Cathy dan Felicia memasuki sebuah bangunan kuno yang terdiri tiga lantai. Begitu masuk ke dalam, Cathy bisa melihat banyak foto didalam figura yang terpajang di atas meja. Foto seorang anak lelaki dan perempuan. Ada juga foto dua anak lelaki dan juga wajah-wajah anak kecil lainnya.
Felicia menjelaskan satu per satu foto tersebut. Rupanya kebanyakan foto disana adalah foto Vincent serta Felicia sewaktu masih kecil.
Ini pertama kalinya Cathy melihat foto Vincent saat masih kanak-kanak. Dia merasa Vincent terlihat sangat imut dan manis sewaktu muda. Dia juga melihat sinar mata jahil serta senyuman lebar yang masih melekat di wajahnya.
Cathy tidak banyak bicara, tapi dia sangat menikmati penjelasan Felicia.
"Coba lihat ini."
Cathy melihat seorang anak lelaki di tempat tidur dengan rambut hitam berdiri tegak. Terlihat sekali anak tersebut baru bangun tidur.
"Bukankah lucu? Rambutnya selalu seperti ini tiap kali bangun tidur. Karena itulah aku menyebutnya sebagai landak hitam."
Cathy hanya tersenyum menanggapi tawa cekikikan dari Felicia.
Selanjutnya Felicia menunjukkan sebuah foto dimana Vincent kecil mencubit pipi seorang anak lelaki yang lebih tinggi darinya. Rupanya anak lelaki tersebut adalah Benjamin.
Ini juga pertama kalinya Cathy melihat foto pamannya sewaktu masih kanak-kanak. Cathy tidak melewatkan ekspresi sedih dan terluka pada diri Felicia saat menyebut Benjamin.
Cathy juga menyadari, Felicia berusaha menghindar dari foto-foto Benjamin dan hanya fokus pada Vincent serta dirinya.
Sayangnya semakin lama Cathy mendengar penjelasan Felicia mengenai masa muda Vincent, hatinya semakin merasa gelisah. Tiba-tiba saja dia merasa tidak suka terhadap wanita baik didepannya. Dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan apa ini?
"Apakah kau pernah memiliki perasaan pada Vincent?" bahkan Cathy sendiri terkejut tidak menyangka akan menanyakan hal ini. Namun saat melihat Felicia berhenti melangkah dan tubuhnya menegang, hatinya merasa sakit. Sepertinya dia tidak akan menyukai jawabannya.
"Kalau aku bilang aku tidak pernah memiliki perasaan padanya, apakah kau akan percaya?"
Cathy tidak bisa menjawabnya. Dia tidak tahu apakah dia harus mempercayainya atau tidak. Dilihat dari puluhan foto antara Vincent dan Felicia, semua orang bisa melihat kedekatan mereka. Rasanya sangat mustahil bila diantara mereka tidak memiliki perasaan apapun.
Kini Cathy mengenal perasaan yang dirasakannya saat ini. Dia merasa sakit karena Felicia tampak mengenal Vincent lebih dalam daripada dirinya. Dia merasa iri karena Felicia mengetahui masa-masa muda Vincent. Dia merasa cemburu... cemburu pada seorang wanita untuk pertama kalinya.
"Aku tidak tahu." jawab Cathy dengan lemas. Dia ingin segera pergi dari sana sebelum rasa cemburunya semakin besar dan melakukan hal yang akan disesalinya.
"Aku memang pernah menyukainya." ungkap Felicia membuat Cathy mencengkeram kain bajunya yang panjang. "Aku bahkan pernah membayangkan kami berdua adalah pasangan sempurna dan kelak kami akan menikah."
"Kau tahu hal yang menarik, Vincent juga menyukaiku. Aku bisa merasakannya. Caranya bersikap disekitarku, caranya saat memperhatikanku atau memandangku.. semua sikapnya sangat berbeda saat dia bertemu dengan wanita lain. Kami berdua sama-sama saling menyukai dan tak terpisahkan."
Hentikan.. aku tidak mau mendengarnya. Pinta Cathy dalam hati.
"Sayangnya, Vincent tidak pernah mengungkapkan perasaannya padaku. Jika seandainya dia melakukannya, aku pasti akan menerimanya dan kurasa kami sudah menikah dan memiliki beberapa anak yang berwajah mirip dengan kami."
Bibir Cathy bergetar dan suaranya sangat lemah saat dia memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Apa kau tahu mengapa Vincent tidak pernah menyatakan perasaannya?"
"Karena aku bukan nomor tujuhnya. Aku tidak akan pernah bisa menjadi nomor tujuh dihatinya."
Nomor tujuh? Sebenarnya apa makna dari angka tujuh? Bukankah biasanya orang akan menyebut seseorang yang dicintai sebagai nomor satu? Mengapa harus nomor tujuh? Apa yang istimewa dari angka tujuh?
"Tapi aku sangat bersyukur dia tidak pernah melakukannya. Karena dengan begitu aku bisa bertemu dengan Benben, jatuh cinta padanya dan juga..." Felicia berhenti sejenak. "Setidaknya kini dia telah menemukan nomor tujuh miliknya. Karena itu kau tidak perlu khawatir. Dia pasti akan kembali padamu." tanpa diketahui Cathy, Felicia berusaha mengubah topiknya.
"Apa aku boleh bertanya? Dari tadi kalian menyebutku sebagai nomor tujuh. Apa maksudnya?"
"Itu..." Felicia tidak melanjutkan kalimatnya, malah memandang Cathy dengan tatapan menyelidik membuat Cathy merasa tidak nyaman. "Sebelum aku menjawabnya, aku ingin memastikan sesuatu. Bagaimana perasaanmu terhadap Vincent saat ini? Apakah masih sama seperti saat kalian bertemu ataukah ada perubahan? Jika ada perubahan, seperti apa perubahannya? Kau semakin mencintainya dan ingin selalu berada disisinya atau kau merasa kau tidak layak berada disisinya?"
Wajah Cathy memucat mendengarnya. Kenapa Felicia bisa menyentuh sesuatu yang berusaha disembunyikannya? Semenjak dia mengetahui kebenaran masa lalunya, sejak dia membaca surat-surat ibunya; dia merasa dirinya tidak layak mendapatkan cinta Vincent. Dia takut Vincent akan menderita bersamanya, dia takut Vincent akan menyalahkannya melalui ibunya. Dia takut... banyak hal yang dia takutkan jika Vincent berada disisinya.
"Aku.. aku tidak tahu apakah aku layak bersamanya atau tidak."
"Itu berarti kau meragukan perasaannya padamu."
"Tidak. Lebih tepatnya aku tidak yakin dengan diriku sendiri."
"Kau meragukan perasaanmu sendiri?" nada Felicia terdengar tidak percaya. "Apa kau mencoba bilang padaku kau berencana melupakannya?"
"Aku tidak tahu. Aku sudah tidak tahu lagi." suara Cathy gemetar dan air mata mengancam keluar dari tempatnya. "Bisakah kau tidak mendesakku lagi? Harus berapa lama lagi aku menunggunya? Sudah setahun aku tidak mendengar kabarnya. Kalian semua membelanya karena kalian adalah sahabatnya. Kalian menyuruhku untuk bertahan, lalu bagaimana dengan perasaanku? Semenjak malam itu aku tidak pernah bisa tenang, tiap malam aku tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Hari-hariku sudah tidak terasa sama sekali. Aku.. aku sudah tidak tahu lagi." kali ini Cathy tidak bisa menahan air matanya lagi dan membiarkannya mengalir membasahai pipinya.
Kenyataannya memang benar. Semenjak dia mengetahui masa kelam antara ibunya dan Vincent, dia tidak pernah bisa hidup dengan tenang. Dalam hati kecilnya dia menyalahkan ibunya karena membuat Vincent tumbuh dengan tidak normal, disaat bersamaan dia malah bersyukur karena Vincent ada disisi ibunya sehingga Chloe bisa bertahan.
Dia menyalahkan dirinya sendiri karena merasa bersyukur terhadap Vincent, walau mengetahui karena ibunya, kehidupan cerah Vincent menjadi gelap. Tidak hanya itu... kini dia menyadari sesuatu yang sebelumnya dia tolak.
Cathy.. agak menyalahkan Vincent atas pertengkarannya dengan Chloe dan juga ucapannya pada Paul. Kalau seandainya Vincent tidak bertengkar dengan Chloe, kalau seandainya Vincent tidak membuat Chloe nekat meninggalkan kediamannya.. maka Chloe pasti masih hidup. Saat ini dia masih bisa melihat ibunya.. ibu kandungnya.
Apakah mungkin.. karena hal ini.. karena dia menyalahkan Vincent, satu per satu dia melupakan sesuatu mengenai pria itu? Pertama adalah suaranya, kemudian senyuman pria itu.. kini dia bahkan tidak ingat saat pertama kali jantungnya berdebar untuk pria itu.
Cathy terus menangis dan dia terjatuh lemas sambil memukul dadanya yang terasa sakit.
"Aku sudah tidak tahu apa yang harus aku lakukan? Aku ingin bertemu dengannya, tapi juga tidak ingin menemuinya. Aku.. aku tidak tahu.."
Felicia segera memeluk Cathy yang menangis semakin keras sambil menepuk punggung Cathy dengan lembut. Dia merasa menyesal karena dia telah memberi pertanyaan sulit pada Cathy. Dia tahu betul seperti apa rasanya ditinggalkan. Benjamin meninggalkannya dengan alasan yang tidak masuk akal, sementara Vincent menghilang dengan alasan yang sangat penting. Felicia tahu sahabatnya menghilang dengan satu tujuan. Untuk memastikan keselamatan Cathy dan tidak akan ada lagi yang bisa menyakitinya.
Seharusnya Felicia memberi sebuah ketenangan dan dukungan pada Cathy. Dia membantu bukan karena permintaan Vincent yang menagih hutangnya disaat sahabatnya memberi foto-foto Benjamin tahun lalu. Dia tulus ingin membuat keduanya bahagia bersama. Karena dia tidak ingin sahabatnya ataupun Catherine menjalani hubungan tragis seperti dirinya dan Benjamin.
"Maafkan aku. Tenanglah. Aku tidak bermaksud membuatmu semakin terpuruk. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Sebelum itu, ayo kita naik ke lantai tiga. Ada yang ingin kutunjukkan padamu."
Setelah menangis selama beberapa menit, Cathy mulai merasa tenang; hanya masih beberapa isakan kecil bekas tangisannya. Padahal Cathy bukanlah anak yang cengeng, namun entah kenapa dia menjadi anak cengeng tiap kali nama Vincent disebut.
Kini mereka melewati puluhan foto yang terpajang di dinding dan di atas meja. Kali ini Felicia tidak menjelaskannya satu per satu dan langsung membawa Cathy ke lantai tiga.
Berbeda dengan dua lantai sebelumnya, tidak ada foto apapun di lantai tiga. Yang ada hanyalah tujuh kanvas besar dengan gambar yang berbeda-beda.
Ketujuh kanvas tersebut berdiri secara berjejer memenuhi ruangan tersebut. Cathy melihat enam kanvas dengan lukisan wanita yang berbeda-beda. Bahkan salah satu lukisannya ada seorang anak kecil yang berjalan sambil memegang balon yang melayang di udara. Cathy juga bisa melihat wajah Felicia diantaranya. Anehnya, tidak ada lukisan apapun di kanvas ke tujuh. Kanvas tersebut masih bersih dan bewarna putih.
"Vincent tidak pernah mau berurusan dengan wanita apalagi kalau tidak dikenal. Dia selalu menghindar dari wanita manapun yang mendekatinya. Di dunia ini hanya ada enam wanita yang disayanginya." lanjut Felis. "Yang pertama," menunjuk pada lukisan wanita di kanvas pertama, "Nyonya Flourence Regnz. Beliau adalah nenek dari Vincent. Beliau merupakan salah satu orang yang memanjakan serta mendidik Vincent di masa mudanya." jelas Felicia.
Kemudian Felicia menunjuk pada lukisan ke dua. Wanita itu adalah Vienna Regnz, ibu kandung Vincent disusul dengan Vanessa Regnz pada lukisan ke tiga. Felicia merupakan wanita pada lukisan ke empat, serta Abigail berada di lukisan ke lima. Semua wanita pada lima lukisan merupakan anggota keluarga yang sangat disayangi Vincent.
"Kemudian dia adalah..." Felicia menunjuk pada wanita di kanvas ke enam. Wanita tersebut berdiri memunggunginya dengan wajah menoleh ke samping. Rambut wanita itu gelombang memanjang hingga ke pinggang. Cathy tidak bisa melihat warna namun dia masih bisa merasakan kesedihan terpancar dari punggung wanita di lukisan itu. Apakah pelukisnya mengalami kesedihan yang mendalam saat melukisnya?
"Ibu kandungmu, Chloeny Paxton."
Cathy terkesiap mendengar kelanjutan kalimat Felicia. Dia sangat terkejut ibunya merupakan salah satu wanita yang disayangi Vincent. Tapi keterkejutannya tidak sebanding saat menyadari Felicia mengetahui bahwa dia adalah putri kandung Chloeny Paxton.
"Ba..bagaimana kau tahu aku adalah putri Chloeny?"
Untuk sejenak Felicia tidak menjawab dan hanya menatap kosong ke lukisan Chloe sebelum menatap lurus mata Cathy sambil tersenyum.
"Perkenalkan namaku Felicia Bernz,"
Cathy merasa bingung mengapa wanita didepannya memperkenalkan diri sementara dia sudah tahu nama lengkap wanita itu.
"Putri dari Welly Bernz, ketua salah satu tim inti Lion Stealth."
Kedua mata Cathy melebar sama sekali tidak menduga kalimat berikutnya. Felicia adalah anak perempuan dari Welly? Selama ini dia berusaha menemukan Lest atau Welly yang hasilnya nihil, sementara dia bisa saja bertemu dengan putri Welly jika dia mau menyediakan waktu untuk membaca pesan wanita itu.
"Kau.. kau adalah anggota tim inti C?"
"Bisa dibilang begitu."
"Jadi apakah kau tahu dimana Vincent sekarang? Maksudku.. apa kau bisa menemukannya?"
"Kau ingin bertemu dengannya?"
"..." Cathy sendiri juga tidak tahu jawabannya. Apakah dia ingin bertemu dengannya? Dia ingin bertemu tapi juga tidak ingin bertemu.
"Maaf. Meski aku ingin memberitahukannya padamu, aku tidak bisa menemukannya. Sebenarnya aku baru tahu bahwa kedua orang tuaku ikut andil dalam tim LS, dan aku baru mempelajarinya selama dua bulan terakhir ini. Jadi aku belum tahu bagaimana caranya menemukan jejak Vincent."
Cathy menundukkan kepalanya merasa kesal pada dirinya sendiri. Mengapa ia merasa lega karena tidak harus bertemu dengan Vincent sekarang? Apakah dirinya sudah mulai membenci pria itu diam-diam? Apakah perasaannya telah berubah?