Chereads / Alta dan Allamanda / Chapter 7 - Bab 3 B | at Spring Breeze Cafe

Chapter 7 - Bab 3 B | at Spring Breeze Cafe

Lamanda jadi gemas sendiri melihat Davino merajuk seperti anak kecil yang menginginkan balon lima warna sekaligus. Tapi, di sisi lain ia masih kesal karena bercandaan Davino keterlaluan, namun melihat eye puppies Davino, ia jadi luluh pada akhirnya.

"Iya."

Mata Davino langsung berbinar. "Dimaafin nih?"

"Hm."

"Jangan cuek gitu, Lamanda."

Lamanda menghela napas. "Iya."

Davino meraih tangan Lamanda. Menggenggamnya erat dan berkata. "Sayang Lamanda."

Lamanda mencengkram bantal di pangkuannya. Pikirannya mulai mengobrak-abrik ingatan beberapa tahu yang lalu. Ia menunduk dan mempererat cengkramannya ketika dadanya terasa sakit. Tangannya bergetar, ia mati-matian menahan tangis karena memori yang baru saja berputar di kepalanya padahal yang berputar di ingatannya tadi adalah salah-satu moment indah yang pernah terjadi di hidupnya.

Ah, ada yang harus kalian tahu bahwa ada saatnya kita akan menangis saat mengingat hal-hal indah dalam hidup kita karena sekuat apapun kita berusaha, kita tidak akan pernah bisa mengulangnya kembali.

Intinya, semua hal indah akan terasa menyakitkan jika sudah menjadi kenangan.

Kaila yang pertama kali sadar akan keadaan Lamanda langsung duduk disamping gadis itu, "Lam? Are you okay?"

Lamanda diam, tidak mampu mengeluarkan sepatah kata karena dadanya mendadak sesak. Persendiannya terasa nyeri hingga menjalar ke punggungnya. Napasnya mulai terasa berat dan pendek-pendek.

"Ka!!" panggil Arsya ketika melihat wajah Lamanda yang semakin pucat.

Kalka meletakkan gitarnya lalu bergegas menghampiri Lamanda. Diusapnya kepala Lamanda yang mulai berkeringat dengan tangan bergetar. Ia langsung menggendong Lamanda yang hampir tidak sadarkan diri lalu bergegas menuruni tangga diikuti Arsya dan Kaila di belakang.

"ARSYAA!!" teriak seseorang menghentikan langkah gadis yang rambutnya dibiarkan terurai itu, diikuti Kalka dan Kaila yang juga memilih berhenti. Arsya menoleh dan mendapati Raskal beserta teman-temannya.

Raskal mengahampiri Arsya lalu mengarahkan pandangan pada gadis yang digendong Kalka. Meskipun wajahnya tidak terlalu jelas karena tertutup helaian rambut, Raskal tahu kalau gadis itu Lamanda, teman sebangkunya. "Lo ngapain disini?" tanya Raskal pada Arsya, matanya tidak lepas dari sosok Kalka, seseorang yang sempat menjadi temannya. Dulu.

Melihat Lamanda yang hampir tak sadarkan diri. Kalka mengacuhkan Raskal lalu dengan terburu membawa Lamanda keluar kafe dan menginterupsi agar Arsya dan Kaila cepat menyusulnya.

Raskal mengedikkan bahunya acuh. Ia mengalihkan pandangannya lalu mendengus melihat ekspresi datar dua manusia dihadapannya. "Kenapa sih dia?" tanya Raskal lagi.

Kaila mengangkat kedua alisnya. "Buta ya lo? Lo nggak lihat dia kenapa tadi? Masih aja nanya!!"

"Yee gue nanya baik-baik ya. Jangan ngegas dong. Santai," kata Raskal.

Arsya menghembuskan napas saat mencium bau-bau pertengkaran setelah ini. Raskal memang manusia terbaik dalam hal membuat orang emosi dengan hal sekecil apapun.

Ia langsung meraih tangan Kaila dan beranjak dari sana, tidak ingin meladeni Raskal. Tapi sialnya langkahnya terhenti karena tangannya yang bebas malah ditahan Raskal.

"Lo apaan sih?!" geram Arsya membuat Raskal menyeringai. Ia mencoba melepaskan cekalan Raskal tapi gagal.

"Gue manusia lah," jawab Raskal tanpa dosa.

"Lepasin nggak!!" bentak Arsya.

"Nggak mau."

Raskal membuat Arsya emosi di saat yang sangat tidak tepat. Arsya melepaskan tangannya dari Kaila dan maju mendekati Raskal.

Plak

Seantero kafe sontak mengalihkan pandangan ke arah mereka usai mendengar suara tamparan yang begitu nyaring. Termasuk Kaila yang otomatis mundur selangkah.

Pipi Raskal memanas meskipun ini bukan kali pertama Arsya menamparnya. Ia melepas cekalannya dan mengusap pipinya.

Arsya tercekat ketika mendapati sudut bibir Raskal berdarah. Tapi, ia langsung menenangkan dirinya dan mengintuisi bahwa Raskal memang pantas mendapatkan hal itu. Berulangkali ia menenangkan dirinya namun gagal begitu melihat Raskal yang meringis kesakitan.

"Sorry," kata Arsya pada akhirnya.

Namun, sedetik kemudian, usai berkata maaf, Arsya kembali menarik Kaila yang melongo menyaksikan kejadian di hadapannya lalu meninggalkan Raskal yang masih berdiri di tempat. Raskal tersenyum kecut kemudian kembali ke teman-temannya yang sedari tadi mengikuti gerak-geriknya.

Ketika Raskal duduk, Keral langsung mematikan rokoknya. "Malu-maluin."

"Nggak usah jadi temen gue kalau gitu. Gue emang sering malu-maluin."

Keral berdecih. "Jangan deketin Arsya."

Raskal mengangkat sebelah alisnya, "Apa urusannya sama lo? Suka-suka gue lah."

"Lo sama dia nggak cocok, jadi percuma lo ngegebet dia," kata Keral.

"Siapa juga ngegebet Arsya. Lagian masih banyak cewek yang lebih dari Arsya kalau gue mau."

Satya -yang sedari tadi hanya fokus streaming MV JKT48- mulai memperhatikan kedua temannya yang membahas soal Arsya karena merasa terganggu dengan ocehan keduanya.

"Kampungan banget sih. Kalau mau rebutan cewek tolong jangan rame-rame. Mending salah-satunya ngalah deh," kata Satya.

"Dih, maksud lo rebutin Arsya? Sorry aja nih, she's not my type. Kurang gede man," balas Raskal.

"Kurang gede gimana? Emang lo pernah lihat?"

Raskal menyeringai. "Menurut lo?"

"Nggak cuma pernah lihat, right?"

"Tapi lumayan lah, pas di tangan. Cuma ya git--mau kemana lo?" tanya Raskal begitu melihat Keral beranjak dari duduknya.

"Gue duluan," pamit Keral. Setelah itu ia pergi dari sana, meninggalkan kerutan bingung di dahi Raskal dan Satya.

"Lo sih nggak mau ngalah. Dia suka Arsya kali, makanya sensi lo bahas beginian," kata Satya begitu Keral hilang dari pandangan.

"Sejak kapan Keral suka cewek tepos gitu? Sejak Laudi nggak enak dipakai lagi?"

"Astagfirullah," sebut Satya. Ia mengeplak kepala Raskal dengan sekuat tenaga membuat temannya itu mengaduh.

"Kenapa lo keplak gue bego?!!"

"Biar rontok semua tuh kotoran di kepala lo."

"Anj*r. Iya gue kotor dan penuh dosa. Lo suci," ucap Raskal kesal karena kepalanya memang sakit beneran. Apalagi tadi sudah mendapat tamparan dari Arsya.

"Syukur deh lo sadar."

"Iya lah. Gue kan tahu diri. Emangnya lo, banyak dosa tapi ngerasa suci."

"Eh kampr*t!"

Raskal acuh. Ia meminum cappuccinonya hingga tandas kemudian menatap Alta yang sejak tadi diam sambil memperhatikan ponselnya.

Merasa sedang diperhatikan, Alta menoleh ke sebrang mejanya, menatap Raskal yang juga menatapnya. Alta mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?"

"Harusnya gue nanya lo kenapa?"

"Emang gue kenapa?"

Raskal menganggangkat kedua bahunya. "Mulut lo nggak pegal gitu diem mulu daritadi?"

"Enggak."

"Lo ngomong apa kek gitu biar nggak garing." Raskal jadi kesal sendiri karena suasana benar-benar krik. Apalagi nongkrong di kafe ababil begini bukan tipikal dia banget. Kalau saja kemarin malam ia tidak bikin ulah di club, sudah pasti ia tidak akan terdampar disini dan menuruti usul Satya untuk menikmati Wi-Fi gratis di kafe ini. Raskal berdecak. "Jangan bilang lo juga nggak tahu kalau Keral udah balik duluan"

Alta melihat kursi Keral yang sudah kosong. Berarti benar ucapan Raskal kalau Keral sudah balik duluan. Ia hanya bergumam menanggapi. Beberapa detik setelahnya, kembali fokus pada ponselnya.

Sekali lagi, ingatkan Raskal kalau membunuh orang itu adalah dosa besar.

***

Terimakasih sudah membaca sampai sejauh ini:)

Komentar dong haha