Chapter 72 - Reuni SMA

Beberapa hari yang lalu, Cathy menerima surat undangan untuk acara reuni sekolah SMAnya. Pastinya Cathy tidak ingin melewatkannya. Dia merindukan teman-temannya, khususnya tim basketnya. Karena itu dia sedang bersiap-siap untuk menghadiri acara reuninya. Kini Anna sedang membantunya memberi make up natural serta menata rambutnya.

"Apakah kak Kitty juga datang?" tanya Anna

"Sayangnya dia tidak bisa datang. Akan sangat menyenangkan sekali kalau dia bisa datang." Cathy mendesah sedih mengingat dia harus menunggu tujuh bulan lagi untuk bertemu dengan sahabat tercintanya.

"Bagaimana kabar kak Vincent? Akhir-akhir ini dia tidak kelihatan."

"Dia masih sibuk." jawab Cathy singkat namun terdengar kesepian disaat bersamaan.

Padahal dia sudah memutuskan untuk menanti dengan sabar, dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.. tapi sudah berjalan satu bulan lebih dan Vincent sama sekali tidak menghubunginya.

Bahkan saat dia bertanya pada Ben mengenai Vincent, pamannya malah membahas pembicaraan lainnya. Sepertinya orang disekitarnya yang dikiranya mengenal Vincent berusaha menghindar jika menyangkut pria itu. Apakah terjadi sesuatu pada Vincent?

"Sudah selesai." sahut Anna dengan bangga akan hasil karyanya. "Pasti kakak yang paling cantik di acara reuni nanti."

Cathy tertawa mendengarnya. "Terima kasih adikku tersayang. Aku berangkat dulu." ucapnya sembari mengecup pipi adiknya dan mencari si kembar.

Setelah mengecup pipi adik kembarnya, Cathy segera memanggil Owen untuk berangkat ke tempat acara reuni diadakan.

Cathy memandang jalanan yang terlewati dengan tatapan kosong. Dia memikirkan beberapa hal aneh yang terjadi selama satu bulan ini.

Entah kenapa dia selalu saja nyaris tertimpa musibah. Pertama kalinya saat kepalanya hampir saja bocor karena tertimpa pot tanaman yang terjatuh dari lantai empat. Kalau bukan karena reaksi cepat Owen, dia pasti berakhir di rumah sakit dengan kepala pecah.

Kemudian dia nyaris tersiram air kotor saat berjalan santai di pinggir. Untung saja ada seorang penjual bunga yang memanggilnya di waktu yang tepat, sehingga air kotor tersebut membasahi jalanan kosong.

Yang paling membuatnya ngeri, kakinya nyaris digigit ular berbisa di sebuah padang rerumputan. Kalau saja tidak ada yang tanpa sengaja melihat ular yang merayap ke arah kakinya dan berteriak, dia tidak akan melompat dan berlari menghindari ular tersebut. Dia mendengar dari orang sekitarnya ular tersebut memiliki warna yang sangat cantik sehingga mereka menduga ular tersebut memiliki bisa yang berbahaya.

Dan baru kemarin dia nyaris tertabrak mobil melaju pesat. Waktu itu dia berdiri di tempat penyeberangan bersama pejalan kaki lainnya. Mereka menunggu lampu hijau menyala untuk menyeberang.

Namun dia merasakan sebuah telapak tangan mendorong punggungnya dengan sangat keras membuatnya melangkah ke jalan raya untuk menjadi sasaran empuk bagi mobil yang melaju cepat ke arahnya.

Tepat saat mobil tersebut hampir mengenainya, tangan Cathy ditarik keras kebelakang dan kepalanya membentur sesuatu yang kokoh. Rupanya yang menarik lengannya tidak lain adalah Kinsey dan sesuatu yang ditabrak kepalanya adalah dada bidang pemuda itu.

Seharusnya dia bertanya-tanya mengapa Kinsey ada disana, tapi dia lebih mencemaskan hal lain.

Dia merasa ada seseorang yang dengan sengaja mendorongnya ke jalan raya. Dan dia merasa ini bukan pertama kalinya seseorang mendorongnya, tapi dia tidak begitu ingat kapan dia pernah mengalaminya.

Sejak saat itu, dia menjadi lebih waspada tiap kali keluar rumah. Dia juga mengizinkan Owen mengikutinya kemanapun ia pergi. Bukan karena Owen yang menawarkan diri, tapi tiba-tiba saja pamannya menyuruh Owen untuk mengikutinya. Kalau seandainya tidak ada kejadian misterius yang menimpanya selama beberapa hari terakhir ini, dia pasti akan membantah dan menolaknya.

Cathy sama sekali tidak mengerti kenapa musibah selalu menghampirinya seolah dia adalah daya magnet yang selalu menarik masalah kearah dirinya. Padahal sebelumnya dia baik-baik saja. Apakah mungkin...?

Cathy menelan ludah merasa takut kalau kecurigaannya benar. Sejak kemunculan Kinsey, dia mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Apakah mungkin gara-gara pemuda itu?

Apakah dia sudah membuat pemuda itu marah? Sehingga Kinsey mencoba membalasnya dengan... tidak mungkin. Cathy berusaha menyingkirkan pemikiran negatif terhadap Kinsey. Orang itulah yang menyelamatkannya saat dia nyaris ditabrak mobil. Tapi, kenapa pria itu tiba-tiba ada di sebelahnya? Dia yakin waktu itu dia berjalan seorang diri tanpa ditemani siapapun. Dia yakin sebelumnya Kinsey tidak ada di sebelahnya.

Cathy tidak bisa tidak berpikiran curiga mengenai Kinsey. Dia merasa pemuda itu memiliki maksud tersembunyi untuk mencelakainya.

Cathy memejamkan matanya karena merasa pusing memikirkan hal ini. Tidak lama kemudian ponselnya berbunyi menandakan sebuah chat telah masuk.

Dia membukanya dan matanya bercahaya serta senyumannya melebar begitu melihat isi pesan tersebut.

'Bagaimana kabarmu? Maaf baru bisa menghubungimu sekarang. Disini masih ricuh, sepertinya aku belum bisa pulang. Aku dengar kau akan datang ke acara reuni? Selamat bersenang-senang. Aku merindukanmu.'

Ajaib sekali. Seketika kekhawatiran akan musibah yang nyaris menimpanya menghilang dalam sekejap. Cathy bertanya-tanya, apakah Vincent memiliki indera keenam? Kenapa pria itu bisa menenangkannya tepat waktu disaat dia merasa menemui kebuntuan?

Tidak peduli apakah Vincent bisa membaca pikirannya atau tidak, yang penting sekarang Cathy berada dalam suasana yang sangat baik. Dia tidak berhenti tersenyum selama perjalanan.

Melalui cermin tengah, Owen bisa melihat suasana hati Cathy yang sudah berubah menjadi riang.

"Apakah ada hal yang bagus nona? Anda tidak berhenti tersenyum." Owen bertanya sambil tersenyum. Tampaknya Owen juga ikut bergembira mengetahui Cathy merasa senang.

"Barusan aku mendapat pesan yang sudah kutunggu-tunggu. Tentu saja aku sangat senang."

"Apakah mungkin dari kekasih nona?"

Seketika raut muka Cathy merona. "Darimana kau tahu?"

Owen tersenyum lebar saat menjawabnya, "Saya sudah sering mendengar soal kekasih anda. Katanya dia sedang sibuk menyelamatkan bisnis keluarganya?"

"Itu benar."

"Dia pasti akan kembali. Nona pasti akan bertemu dengannya lagi."

Cathy tersenyum mendengar ucapan Owen. Dia merasa terhibur dengan kalimat pemuda itu. Kalau dilihat sekilas, Owen tampak seperti orang muda berusia di awal dua puluhan. Tapi sifat dan pembawaannya seperti orang yang berusia jauh diatasnya.

"Owen berapa usiamu sekarang?"

"Tahun ini saya akan memasuki tiga puluh tujuh nona."

Cathy mendelik tak percaya. "Apa? Aku pikir kau jauh dibawahku, ternyata kau beberapa tahun dibawah paman Ben!?"

Owen tertawa. "Banyak yang bilang begitu. Saya terkenal dengan baby face saya."

Cathy ikut tertawa bersamanya. Aneh sekali, Owen baru bekerja sebagai supirnya kurang dari satu bulan, tapi dia merasa aman bersama dengan pria itu.

Kini Cathy bertanya-tanya pada dirinya. Apakah sejak awal dia memang adalah wanita gampangan? Kenapa akhir-akhir ini dia merasa nyaman bersama pria asing dengan mudahnya?

Pertama Kinsey, lalu sekarang Owen. Ralat. Kinsey tidak masuk hitungan. Pria itu sangat menyebalkan dan sering kali membuatnya marah. Dia sangat sangat sangat membenci orang itu. Belum lagi kini dia merasa curiga, Kinsey yang menyebabkan semua musibah itu terjadi. Mulai sekarang dia harus menjaga jarak dengan orang itu.

Untungnya dia sudah berhenti dari pekerjaannya di perusahaan Alvianc, dan kini dia hanya bekerja sebagai tutor anak remaja ke rumah-rumah. Tentu saja dengan seizin pamannya dan Owen yang selalu setia mengantarnya.

"Nona, kita sudah sampai."

"Hm. Terima kasih. Aku akan menghubungimu begitu aku selesai."

"Baik, saya akan menunggu di lobi."

Kemudian Cathy masuk ke lobi hotel dan membiarkan pelayan mengantarnya ke lantai tempat acara reuni.

Begitu teman-temannya melihat wajahnya, mereka langsung mengerumuninya. Mereka semua saling berpelukan dan mengobrol dengan penuh semangat.

Di tengah menikmati hidangan mereka, Cathy bangkit berdiri untuk menuju ke toilet sebentar. Setelah mencuci tangan dan merapikan terusannya, barulah Cathy kembali ke mejanya.

Cathy kembali mengobrol dengan teman sebelahnya dan bercanda ria.

"Sayang sekali Kitty tidak bisa datang. Kalau dia datang maka kelompok kita akan lengkap." ucap Mercy salah satu anggota grup dance di SMA.

"Kau benar. Siapa yang menyangka diantara kita semua, Kitty malah jadi penyanyi terkenal dan tampil di berbagai acara televisi. Aku sungguh terpesona." lanjut Darell yang katanya dulu pernah naksir Kitty sewaktu SMA dulu.

"Jangan bilang kau masih memendam rasa padanya." goda temannya membuat Darell salah tingkah.

Cathy hanya tertawa mendengarnya dan meneguk minumannya dengan santai. Dia sungguh merindukan masa-masa SMAnya. Sepertinya hanya masa itu dia tidak perlu memikirkan tekanan pekerjaan ataupun memusingkan masalah bisnis apapun. Ternyata masa-masa sekolah memang yang terbaik.

"Cathy, bisa menemaniku sebentar? Ada yang ingin kubicarakan."

Cathy serta Mercy saling menatap bingung. Sepanjang ingatannya, Thalia sama sekali tidak menyukainya. Itu karena Cathy pernah melabraknya karena Thalia adalah salah satu dari kumpulan perempuan yang menindas Kitty.

Karena itu saat Thalia mengajaknya bicara, Cathy menjadi bingung. Bahkan tempat duduk Thalia saat ini berada di deretan kursi yang sangat jauh dari tempatnya. Kenapa gadis itu mau repot-repot datang ke arahnya?

Yah, mungkin saja Thalia sudah berubah. Orang bisa berubah menjadi lebih baik. Jadi, Cathy menyetujuinya.

Thalia dan Cathy berjalan keluar dari ruangan dan berjalan menuju ke arah kamar mandi. Setelah beberapa langkah, kepala Cathy terasa pusing dan dia melihat ada dua tubuh Thalia di depannya.

Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya dan tiba-tiba saja pandangannya menjadi gelap.

Beberapa menit kemudian Mercy mulai merasa gelisah karena sahabat karibnya tidak kunjung kembali. Thalia terkenal sebagai orang yang suka menindas dan pendendam. Karena itu dia merasa tidak damai kalau membiarkan Cathy berdua dengan Thalia.

Tadinya dia sudah berusaha membujuk untuk ikut, tapi Cathy menolaknya karena Thalia hanya ingin bicara empat mata dengan Cathy. Thalia menggunakan alasan ingin meminta maaf secara pribadi.

Cathy menerapkan keyakinan bahwa orang bisa berubah, karena itu dia setuju pergi berdua bersama Thalia. Hanya saja Mercy tetap merasa gelisah.

Mercy mencoba menghubungi ponsel Cathy untuk memastikan kondisinya. Begitu nada sambungan terdengar, suara dering ponsel di kursi sebelahnya berbunyi. Mercy tidak percaya Cathy meninggalkan tasnya disana. Tidak biasanya Cathy ceroboh seperti ini.

"Aku akan mencari Cathy sebentar." ucap Mercy sambil membawa tas Cathy.

Mercy keluar dari ruangan dan berjalan mencari sahabatnya hingga turun ke lobi. Hatinya mulai gelisah karena dia tidak bisa menemukan Cathy dimanapun. Akhirnya Mercy memutuskan untuk menghubungi Thalia. Sayangnya ponsel wanita itu tidak aktif.

Mercy masih terus mencoba menghubungi Thalia lagi sambil mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan mencari sosok Thalia ataupun Cathy.

"Permisi, bukankah itu tas milik nona Catherine?" tiba-tiba seorang pemuda dengan baby face serta berpakaian rapi bertanya padanya.

"Memang benar. Kau siapa?"

"Saya supir nona Catherine." jawab orang itu sambil tersenyum sopan. "Apakah acara reuninya sudah selesai? Dimana nona Catherine?"

Mercy menatap menyelidik ke arah orang tersebut. Dia tidak pernah menyangka seseorang yang masih begitu muda bekerja sebagai supir rendahan. Tapi itu bukan inti masalahnya.

"Apa benar kau adalah supirnya? Kau bisa menghubunginya agar aku percaya?"

Owen tetap tersenyum sopan meski mendapatkan tatapan penuh curiga dan tak bersahabat. Dia merasa ada yang tidak beres dan untuk mendapatkan jawabannya dia harus membuat gadis muda didepannya percaya padanya.

Karena itu Owen menghubungi nomor Catherine yang akhirnya suara dering terdengar dari dalam tas Cathy.

"Baiklah aku percaya padamu sekarang. Sebenarnya, aku sedang mencarinya sekarang. Teman kami bernama Thalia mengajaknya bicara berdua dan sampai sekarang belum kembali."

"Dan alasan kenapa anda merasa gelisah karena..."

"Semasa SMA dulu Thalia sering terlibat konflik dengan Cathy. Kurasa sampai sekarang dia masih menyimpan dendamnya pada Cathy. Meskipun aku yakin Cathy tidak mungkin mudah masuk ke perangkapnya, tapi aku tetap merasa khawatir."

"Saya mengerti. Bisakah saya meminta tas nona Catherine? Biar saya yang akan mencarinya."

Mercy menyerahkan tas Cathy pada Owen. "Kau yakin bisa menemukannya?"

"Saya akan berusaha." jawabnya masih tersenyum. Hanya saja kali ini senyuman itu terlihat seperti dipaksakan.

Begitu Owen berbalik badan, senyumannya lenyap dan wajahnya mengeras. Langkahnya semakin lama semakin cepat menuju ke mobilnya.

Owen langsung memasang earphone sambil menghubungi seseorang dan menyalakan laptopnya.

"Aku kehilangan jejak nona kedua... aku tahu, ini salahku... Tuan muda Kinsey?... Aku mengerti. Coba cari tahu tentang anak perempuan bernama Thalia, dia teman SMA nona kedua."

Owen menutup kembali laptopnya dan menjalankan mobilnya ke suatu tempat.