Sebelumnya Cathy bermimpi saat sebuah lampu hias jatuh menimpa dirinya yang masih kecil. Kini dia memimpikan hal lain. Seorang pria dewasa memakai topeng hitam telah menggendongnya serta anak laki yang tadi memeluknya menjauh dari tempat lampu hias tersebut.
"Zeezee.." seru Rinrin dengan riang.
Sementara Vincent memandang orang tersebut dengan tatapan bertanya-tanya. Orang bertopeng hitam mengusap kepala kecil Rinrin sebelum pergi dan menghilang dari pandangan mereka.
"Kalian baik-baik saja?" tanya wanita berambut coklat kemerahan.
"Aku baik-baik saja." jawab Vincent kemudian melirik ke arah Rinrin yang masih tertawa, "Sepertinya dia juga tidak terluka." lanjutnya dengan hembusan nafas lega. "Chloe, tadi itu bahaya sekali."
"Kau benar. Aku harus memanggil orang untuk memperbaikinya. Lebih baik kita menggunakan lampu berukuran biasa." gumam Chloe lebih ditujukan pada diri sendiri. "Kau hebat sekali, kau sama sekali tidak takut dan melindunginya." ucap Chloe sambil mengelus puncak kepala Vincent membuat anak kecil tersebut tersenyum lebar. "Aku bangga padamu...Vincent."
Tepat saat nama Vincent disebut, Cathy terbangun dari tidurnya. Vincent? Nama anak laki itu adalah Vincent? Benar. Wajah anak itu sama persis seperti yang dilihatnya di galeri kuno yang didatanginya bersama Felicia. Dia tidak mungkin salah. Ingatannya dalam mengingat wajah seseorang cukup tajam, karena itu dia yakin dia tidak salah.
Tapi... mengapa dia memimpikan masa kanak-kanak Vincent? Mengapa dia juga melihat ibu kandungnya di mimpinya? Ini pertama kalinya dia melihat ibunya dengan penuh warna. Rambut ibunya bergelombang dengan warna coklat kemerahan, serta kulit putih bersih dan halus. Warna mata coklat terang membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangan dari sepasang mata indah ibunya. Bahkan sebagai seorang wanitapun, Cathy merasa terpesona akan kecantikan ibunya.
Dia tahu ibunya sangat cantik dilihat dari foto, tapi dia sama sekali tidak menyangka kecantikannya jauh melebihi apa yang dilihatnya saat dia melihatnya dengan penuh warna.
Hanya didalam mimpinya saja dia bisa melihat berbagai macam warna. Karena itu dia merasa sangat bersyukur bisa melihat ibunya walau hanya sekedar di mimpinya.
Hanya saja dia masih belum mengerti mengapa dia memimpikan masa kanak-kanak Vincent? Atau... apakah mungkin dia pernah bertemu dengan Vincent sewaktu dia masih kecil dulu?
Samar-samar terdengar suara ribut dari luar membuyarkan lamunannya. Kini dia menyadari lingkungan disekitarnya. Dia berada dalam ruangan gelap dengan kedua tangannya telah diikat tali. Cathy berusaha tetap tenang melawan rasa ketakutan yang mulai merayap menjalari hatinya. Dia mencoba mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari tempat ini.
Seharusnya dia merasa takut menyadari dirinya telah diculik. Tapi entah kenapa dia bisa mengendalikan rasa takutnya. Mungkin karena sudah diperingatkan dan mendapatkan beberapa pelatihan dari Kinsey serta Paul, Cathy tidak membiarkan ketakutan menguasainya.
Cathy mencoba mengingat kembali rentetan hal yang dilakukannya sebelum berakhir ke tempat ini. Dia ingat dia menerima sebuah pesan, dan pengirim memintanya untuk datang ke sebuah tempat. Kemudian dia naik ke taxi untuk menuju ke tempat tersebut lalu... dia tidak ingat.
Baiklah, itu berarti dia diculik saat dia berada di taxi. Ada kemungkinan supir taxi telah bersekongkol dengan penculiknya atau bahkan supir itu merupakan salah satu penculiknya. Sekarang Cathy harus memikirkan bagaimana dia bisa melarikan diri dari tempat ini dan mencari bantuan.
Bang! Padahal Cathy nyaris memikirkan untuk mengambil ponselnya, namun suara tadi melenyapkan semua rencana yang dibuatnya. Suara keras tadi membuatnya agak takut sekaligus bingung apa yang sedang terjadi di luar. Kini mata Cathy telah beradaptasi dengan kegelapan. Dia bisa melihat beberapa benda di dalam ruangan. Tidak ada benda yang cukup berguna untuk melepaskan ikatan di tangannya.
Kemudian, Cathy memberanikan diri membuka pintu secara perlahan-lahan. Dia menelan ludah saat sedikit cahaya mulai masuk dari pintu yang terbuka dan suara ribut mulai terdengar dengan jelas.
Cathy membukanya lebih lebar lagi membuatnya mengenal arti suara ribut tersebut. Suara itu seperti suara sebuah perkelahian. Dia tidak tahu siapa yang berkelahi, yang dia tahu dia bisa melarikan diri karena tidak ada siapapun yang menjaga pintunya.
Dia berlari berlawanan arah dari sumber suara. Dia tidak tahu dia berada dimana ataupun jalan keluarnya. Setiap kali dia mendengar suara orang yang mendekat, dia akan bersembunyi di balik dinding atau pilar. Kemudian berlari kembali berbelok-belok secara acak hingga akhirnya dia tersesat menemui jalan buntu.
Cathy hendak kembali pada jalan awal namun menghentikan langkahnya saat mendengar langkah orang berjalan ke arahnya. Apakah dia sudah ketahuan? Apakah dia akan tertangkap lagi? Mengapa dia harus mengalami hal seperti ini? Kakaknya dan pamannya sudah sering memperingatkannya untuk berhati-hati. Dia sudah sering disuruh untuk waspada karena banyak yang ingin menculiknya setelah tahu bahwa dia adalah putri Chloeny Paxton.
Cathy juga tahu alasan mengapa mereka ingin menculiknya. Itu karena dia memiliki kunci pengaktifan Stealth. Padahal yang sebenarnya dia sama sekali tidak tahu seperti apa kunci itu atau dimana keberadaannya. Yang dia tahu, ibunya telah menitipkannya pada seseorang dan jika orang itu bersedia, orang itu akan menemuinya dan menyerahkan kuncinya.
Sayangnya, ibunya tidak memberitahunya siapa orang tersebut atau dimana orang itu tinggal. Karena itu usaha mereka untuk menculiknya akan sia-sia. Justru itu dia akan berada dalam bahaya begitu penculik tahu dia tidak memiliki kuncinya. Dia bisa saja mati dibunuh ditempat kalau Cathy terbukti tidak memiliki kunci pengaktifan Stealth.
Kini dia mengerti mengapa Chloe meminta maaf padanya karena dia memiliki Chloe sebagai ibunya. Cathy sendiri juga berharap dia bukanlah anak dari keluarga Paxton. Kalau bisa dia ingin terlahir di keluarga normal. Tapi seperti apa yang dikatakan ibunya, dia tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orangtuanya.
Karena itu dia memutuskan untuk menghadapinya. Dia adalah putri dari Marcel Alvianc dan Chloeny Paxton. Dia adalah Catherine Alvianc. Dia tidak akan melarikan diri lagi dari kenyataan ini.
Jantungnya berdetak dengan cepat saat menyadari langkah kaki orang tersebut semakin terdengar jelas. Cathy sudah bersiap untuk melawan jika seandainya orang itu berusaha menangkapnya. Cathy tidak ingin kembali ke ruangan gelap itu. Dia tidak ingin membiarkan dirinya tertangkap tanpa perlawanan lagi.
Jantungnya berpacu semakin cepat saat dirasanya orang tersebut semakin dekat. Dia bahkan bisa melihat pantulan bayangan hitam didinding menandakan seseorang akan muncul dalam beberapa langkah. Tepat saat orang tersebut melewati jalanan tempat Cathy berada, Cathy sudah menghilang.
Sebelum mata orang tersebut melihat Cathy, lengan Cathy telah ditarik ke dalam sebuah ruangan yang tertutup oleh lemari besi. Mulutnya dibekap dan tubuhnya didekap dengan erat oleh sebuah tangan kekar. Cathy berusaha meronta dan melepaskan diri.
Dia merasa dirinya benar-benar sial. Padahal tadi dia sudah siap melawan, tapi kenapa dia malah ditangkap oleh orang lain dengan mudahnya?
"Sst, jangan bergerak." bisik orang yang menangkapnya membuat Cathy mematung.
Suara itu.. aroma yang diciumnya dari tangan yang mendekap mulutnya... Apakah orang yang berdiri dibelakangnya adalah Vincent? Benarkah itu?
Selama ini dia berpikir telah melupakan suara Vincent, tapi kenyataannya dia bisa langsung mengenali suara pria itu. Dan aroma yang dihirupnya. Tidak salah lagi.. aroma lemon yang masih sama seperti yang diingatnya setahun ini. Tidak diragukan lagi, orang yang saat ini menahannya dari belakang adalah Vincent.
Kedua mata Cathy berkaca-kaca menyadari... tidak peduli apakah hati kecilnya menyalahkan Vincent ataupun mulai membenci pria itu; Cathy sama sekali tidak bisa mengelak dari rasa kerinduannya terhadap kekasihnya. Dia sangat merindukan Vincent dengan amat sangat.
Cathy masih terdiam saat Vincent menjauhkan tangannya dari mulutnya dan melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya. Secara perlahan Vincent memutar tubuhnya dan kini keduanya saling berhadapan.
Vincent menghapus air matanya dengan lembut sambil tersenyum kecil. "Aku memang menantikan pertemuan kita, tapi tidak seperti ini. Apa kau baik-baik saja?"
Cathy membuka mulutnya untuk menjawab tapi tidak ada satu katapun terucap dari mulutnya. Akhirnya Cathy melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Vincent dan menenggelamkan kepalanya ke dada pria itu.
Vincent tersenyum dan membalas pelukannya tidak kalah eratnya.
"Kita bisa saja melakukannya seharian, tapi kita tidak punya banyak waktu. Aku tidak bisa membiarkan mereka menangkapmu lagi." ujar Vincent sambil menguraikan pelukannya. "Ayo kita pergi dari sini."
Cathy menjawabnya dengan anggukan kepala dan hatinya terasa penuh saat dia merasakan genggaman tangan besar yang dirindukannya.
Mereka berjalan melewati koridor yang berliku-liku. Tempat ini bagai labirin yang sangat rumit. Jika tidak mengenal tempat ini mereka bisa tersesat. Anehnya, Vincent tampak tahu jalan keluar dari tempat ini. Karena itu Cathy hanya mengikutinya dan berjalan di belakangnya.
Sesekali mereka akan berhenti sebelum berbelok untuk memastikan tidak ada siapapun disana. Dan saat mereka berhenti di pojokan koridor bercabang, mereka mendengar suara seperti sebuah obrolan santai antara tiga hingga lima orang. Setelah menyuruh Cathy untuk tidak bergerak dan menunggunya, Vincent segera berjalan mendahuluinya dan terdengar suara beberapa erangan di belokan.
Apa yang terjadi? Hati Cathy mulai merasa was-was dan gelisah. Dia berharap tidak ada terjadi apa-apa pada Vincent.
Tidak lama kemudian Vincent kembali dan menggandengnya berjalan melewati beberapa tubuh yang jatuh pingsan di dua sisi. Area dalam gedung memang tidak terlalu terang karena pencahayaan sangat minim. Namun Cathy masih bisa melihat tubuh-tubuh pria berbadan besar kini tumbang disekitarnya. Apakah mungkin Vincent baru saja menghajar mereka semua?
Cathy menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak mungkin. Vincent tidak mungkin melakukannya. Itu bukanlah Vincent yang dikenalnya.
Kemudian keduanya menuruni tangga hingga tiba di lantai terbawah dimana ada beberapa mobil terparkir disana. Vincent segera membawa Cathy masuk ke dalam salah satu mobil dan memasangkan sabuk pengaman. Dengan cepat dan cekatan, Vincent menjalankan mobilnya dan langsung mengegas dengan kecepatan penuh.
Kedua mata Cathy membelalak lebar saat menyadari mobil yang mereka naiki akan menabrak pagar kawat yang terkunci. Cathy memejamkan matanya dan setelah beberapa detik barulah dia membukanya kembali.
Jantungnya mulai kembali tenang saat kini mereka memasuki jalan raya kosong dan menjauh dari tempat gelap tadi. Sayangnya, Vincent sama sekali tidak ada niatan menurunkan kecepatannya.
"Vincent, aku rasa kita tidak perlu melaju secepat ini." Cathy sungguh khawatir mereka akan mengalami kecelakaan mengingat kini mereka melaju dengan kecepatan jauh diatas batasan yang ditetapkan.
"Aku tidak bisa melakukannya. Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa ada disana? Mengapa kau keluar rumah tanpa Owen atau siapapun?"
"Bukankah kau yang menyuruhku untuk datang? Aku menerima pesanmu dan tanpa pikir panjang aku langsung keluar rumah." Cathy sama sekali tidak menyadari Vincent telah mengenal Owen, supir barunya.
"Berikan ponselmu padaku."
Cathy merogoh kantong bajunya dan memberikannya pada Vincent yang sedetik kemudian sudah terlempar melewati jendela mobil.
"Kenapa kau membuangnya?" nada suara Cathy setengah tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Aku sama sekali tidak mengirim pesan padamu. Salah satu alasan mengapa aku tidak menghubungimu karena aku tidak ingin mereka memanfaatkanku untuk memancingmu keluar dari perlindunganmu."
"Sebenarnya siapa mereka? Dan.. darimana kau tahu semua ini?"
Belum sempat Vincent menjawab ada sebuah letusan pistol mengenai kaca belakang mobil mereka membuat Cathy menjerit.
Cathy menoleh ke belakang dan melihat ada sebuah peluru menancap pada kaca belakang. Sekali lagi jantung Cathy berdesir ketakutan melihat jumlah peluru terus bertambah di kaca mereka. Tidak hanya itu, Cathy melihat setidaknya ada tiga mobil besar mengejar mereka bahkan berusaha memojokkan mobil mereka.
"Vincent.." Cathy sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa takut dan kekhawatirannya.
"Mobil ini anti peluru, kau tidak perlu takut."
Bagaimana mungkin dia tidak takut kalau kini mobil mereka telah dikepung? Dua mobil musuh berada di masing-masing sisinya berusaha menghimpit mereka sementara satu mobil lagi melaju tepat dibelakangnya sambil menubruk mobilnya dengan keras.
"Pegangan!"
Cathy mencengkeram sabuk pengamannya sambil memejamkan mata tidak berani melihat apa yang sedang terjadi. Dia merasakan goyangan dahsyat ke samping kanan dan kiri, kemudian dia merasakan mobil tertahan dengan kekuatan penuh.
Vincent mengerem secara mendadak mengakibatkan mobil belakang menabraknya mendadak dan melenceng dari jalurnya, sedangkan dua mobil yang menghimpitnya masih melaju dan saling bertabrakan membuat keduanya juga keluar jalur. Vincent memanfaatkan kesempatan ini untuk bebas dari mereka dan masuk ke dalam terowongan.
"Kau bisa berenang? Tentu saja kau bisa."
Cathy tidak mengerti mengapa Vincent menjawab pertanyaannya sendiri dan apa hubungannya antara situasi ini dengan dirinya yang bisa berenang? Cathy memang bisa berenang tapi dia bukanlah perenang handal ataupun perenang profesional. Dia hanya berenang untuk kesenangan saja.
Sekali lagi Cathy membuka matanya untuk bertanya mengenai hal ini saat dia menyadari jalan di depan adalah menuju sebuah jurang. Mereka berjalan lurus ke arah jurang?!
Pertanyaan apapun yang dia ingin tanyakan sebelumnya kini menghilang digantikan rasa ngeri. Sebelum dia sempat mencegah Vincent untuk menghentikan laju mobilnya, mobil mereka sudah melompat ke udara dan terjun bebas ke bawah... ke dalam lautan.