(Todi)
Todi menatap Laras dengan wajah penuh rasa bersalah. Istrinya sendiri saat ini sudah tertidur dengan lelap. Sudah dua minggu ini Todi bertemu lagi dengan Erlina beberapa kali. Dia masih terus ingin meminta maaf kepada Erlina. Tapi gadis itu sama sekali tidak memberi Todi kesempatan. Wajar, pikir Todi. Kesalahan yang Todi buat benar-benar menorehkan luka yang dalam di hati Erlina.
Todi ingin sekali menceritakan beban di hatinya ini, dia ingin berbagi dengan Laras, tapi pikirannya kalut saat ingat kesalahannya. Todi tidak sanggup memikirkan bagaimana Laras menganggap dirinya nanti, bila Laras tahu segalanya, dia terlalu malu untuk mengakuinya. Walaupun Todi yakin, suatu saat, cepat atau lambat pasti Laras akan tahu.
Setelah Todi mengetahui kalau Erlina sudah pindah perawatan ke rumah sakit tempat Todi bertugas saat ini, Todi diam-diam mencari tahu mengenai perkembangan penyakit Erlina saat ini. Kebetulan ada seorang perawat di poliklinik penyakit dalam yang dulu pernah bekerja di rumah sakit milik ayah, jadi Todi kenal baik. Todi bertambah merasa bersalah saat mengetahui bagaimana penyakit Erlina saat ini. Sudah sekitar 3 tahun Erlina bertarung dengan penyakit Lupus. Sekitar tiga tahun juga Todi meninggalkan Erlina, yaitu sehari sebelum hari pertunangan mereka. Ya, Todi sungguh kejam kala itu, dia tega meninggalkan calon tunangannya tepat di hari mereka akan bertunangan, dan yang memperburuk keadaan adalah Erlina juga baru tahu kalau dia mengidap penyakit Lupus beberapa minggu sebelumnya. Todi kembali menghela napas berat saat memikirkan penyakit Lupus yang diderita oleh Erlina. Menurut perawat yang merawat Erlina di bangsal penyakit dalam, penyakit Lupus Erlina sudah mengenai ginjalnya, itu sebabnya seluruh tubuh Erlina bengkak, terutama di bagian kaki, ditambah dengan efek obat steroid dosis besar untuk penyakit Lupus nya, membuat Erlina menjadi lebih rentan terhadap penyakit infeksi lain. Dan saat ini menurut informasi yang Todi dapat, Erlina mengalami kesulitan biaya. Beruntung Erlina punya asuransi kesehatan, tapi kabarnya keluarganya memang sedang kesulitan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Erlina tidak lagi bekerja, dia sudah lama berhenti dari dunia hiburan. Mendengar itu semua, perasaan bersalah di hati Todi semakin dalam. Dia merasa campur aduk, antara kasihan dan bersalah. Itu sebabnya Todi berniat untuk membantu Erlina. Todi suka membicarakan hal ini pada ayahnya, tanpa diketahui oleh Bunda dan Laras. Tapi jangankan menerima bantuan dari Todi, melihat wajah Todi saja sepertinya Erlina tidak mau. Semakin Todi berusaha menolong Erlina, semakin banyak juga kebohongan Todi kepada Laras, semua ini membuat pikiran Todi bertambah kacau.
Todi kembali menatap wajah istrinya.
"Maaf ya sayang, segera setelah aku bereskan masalah dengan Erlina, aku enggak akan pernah bohong lagi sama kamu Ras," bisik Todi, pria itu mengusap lembut puncak kepala Laras sambil merapatkan pelukannya pada istrinya.
_________
Keesokkan harinya, Todi berangkat pagi sekali. Pagi ini, dia baru mendapatkan kabar kalau hari ini jadwal kontrol Erlina di poli penyakit dalam. Todi tahu kalau Erlina pasti akan datang pagi hari untuk mengantri nomor pendaftaran sebelum ke poli. Todi sudah memantapkan hatinya untuk membantu Erlina bagaimana pun caranya. Walaupun Erlina menolak, sekalipun menolak Todi dengan cara kasar, tapi Todi akan tetap mencoba.
Pagi ini Todi begitu terburu-buru, dia bahkan lupa untuk pamit pada Laras. Todi tidak tega membangunkan istrinya, saat berangkat tadi Todi mendapati Laras masih tidur lelap. Tidak seperti biasanya, dia menyetir sendiri hari ini. tidak meminta pak Yadi untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Sekitar pukul 6.30 Todi sudah sampai di halaman rumah sakit. Segera setelah memarkirkan mobil sedannya di tempat parkir, Todi berjalan cepat menuju tempat pendaftaran pasien poliklinik rawat jalan. Masih pagi seperti ini, operasi belum dimulai, dan operasinya hari ini dimulai siang hari, jadi Todi masih punya banyak waktu.
Seperti biasa, poliklinik penyakit dalam selalu ramai pasien, kabarnya setiap harinya ada sekitar 100 sampai 150 pasien yang datang untuk berobat. Todi menyisir pandangannya, setelah beberapa menit, dia menemukan Erlina. Gadis itu sedang duduk bersama pasien lainnya. Sudah banyak pasien yang duduk menunggu poli buka.
"Lin, bisa ikut aku sebentar?" tanya Todi saat berdiri didepan Erlina.
Erlina mendongakkan wajahnya. Raut wajahnya mendadak berubah suram saat mendapati sosok Todi. Todi juga menyadari itu, tapi dia tidak peduli.
"Mau apa lagi?" tanya Erlina ketus. Suaranya pelan, tapi Todi masih menangkap nada marah disana.
"Aku perlu sekali berbicara sama kamu Lin," ucap Todi.
"Aku mohon, Lin, sebentar saja," sambung Todi lagi.
"Aku enggak bisa, aku dapat nomor antrian kecil, nanti kalau terlalu lama bisa-bisa terlewat," ucap Erlina, kali ini suaranya sedikit melunak, mungkin dia tidak enak berbicara dengan kasar, apalagi Todi saat ini sedang menenteng jas dokter di tangannya. Banyak pasien yang sudah memperhatikan mereka berdua.
"Jangan khawatir, aku titip sama perawat di poli nanti, biar dia hubungi kalau sudah mulai poli, lagipula aku benar-benar hanya butuh waktu sebentar, aku mohon Lin.." pinta Todi lagi.
Erlina menghela napas berat, tapi dia mengiyakan permintaan Todi. Setelah bertemu beberapa kali, ini adalah percakapan terpanjang yang pernah terjadi antara mereka berdua, sebelumnya, Erlina langsung pergi begitu melihat kehadiran Todi.
"Oke, kamu mau bicara kemana?" tanya Erlina sambil berdiri. Saat berdiri Erlina sedikit kesulitan, kedua kakinya terlihat sangat bengkak pagi ini, mungkin karena dia terlalu banyak berjalan. Todi langsung membantu Erlina berdiri. Tapi gadis itu dengan segera langsung menepis tangan Todi dengan kasar, membuat Todi mundur satu langkah. Dia merasa itu sudah pantas dia dapatkan dari Erlina.
"Ke kafetaria sebentar ya," jawab Todi. Masih menunggu Erlina untuk berjalan.
"Oke," Erlina berjalan lebih dahulu meninggalkan Todi. Todi mengikuti dari belakang, dalam hatinya merasa cukup lega.
Kafetaria masih sepi, hanya ada beberapa tempat makan yang sudah buka. Mereka berdua mengambil tempat di sudut ruangan, sedikit menjauh dari kios tempat berjualan makanan.
"Kamu sudah sarapan Lin?" tanya Todi. Dia mengamati wajah Erlina yang sedikit pucat, lebih pucat dari terakhir kali Todi bertemu dengan Erlina.
"Sudah, tidak usah, ayo cepat mau bilang apa?" tanya Erlina dengan tidak sabar. Sepertinya berdua dengan Todi membuat dirinya tidak nyaman, dia ingin lekas pergi dari hadapan Todi.
"Kita sarapan dulu ya, aku sudah pesankan makanan, aku lihat kamu pucat seperti itu, nanti kalau belum sarapan kamu malah tambah sakit lagi." ucap Todi. Kebetulan memang dia sudah memesan sarapan buat Erlina dan dirinya.
"Tunggu sebentar disini ya," sambung Todi lagi.
"Anda, tidak usah perduli lagi sama saya, tolong, cepat saja katakan apa yang mau anda sampaikan, saya malas berlama-lama dengan anda, jadi kalau masih tidak ada yang ingin disampaikan, sebaiknya saya pergi," balas Erlina dengan cepat sambil berdiri. Todi langsung menahannya.
"Jangan Lin, oke enggak jadi sarapannya, duduk dulu ya," jawab Todi, berusaha menahan. Erlina duduk kembali. Hatinya sedih mendengar Erlina memanggilnya dengan sebutan "anda".
"Lina, sebelumnya, aku mohon maaf sekali, aku sadar, seberapapun aku memohon, pasti kamu enggak akan mudah untuk memaafkan, hanya Lin..aku mau bantu kamu," jelas Todi perlahan, dengan hati-hati.
"Mau bantu apa?" tanya Erlina dengan cepat.
"Aku dengar tentang perkembangan penyakit kamu, aku sudah bicara dengan ayah, kamu bisa pindah ke rumah sakit ayah, Lin, disana pengobatannya sudah lebih baik dari disini, ayah bisa aturkan pengobatan kamu agar lebih cepat, tidak perlu menunggu antrian seperti disini, bagaimana Lin?" jelas Todi lagi. Kali ini lebih cepat, dia khawatir Erlina sudah meninggalkan dirinya sebelum kalimatnya selesai. Todi menatap Erlina dengan cemas, tidak ada kata yang keluar dari bibir mantan pacarnya itu. Erlina masih menunduk.
"Lin..."
"Hah, " potong Erlina. Dia mendengus kesal.
"Orang kaya memang beda ya, mereka pikir dengan uang dan kekuasaan mereka, semuanya bisa selesai gitu aja," ucapnya ketus.
"Bukan itu maksud aku..."
"Sudahlah Todi, buat apa anda perduli sekarang? Bukannya dulu juga anda meninggalkan saya saat saya baru tahu tentang penyakit saya, kenapa anda mesti perduli sekarang?" potong Erlina lagi. Todi tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan Erlina.
Erlina beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan beberapa langkah lalu berhenti dan menatap Todi lagi.
"Lebih baik anda urusi saja kehidupan anda sekarang, saya dengar istri anda gadis baik-baik, jaga saja dia, tapi ingat saja, kalau karma itu ada," ucap Erlina, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Todi.
Todi tidak membalas kata-kata Erlina, dia juga tidak mengejar untuk menahan Erlina seperti sebelumnya. Todi hanya duduk diam dibangkunya.
Beberapa saat kemudian dua bungkusan makanan datang. Seorang lelaki membawanya
"Punten dok, ieu pesanan dokter tadi pagi, nu teu dipasihan micin, aya tandanya. (punten dok, ini pesanan dokter tadi pagi, yang tidak diberi vetsin ada tandanya)" ucap lelaki itu dengan bahasa Sunda yang fasih, dia menunjukkan satu bungkusan dengan tulisan "tidak micin" pada Todi, yang berarti tidak pakai vetsin. Todi memang memesankan nasi goreng tanpa vetsin untuk Erlina sebelumnya. Dia ingat Erlina suka nasi goreng dulu.
Todi mengambil bungkusan untuk dirinya.
"Pak, yang ini boleh minta tolong bapak kasih ke teteh yang tadi sama saya, dia pasien poli dalam, namanya Erlina, punten ngerepotin ya pak," pinta Todi sambil mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu dari dompetnya dan menyerahkan pada bapak tadi.
"Aduh, ini banyak pisan atuh dok," tolak bapak tadi.
"Enggak apa pak, nanti setiap kali bapak lihat teteh tadi disini, bapak bilang aja makanan dia sudah dibayar, kalau kurang kabari saja saya ya pak, saya masih disini sampai satu bulan kedepan kok pak," ujar Todi lagi, dia langsung menaruh uangnya kedalam tangan bapak tadi. Tanpa menunggu protes dari si bapak penjual, Todi meninggalkan tempat itu menuju ruangan operasi.
Sampai di ruang operasi, masih terlihat sepi, Setelah menyapa beberapa perawat OK, Todi masuk ke ruang tunggu dokter. Dia mengeluarkan ponselnya. Ada satu pesan masuk, dari Laras.
"Kak, kata Bu Inah, kakak berangkat pagi sekali, ada operasi pagi ya? jangan lupa sarapan ya, perlu aku bawakan makan siang nanti? Maaf ya, aku enggak bangun pagi hari ini," tulis Laras.Todi tersenyum membacanya. Perasaannya membaik setiap melihat istrinya.
"Iya, maaf sayang enggak sempat pamit, aku enggak tega bangunin kamu, pulas sekali tidurnya tadi, kamu istirahat aja, aku makan siang di rumah sakit aja," balas Todi.
"Enggak apa, jangan lupa makan sayang," balas Laras lagi.
Pikiran Todi melayang kembali, mengingat kata-kata terakhir Erlina. Karma itu ada, kata-kata itu semakin terngiang-ngiang di pikiran Todi.