Tak berapa lama, aku pun kembali dengan membawa manisan kapas yang besar dan berwarna merah muda.

"Ini manisannya." Kusodorkan manisan yg ia inginkan.

Kami duduk dibangku yang berada dipinggiran taman. Ya, tenang memang.

"Kamu mau gak??" Tiba-tiba dita menyodorkan manisannya kepada ku yang tepat sekali mengenai hidungku.

"Hmmm, apa ini! Kamu sengaja ya???"

"Gak koq, aku gak sengaja" dia berpura-pura bersikap polos dan kemudian menempelkan lagi manisan itu di pipiku.

"Ahhhh, dasar kamu mulai usil ya ta!" Tiba-tiba dia lari dan entah mengapa aku pun mengejarnya. Tawa kami mulai mengiringi "kencan" kami. Dan suntuk ku mulai hilang karenanya.

Setelah satu jam kita duduk dan mengobrol di taman dengan penuh keceriaan, kami memutuskan untuk pergi nonton bioskop, selesai kami menonton film aksi kesukaan Dita, kami pergi menonton festival musik di lapangan kota. Ya... kami menghabiskan waktu seharian penuh berdua. Dan entah mengapa, aku sangat bahagia dengan semua yang kulakukan bersamanya. Hingga tak terasa waktu bergulir sangat cepat dan tak memberikan kesempatan untuk ku bisa lebih lama bersamanya.

Dan tiba saat nya kami berpisah, Sebuah persimpangan jalan di dekat rumah kami menjadi saksi betapa aku mulai menyukai dia, ya aku mulai menyukai Dita.

"Adi, sampai jumpa besok ya." ucap Dita memecah keheningan.

"Iya" jawabku singkat.

Aku terdiam sejenak. Entah mengapa, tiba-tiba aku berjalan sedikit berlari ke arah Dita dan seketika meraih tangannya. Ku kecup bibir nya. Dita hanya terdiam, dan sesaat kemudian aku pun tersadar dan melepaskan tanganku yang sedari tadi memegangi pundaknya. Tak satu pun kata terucap dari bibirnya, dia berbalik membelakangiku dan meninggalkanku dalam kondisi tertunduk, malu karna tlah menciumnya.

"Dita, terimakasih untuk hari ini, aku senang bisa bersamamu." Aku berteriak sebelum dita masuk kedalam halaman rumahnya.

Dita menghentikan langkahnya, dan berbalik ke arahku. Ku lihat titik-titik airmata jatuh diatas pipinya. Namun entah apa yang ingin dia ungkapkan, ia tersenyum padaku sembari mengangguk. Dan kembali meninggalkanku. Sebuah senyum yang berhiaskan airmata, aku tak mengerti maksud dari semua itu.

Apakah dia pun mencintaiku?? Ataukah hanya sebuah ilusi yang ku lihat dalam sadarnya diriku. Semua nya menjadi misteri bagiku.

[Alunan merdu melodi tanpa kata mulai terdengar di telingaku,

Senja kemerahan,

Ah tidak, senja keperakan.

Semua nya menyatu,

Hadirkan beribu tanya dalam batinku.

Apakah kau mencintaiku?

Apakah kau hanya berbahagia di atas rasa penasaranku??

Haruskah ku berteriak?

Meneriakkan hatiku,

Meneriakkan rasaku padamu.

Aku lelaki yang tak sanggup melakukan semua itu.

Meski cinta telah hidup dalam hatiku ribuan tahun yang lalu.]

....

Disuatu pagi disekolah.

"Hi, di. Apa kamu punya waktu sebentar??"

"Oh tidak!!! Apa yg harus aku lakukan sekarang??" Aku mulai membatin.

"Ahhh. Mmm 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Aku tidak punya waktu." Jawabku.

"Oh tidak, kenapa aku malah menolaknya, ini tidak baik bagiku!" kembali ku membatin.

"Oh, yaudah. Tapi istirahat nanti, tunggu aku di pinggir taman sekolah ya." ucapnya.

"Ahhh, baiklah jika itu maumu" jawabku.

aku pun terdiam dengan peluh yang mulai membasahi keningku. Dia adalah Farah, entah ada angin apa tiba-tiba menghampiriku dan mengajakku sedikit berbincang-bincang meskipun tak lama kemudian dia meninggalkanku sendiri dengan perasaan yang campur aduk karenanya.

Tidak begitu lama,

"Ada apa ini di? Sebenernya lu jadian sama Dita atau Farah??" Dino tiba-tiba berada dibelakang ku dan bertanya.

"Hah???? Aku nggak jadian sama siapapun!" Jawabku dengan nada sedikit kaget, aku tak menyangka jikalau sahabatku bisa berpikir seperti itu.

"Terus tadi itu apa??" Tanya Dino lagi.

Ringgggg... riiiingggg....

Bel pun berbunyi sebelum sempat untuk ku menjawab pertanyaan Dino. Aku pun segera merapihkan bangku tempat ku duduk dengan Dino yang meninggalkanku kembali ke bangkunya. Nampak sekali dia masih memendam rasa penasaran akan hubunganku dengan kedua gadis itu.

"Lain kali kau harus menceritakan semuanya padaku!" Dino kembali ke tempatku hanya untuk mengucapkan kalimat itu.

"Ok Ok." jawabku singkat.

...

Waktu berjalan cepat, membuatku semakin gugup mengetahui ini adalah saat ku untuk menemui Farah di taman.

"hhhhhhhh, sudah saatnya, malu rasanya" aku membatin.

Aku pun mulai merapihkan mejaku dan mulai melangkahkan kakiku menuju taman. Ku lihat dia sudah pergi meninggalkan kelas lebih awal dari pada aku.

Gugup rasanya, tapi aku harus bisa menghadapinya. Kuhentikan sejenak langkah ku, ku tarik nafas ku dalam-dalam, mencoba menenangkan hatiku yang sedari tadi tak bisa tenang. Dan benar saja, dia sudah ada di pinggir taman tempat dia ingin menemuiku. tepat di sebuah bangku panjang dia duduk seorang diri.

"Ahhh mmmm, maaf, kamu sudah lama disini?" Aku menghampirinya seraya bertanya.

"Pertanyaan yang aneh, kenapa kamu bertanya seperti itu padahal kita berada dikelas yang sama!?" Dia malah balik tanya padaku dengan pertanyaan yang sebenarnya malah membuatku jadi semakin gugup.

"Ah maaf, aku tidak bermaksud seperti itu." Aku menunduk, yang justru malah membuatnya tersenyum seolah ingin tertawa.

"Kamu ini lucu ya!? Apa kamu gugup berbicara denganku.?" tanya Farah dengan menahan tawanya.

"Sedikit" jawabku singkat.

"Sudahlah, duduklah." Ajaknya padaku.

"Hmmm, sebenarnya kamu ada perlu apa, far?" tanyaku sembari melangkah mendekatinya dan kemudian duduk di sampingnya.

"Begini, makasih udah selalu menghibur ku dengan bunga dan surat-surat yang kamu kirim buat aku." ucap Farah.

"Hah??" Sumpah, aku kaget. Aku Benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Iya, sebenarnya udah seminggu ini aku diputusin ama pacarku. Ya, dia bilang padaku kalau dia mulai sibuk dengan ujian akhir, dia senior kita di sini. Aku memang kurang mengerti dirinya. Karena memang aku masih duduk di kelas 2, sama sepertimu. Tapi puisi yg kamu buat itu, benar-benar membuatku sadar, jikalau arti dari mencintai itu bukan tentang memiliki, tapi tentang memberi dan membuat dia yg kita cintai menjadi bahagia dengan sepenuh hati. Mungkin aku akan merelakan dia, karena hanya dengan begitu aku bisa menunjukan rasa cintaku sekarang ." Jelasnya panjang dan lebar. Namun aku tetap tidak mengerti sama sekali, karena aku tak pernah mengiriminya bunga juga puisi.

Aku pun hanya terdiam mendengarkan penjelasannya sembari berpikir sebenarnya apa yang terjadi disini.

"Dan untuk perasaanmu, mungkin aku belum bisa membalasnya sekarang, di. Karena aku masih sangat mencintai senior ku. Tapi ketahuilah, aku mulai bersimpatik kepadamu. Dan bukankah itu adalah awal yg baik untuk menumbuhkan benih cinta???" Lanjutnya.

"Simpatik, benih cinta???" Aku membatin.

"Ahhhh??? Apa katamu???" tanyaku masih belum mengerti apa yg tengah terjadi sekarang.

"Ya, intinya, aku berterimakasih karena kamu telah menghibur ku. Mungkin suatu saat aku akan bisa mencintaimu. Tapi bukan sekarang." Jawabnya dengan sedikit tersipu.

Aku hanya terdiam, lebih tepatnya melongo dengan ucapan-ucapannya, dan tetap dengan kebingungan akan apa yang tengah terjadi sekarang ini.

"Yaudah, aku pergi dulu ya. Sampai nanti, aku menunggu mu hari Minggu besok. Karena kau tlah mengajakku."

"Hah?? Hari Minggu? Mengajakmu? Kemana?" Jawabku dengan pertanyaan balik padanya.

"Kencan!" Jawabnya sembari meninggalkanku duduk dipinggir taman sendiri.

"Hahhhhh!!! Aku mengajaknya kencan??? Hari Minggu ini??? Aku tak ingat itu!!" Aku bertanya pada diriku sendiri, karena aku masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.

"Kenapa bengong??? Kaget?" Tiba-tiba sebuah suara memecahkan lamunanku kala itu juga.

"Dita?? Ada apa?"

"Kamu gak ngerti dengan apa yang terjadi barusan kan???" Tanya Dita.

"Ya, aku bingung. Ada apa sebenarnya?? Jangan-jangan kamu yang sudah melakukan semua ini???"

"Tidak, aku hanya menyampaikan, semuanya adalah karena dirimu sendiri. Ya, puisimu."

"Jangan bilang kau mencuri semua puisi buatanku!?" Grrrrr, aku marah, tapi juga senang

"Hehehehe, nggak koq, kamu kan suka bawa-bawa flashdisk tuh kalo ke sekolah, aku buka, eh ternyata isinya puisi semua, aku salin deh, aku print, terus aku kirimin sehari satu puisi dengan setangkai mawar ke Farah. Dan lihat, semuanya berhasil kan???"

"Iya, tapi entah, apa aku harus bahagia atau bersedih dengan semua ini." ucapku.

"Apa maksudmu?? Harusnya kamu senang dan berterimakasih padaku karena ku bisa membuatmu bisa berkencan dengannya." ucap Dita.

"Entahlah ta, aku mau masuk kelas. Bel sudah berbunyi." Aku pun mulai melangkahkan kakiku. Meninggalkan Dita dipinggir taman.

"Dasar!!" teriak Dita.

Tak kuhiraukan apa yang dia teriakkan, sungguh, entah mengapa aku malah sedikit bingung dengan perasaan hatiku ini. Mungkinkah ciuman kemarin bukanlah sesuatu yang spesial baginya seperti apa yang kurasakan saat ini. Entahlah, aku sendiri bingung dengan semua sikap Dita.

Dita berlari melewati ku, dan entah mengapa ku lihat sedikit tetesan air mata yang jatuh di pipinya. Meski tak begitu jelas aku melihatnya, namun aku tau pasti jikalau Dita tengah menangis kala itu.