Chereads / Ayah Tiriku Idolaku / Chapter 24 - Part 24 : Toilet

Chapter 24 - Part 24 : Toilet

Di satu bilik toilet. Dua orang pria. Yang satu berambut warna hitam. Yang lain dicat coklat. Keduanya berhidung mancung. Berkumis tipis dan berjambang. Kulit mereka sama-sama eksotik. Tubuhnya besar dan berotot kekar. Mereka sama-sama telanjang bulat. Tak satu pun helai kain yang menempel di tubuh mereka.

Dari atas sini mereka tampak seperti lukisan natural yang memperlihatkan lekuk tubuh laki-laki. Jantan. Maskulin. Bagai pahatan patung batu pualam yang licin. Menggairahkan dan menakjubkan. Dan tanpa sadar aku menelan ludah. Menggigit bibir pelan-pelan. Sabar menunggu adegan demi adegan yang hendak mereka peragakan. Walau aku deg-degan, tapi aku mencoba tenang. Apa yang mereka pertontonkan bagiku seperti pertunjukan live yang menegangkan. Tak hanya membuat tegang perasaanku, tapi juga perkakas pribadiku.

OMG ... mereka mulai berciuman. Saling mengulum dan menyeruput daging bibir mereka. Mengadu lidah hingga basah. Bertukar enzim dan menyedot secara ekstrim.

Ough ... aku jadi terbelalak. Ketika melihat si rambut coklat mencecap puting si rambut hitam. Seperti anak bayi yang mengenyot pentil susu ibunya. Dia mengisap dalam hingga tubuh si rambut hitam menggelinjang tak karuan. Hebat. Dahsyat.

Aaahhh ... Si Rambut Hitam melengkuh, saat lidah Si Rambut Coklat bergerak menelusuri perut, pusar, dan bermuara di pubis Si Rambut Hitam.

Ough ... jantungku makin berdebar-debar. Ketika kedua mata ini menyaksikan dengan gamblang dua orang pria sedang bercumbu mesra. Saling merapat. Saling membakar gejolak asmara dengan api nafsu yang membara.

Si Rambut Coklat merunduk. Berlutut. Jongkok. Wajahnya tepat di depan selangkangan Si Rambut Hitam. Mulutnya menganga, seolah tak sabar untuk melumat batang kejantanan lawannya.

Aku menahan napas. Merasa tak yakin dengan apa yang aku saksikan. Dengan cepatnya mulut Si Rambut Coklat itu mencaplok kontol Si Rambut Hitam yang ukurannya sangat super. Panjangnya kira-kira 16-17 cm. Batangnya berurat dan dihiasi dengan bulu jembut yang lebat. Tebal seperti pisang ambon. Memiliki diameter yang sangat besar, mungkin 5 atau 7 mm. Dan dua bijinya juga indah. Menggantung gondal-gandul seperti buah rambutan.

Uuuuh ... aku jadi tak bisa berkedip. Setiap kali mulut Si Rambut Coklat menghisap kuat-kuat seolah hendak menyedot isi kantong pelir Si Rambut Hitam. Sepongannya benar-benar luar biasa hebatnya. Lihai. Mahir. Seperti alat pemompa senjata kelelakian. Memperbesar dan memperkeras. Ough ... ah ... ah ... ah ... mulut Si Rambut Hitam merancau. Bokongnya maju mundur seirama dengan keluar masuknya batang kontolnya di rongga mulut Si Rambut Coklat.

Mereka terus berpacu dalam menggapai kenikmatan yang hakiki. Tak peduli dengan alam di sekitarnya. Tak peduli mereka bercinta di mana. Tak peduli ada aku yang sedang mengintipnya. Mereka seolah asik dengan dunianya. Memainkan bola dengan lincah hingga mendobrak gawang lawan tanpa ampunan.

Tendangan demi tendangan. Hujaman demi hujaman. Menukik tajam. Meluncur keras. Hingga tercipta gol-gol indah yang memporak porandakan jaring-jaring gawang. Robek. Pecah. Menumpahkan cairan keperjakaan yang super nikmat. SERRR ... CROOTTT ... CROOOTTT ... CROOOTTT ... tubuh mereka menegang bersama keluarnya keringat yang membanjir di sekujur tubuhnya.

Sperma Si Rambut Hitam berhamburan mengotori mulut Si Rambut Coklat. Sebagian tertelan dan sebagian lagi jatuh berceceran di lantai toilet. Mereka lemas. Napas mereka ngos-ngosan. Namun permainan belum segera berakhir. Masih ada pergulakan yang menuntun mereka untuk menuntaskannya.

Meski sudah menyemburkan banyak pejuh, tapi kontol Si Rambut Hitam masih ngaceng. Berdiri kokoh. Gagah. Menantang untuk menerjang. Seolah belum puas untuk menumpahkan semua isinya.

''Balikan badanmu!'' seru Si Rambut Hitam.

Si Rambut Coklat menurutinya.

''Nungging!'' perintah Si Rambut Hitam kasar.

Si Rambut Coklat menurut saja.

Sejurus kemudian, Si Rambut Hitam mengarahkan batang kontolnya ke arah lubang bool Si Rambut Coklat. Dan tak perlu memakan waktu yang lama, benda bulat panjang itu langsung JLEB! Masuk ke gua kenikmatan. Adegan selanjutnya sudah pasti panas. Sepanas suasana toilet ini yang tanpa pendingin ruangan.

Aku memalingkan mukaku, karena aku tak berani memandang pergulatan nakal aksi penyodomian. Aku tak tega mendengar jeritan yang menyesakan. Tak tahu apakah itu jeritan karena rasa kesakitan atau rasa kenikmatan. Entahlah, yang jelas aku tidak ingin mengintipnya lagi. Aku turun dari kloset. Dan perlahan keluar dari bilik toilet ini. Meskipun aku masih mendengar suara ... Uh ... Ah ... Uh ... Ah ... namun aku sudah tidak peduli lagi. Lebih baik aku pergi. Karena aku sudah lancang menjadi saksi dua makhluk laki-laki yang sedang mendobrak birahi. Ngentot tak terkendali. Di toilet ruang ganti.