Chereads / The Exemplar / Chapter 2 - Chapt 1 : Coincidentally

Chapter 2 - Chapt 1 : Coincidentally

20 September 2015

Pukul 21:15

Malam ini adalah malam di mana aku terbang ke Jakarta. Biasanya orang akan merasa senang ketika pergi ke luar negeri. Beda denganku. Bagiku, rumahku adalah di sini, di Jepang. Indonesia hanyalah mimpi terburuk yang pernah aku bayangkan. Tidak usah ditanya mengapa. Aku tidak ingin mengingat kejadian buruk itu. Mungkin suatu hari aku bisa berdamai dengan diriku sendiri dan menceritakan semuanya kepada kalian.

Setelah mengurus dokumen untuk check in, kulangkahkan kakiku perlahan menuju ruang tunggu. Kurang 30 menit lagi aku boarding. Waktu yang tersisa bisa aku pakai untuk ke kamar mandi. Lagi-lagi perutku tidak bisa diajak kerja sama di perjalanan malam ini. Sepertinya dia tahu kalau aku sebenarnya sangat enggan pergi..

Kuhabiskan 10 menit berkeliling di ruang tunggu untuk mencari kursi kosong. Ketika harapanku hendak pupus, kulihat ada sebuah kursi kosong di pojok ruangan. Di sebelah kursi itu ada seorang laki-laki yang sedang bermain game PSP dengan headset nya.

Perlahan kuhampiri dia dan menepuk pelan lengannya. "Permisi, apakah saya boleh minta tolong bantuan anda sebentar?"

Lelaki itu mematikan PSPnya dan mendongak melihatku dengan tatapan penuh tanda tanya. "Ya, ada apa ya?" lelaki itu bertanya sambil menurunkan headsetnya dan mengalungkannya di lehernya.

"Ehm, anu, apakah saya boleh menitipkan barang-barang ini sebentar? Saya sangat terburu-buru ingin pergi ke kamar mandi. Ini, kalau anda tidak percaya, saya bisa menyerahkan sementara, paspor dan kartu identitas saya" jawabku cepat dengan keringat dingin yang mengucur di dahiku.

Lelaki itu melihatku sekilas dan akhirnya mengambil kartu identitasku. Dia menganggukkan kepala pelan menandakan bahwa dia setuju akan tawaranku. Dengan cepat aku mengucapkan terimakasih kepadanya dan berlari menuju kamar mandi terdekat.

Ketika hendak masuk ke dalam kamar mandi, tiba-tiba ada seorang perempuan tua yang menabrakku cukup keras. Dia tidak mengatakan apa-apa dan segera berlalu. Karena rasa sakit perutku yang tidak tertahankan, aku tidak menghiraukan perempuan tadi dan segera menuntaskan rasa sakitku. Beberapa menit kemudian, aku kembali berjalan keluar menuju barang bawaanku yang sempat aku titipkan tadi.

Tetapi ada yang aneh..Kenapa tas selempangku rasanya sangat ringan sekali? Dengan cepat aku mengecek isi tas ku sekali lagi. Benar perasaanku. HP dan dompetku ternyata hilang. Tanpa pikir panjang, aku segera kembali untuk mengecek di kamar mandi.Hasilnya nihil.Kuatur nafasku dan mencoba berpikir jernih. Kalau barang hilang aku harus ngapain? Lapor ke pihak berwajib, kan? Tapi di sini kan gak ada polisi. Aku harus gimana? Ohya, ada pusat informasi kan..Aku harus lapor di sana!

Untungnya pusat informasi hanya berjarak beberapa meter dari ruang tunggu, sehingga aku bisa berlari dan melaporkan semua yang telah terjadi."Permisi, bu, saya mau melapor barang saya yang hilang. Apakah saya bisa mengurus kehilangan saya di sini?"

Petugas yang duduk di balik pusat informasi pun mencoba menenangkanku "Baik, dengan siapa saya berbicara? Kami dapat membantu mencarikan barang anda, namun kami tidak dapat memberikan garansi bahwa kami pasti bisa menemukannya. Bisa jadi barang tsb memang sudah diculik oleh oknum yg tidak bertanggung jawab, atau barang itu tidak pernah hilang di sini. Tolong duduk terlebih dahulu, sambil saya mengurus laporan anda"

Semua SOP dan prosedur ku ikuti dengan patuh. Bagaimana bisa aku survive di sana jika HP dan dompetku hilang? Terakhir kali aku ke Indonesia itu ketika aku masih berumur 5 tahun. Aku juga saat itu tentunya tidak mengurus tiketku sendiri. Aku harus apa sebenarnya?

Menit demi menit berlalu. Aku bahkan tidak sadar kalau waktu sudah menunjukkan 23:00. Pesawatku sudah pasti meninggalkanku. Bodoh sekali diriku ini. Tapi, sebentar. Aku juga bawa barang-barang lain! Lelaki itu! Tidak mungkin dia juga membawa barang-barang ku kan? Mengingat hal tersebut, aku pun kembali berlari menuju ruang tunggu dan ternyata lelaki itu masih duduk di tempat yang sama.

"Kamu...belum...pergi?" ujarku dengan terengah-engah. Lelaki itu melempar headsetnya ke lantai dan dari sikapnya aku tahu, kalau dia marah. Bagaimana tidak? Aku bahkan bisa lupa bahwa aku menitipkan bagasiku ke orang lain yang tidak aku kenal. Sekarang ternyata dia menunggu kedatanganku, tetapi melihat dari sikapnya, aku tahu kalau dia ketinggalan pesawatnya juga.

"Ma..maafkan aku..tadi aku..aku.." astaga. Kenapa pula mulutku ini tidak bisa berkata-kata. Semua terasa gelap dan seluruh ingatan burukku mulai membanjiri kepalaku. Aku yang dimarahi mama dan disuruh untuk segera pulang ke Indonesia, aku yang harus meninggalkan tanah kelahiranku, ketinggalan pesawat dan bahkan sekarang membuat orang marah. Tak kuat merespons semua cobaan ini, kakiku seolah juga tidak merespons otakku untuk tetap berdiri tegap. Tangisku juga tak terasa mengalir deras dengan cepat. Tanganku bergetar dengan hebatnya. Betapa memalukannya diriku ini..

Saat pikiranku masih menyalahkan diri yang tidak becus ini, kurasakan tepukan pelan di pundakku. Kudongakkan kepala dan melihat lelaki itu menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku tidak dapat membaca ekspresi wajahnya. Apakah dia marah, kecewa atau justru kasihan? Tanpa menunggu balasan tanganku, lelaki itu dengan sigap menarik tubuhku dan mendudukkanku ke kursi.

Dia menatapku dengan penuh arti."Maafkan sikapku yang berlebihan tadi. Sebelumnya perkenalkan namaku Johnny. Namamu siapa?"

"N-namaku..Ay..Aydin.."jawabku diiringi sesenggukan. Lelaki yang ternyata bernama Johnny ini menggenggam tanganku pelan. "Maafkan aku. Mungkin kamu barusan mengalami masalah yang tidak bisa kamu jelaskan. Tapi karena ini menyangkut aku juga, bukan ingin membuatmu khawatir atau merasa bersalah, tetapi aku juga baru saja ketinggalan pesawat. Melihat sikapmu ini aku yakin kamu juga pasti ketinggalan pesawatmu,kan?"

Bagaimana dia tahu? Kenapa dia sangat pengertian? Entah mengapa selama seberapa sekian detik aku merasakan panas yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhku. Entah ini perasaanku saja atau bukan, tetapi aku merasakan sumber panas ini dari genggaman tangan Johnny. Bukan panas yang bisa membakar kulitku. Tetapi panas yang terasa menghangatkan dan membuatku tenang.

Tanpa aku sadari, tangisku berhenti dan berganti dengan keadaan sadar bahwa tanganku sedang digenggam oleh seorang lelaki asing yang bahkan baru saja aku kenal beberapa menit yang lalu. Biasanya aku selalu memiliki bio alarm yang mengingatkanku ketika bertemu dengan orang yang berniat jahat. Entah mengapa aku merasa sangat nyaman bersamanya.

Perlahan pandanganku beralih dari tangannya menuju sosok dirinya. Betapa bodohnya aku yang baru sadar kalau dia adalah lelaki yang sangat rupawan. Kulitnya sangat putih, bahkan susu kotakku bisa dibilang iri dengan warna kulitnya. Hidungnya sangat mancung, bibirnya yang tebal, penuh dan berwarna peach membuatku ingin.....Lalu matanya tidak sipit seperti orang Jepang kebanyakan tetapi sangat dalam. Warna bola matanya yang coklat bagaikan warna coklat batangan yang dapat melelehkan hatiku. Rambutnya agak bergelombang ditutupi dengan beanie imut. Bajunya juga sangat fashionable. Hoodie putih dibawah balutan jaket bomber hijau army dan celana ripped jeans serta sepatu boots membuatku tidak dapat mengalihkan pandangan darinya sama sekali. Aku seolah bisa menatapnya selamanya dan merasakan kehangatan yang luar biasa. Aku bahkan mungkin bisa mengorbankan diriku untuk dirinya. Apapun untuk mu, mas.....

"Halo? Miss? Do you hear me?" suara beratnya menyadarkanku dari lamunan. "Ah-i-iya saya dengar kok. Maafkan tadi saya agak terbawa lamunan" jawabku malu-malu dan segera mengalihkan pandangan darinya. BAHAYA. Jangan-jangan aku jatuh...cinta...?

"Hahahaha, lucu sekali anda, miss. Sesaat yang lalu anda menangis sejadi-jadinya. Selanjutnya anda justru melamun. Ada apa sebenarnya?"

Crap. Bahkan tawa renyahnya seolah memberikan suntikan heroin yang sangat mematikan syaraf akal sehatku. Meskipun aku belum pernah merasakan heroin. Hahaha.

"Aduh, maafkan saya yang belum memperkenalkan diri saya dengan benar. Perkenalkan nama saya Aydin Hasegawa. Terimakasih sudah menenangkan saya barusan." jawabku dengan cepat sambil berdiri dan mengulurkan tanganku, menunggunya menjabat tanganku.

"Sama-sama Miss Aydin. Nama lengkap saya adalah Johnny Kirk, by the way. Ohya, kalau boleh tau, sebenarnya ada masalah apa hingga kamu ketinggalan pesawat?" tanyanya dengan membalas jabatan tanganku dan mempersilahkanku duduk kembali.

Jadi ini waktunya aku story telling? Okelah kalau itu maumu. "Singkatnya, tadi saya memang berniat untuk pergi ke kamar mandi. Tetapi tiba-tiba ada seorang perempuan yang menabrak saya dengan cukup keras. Saya tidak sadar kalau dia sudah mencuri hp dan dompet saya. Begitu saya hendak kembali untuk mengambil barang titipan saya di anda, barulah saya sadar kalau barang saya hilang. Kemudian saya melaporkannya kepada pihak informasi, namun saya juga baru sadar kalau saya menitipkan barang kepada anda, jadi saya berlari ke sini untuk mengecek apakah anda masih di sini"

"Hmm, begitu ya. Saya paham kok perasaanmu. Maafkan sekali lagi atas sikap berlebihan saya tadi. Saya hanya takut kalau-kalau memang anda punya modus penipuan kepada saya, dan siapa yang tahu ada apa di dalam tas bawaanmu. Tetapi jika saya harus memberikan barang anda ke orang lain, saya juga takut ada apa-apa. Jadi saya memutuskan untuk menunda penerbangan saya dan baik penerbangan berikutnya." jelasnya dengan panjang lebar kepadaku.

"Kenapa anda yang minta maaf? Jelas-jelas saya yang salah di sini..Tolong maafkan saya juga sekali lagi, gara-gara saya, anda jadi ketinggalan pesawat"

"Sudah cukup 'maaf-maaf' annya. Sekarang yang penting adalah rencana selanjutnya. Bagaimana? Apakah anda berencana untuk kembali atau membeli tiket penerbangan selanjutnya? Ohya kalau boleh tau sebenarnya anda mau kemana?" ucapnya dengan nada yang sangat menenangkanku.

"Saya sebenarnya mau ke Indonesia. Jakarta lebih tepatnya. Saya berniat untuk pindah ke sana, tetapi saya bingung harus bagaimana karena ini adalah pertama kali saya pergi sendiri. Sedangkan..ya..anda tau sendiri hp dan dompet saya..hilang.." ujarku dengan lemas. Saat membalas pertanyaan Johnny tadi, aku baru sadar betapa suramnya keadaanku saat ini.

"Wah-wah kebetulan sekali. Saya juga mau ke Jakarta. Kalau anda mau, saya bisa memandu anda hingga sampai di bandara dan anda bisa bertemu dengan orang tua anda. Tidak usah khawatir soal uang, anda bisa mengganti uang tiketnya setelah anda sampai di sana. Bagaimana? Saya paham kok, kalau memang anda tidak percaya saya dan menolak ajakan saya."

Gila sih. Orang mana yang mau dengan senang hati bantu orang yang buat dia ketinggalan pesawat? Apakah aku bisa mempercayai dia? Kucoba untuk menatap kedua bola matanya. Walaupun aku tidak punya kemampuan menerawang, tapi aku berharap Tuhan bisa memberikanku clue apakah aku memang bisa percaya dan menerima ajakannya. Tidak dapat kupungkiri. Ajakannya sangat menggoda. Lagian aku juga tidak tahu harus apa selain menerima ajakannya. Jarak antara Bandara Narita dengan Kyoto bukanlah jarak yang dekat. Kalaupun aku harus kembali, aku juga harus mengeluarkan uang. Mama juga pasti memarahiku karena bisa teledor seperti ini. Ya Tuhan, tolong beri aku perlindungan. Aku harus menerima ajakannya. Tidak ada jalan lagi.

"Baik. Saya terima ajakanmu. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi selain menerima tawaran luar biasa darimu." jawabku sambil meyakinkan diriku sendiri

"Oke, kalau begitu. Saya barusan cek di jadwal online, sepertinya penerbangan selanjutnya baru ada besok pagi. Setelah ini kita bisa pesan tiket dan mencari hotel untuk menginap sebentar" jawabnya dengan santai. Diapun berdiri dan menyelempangkan tas backpacknya yang berukuran cukup besar serta menarik kedua koperku. Dia mulai berjalan mendahuluiku untuk keluar dari ruang tunggu dan menuju loket pemesanan tiket.

Tanpa sadar aku mengikutinya dari belakang. Pikiranku mulai melayang. Penerbangan selanjutnya baru ada besok? Aku harus menginap berdua bersama dia? Oh Tuhan cobaan apalagi ini.....