"Hallo! Mas dimana?" tanya Iinas seketika panggilannya diangkat di sebrang sana. Tubuhnya lelah sekali, begitu pulang dia malah dihadang oleh Mama Papanya lagi.
Kenapa? apa lagi kalau bukan teror 'kamu kapan jadi mau nikah?'
Huh!
"Ini masih di kantor. Kenapa Nas?" jawab suara maskulin di sana.
"Besok Papa mau ketemu sama Mas." Karena lelah, Iinas tidak mau berbasa-basi. Lagi pula, dia juga sedang malas bicara sebenarnya.
"Hah?"
"Iya, besok Mama sama Papa mau ketemu Mas. Mau tanya soal keseriusan hubungan kita!" jelas Iinas mencoba untuk bersabar. Punggungnya sudah bersandar aman di ranjang empuk kesayangannya.
"Kok Mendadak sih, Nas?"
"Mendadak gimana sih, Mas? Mama sama Papa juga sudah sering mau ngomong, tapi mas selalu menghindar. Mas serius nggak sih sama aku? Kalau serius, harusnya Mas punya inisiatif sendiri dong! Bukannya malah kelihatan kabur-kaburan begini."
Sekarang, Iinas mulai kesal. Masalahnya bukan sekali dua kali orang tuanya mencoba untuk bericara serius dengan 'pacarnya' Iinas ini. Tapi, selalu begitu. Ada saja alasan Mas Agus ini untuk mangkir dari panggilan orang tuanya. Awalnya Iinas memaklumi, karena pekerjaanya juga. Dia juga paham bagaimana kerjaan orang lain, karena jika sedang overload, kerjaannya benar-benar tidak bisa ditinggal.
Dia maklum.
Tapi, lama-lama dia jengah juga. Mulai mempertanyakan hubungannya ini. Mulai mempertimbangkan untuk menyudahinya saja. Buat apa dilanjutkan kalau tidak ada niatan serius dari Mas Agusnya itu. Lagipula, dia juga tidak cinta-cinta amat sama 'kekasihnya' ini.
Waktu itu, hanya... apa ya? Mengisi kekosongan mungkin. Atau waktu itu Iinas hanya ingin mencoba sesuatu yang baru. Meskipun coba-cobanya Iinas ini bertahan cukup lama. Hampir dua tahun! Tapi, sekarang kebosanan dan lelah mulai menerpanya.
"Serius lah, Nas. Aku dari dulu serius sama kamu. Bukanya kabur-kaburan, tapi ini memang kerjaan lagi padet banget, Nas. Kamu ngertiin aku dong." Bullshit-lah! Batin Iinas.
"Udahlah Mas. Aku capek gini terus. Terserah Mas aja, aku juga nggak maksa kok, aku cuma nyampein pesan Papa aja." Iya benar, Iinas sudah terlalu lelah. Beban pekerjaannya yang berat, ditambah todongan orangtuanya untuk segera menikah, membuatnya semakin stress. Belum lagi, ultimatum Papanya barusan, kalau sampai si Agus tidak datang lagi, maka Iinas harus cari calon suami lain saja. Papanya sudah 100% tidak setuju dengan Agus-agus ini. Kalau kemarin tingkat ketidaksetujuannya masih 60%, maka besok akan naik 40% jika Agus tidak menunjukkan niat baik dan keseriusannya.
Lah dipikirnya gampang apa cari calon suami lain?
"Jangan marah dong, Sayang. Aku janji, nanti kalau kerjaan aku udah selesai, aku pasti bakalan datang ke Papa kamu." rayu lelaki di ujung sana. Selalu begitu, tapi sekarang Iinas tidak mau ambil pusing.
"Hmm. Terserah Mas aja." Bodo amatlah kalau orang tuanya tidak setuju dengan hubungannya. Harusnya Iinas menyampaikan ultimatum Papanya itu kepada 'pacarnya'. Tapi, Iinas sudah malas. Dia tak mau lagi ambil pusing. Terserah nanti mau diapakan sama orang tuanya. kepalanya sudah cukup berat untuk menanggung ini semua.
"Beneran, aku janji nanti kesana setelah pekerjaanku selesai."
"Iya, aku percaya. Sudah dulu ya Mas, aku capek mau istirahat dulu."
"Good nite, Sayang. Love You."
"Hmm."
----------
tbc