"Tumben kamu berkunjuk ke rumah. Sudah lama banget lho, Helga"
"Maaf yah ma, aku baru semoat sekarang"
"Kamu sehat nak?"
"Iya ma, aku sehat"
"Kami dapat undangan pertunangan Will hari rabu nanti. Kamu datang?"
"Aku gak bisa ma, aku harus hadir meliput fashion week di Singapura"
"Helga, kamu jujur deh sama mama. Perasaanmu gak apa-apa kan?"
"Hemm, yah, kemarin sih apa-apa ma, sekarang udah gak lagi. Buktinya, aku udah kembali ke Helga yang dulu"
"Eh, Helga, begini nak. Anak temannya Papa ada yang masih single.."
"Aduh ma, udah deh, jangan bahas jodoh-jodohan lagi. Aku tuh butuh istirahat sejenak. Aku gak mau terlalu sering sakit hati ma"
"Mama paham, tapi setidaknya kamu usaha dulu, siapa tau itu bisa lebih bantu kamu"
Sementara itu, di apartemen Helga, William yang baru saja selesai mandi langsung menuju meja makan, melihat sarapan apa yang disiapkan Helga untuknya.
"Nasi goreng?"
Ternyata, selain sepiring nasi goreng dan segelas teh di atas meja, ada pesan yang ditinggalkan Helga.
"Selamat menikmati. Oh iya, semoga sukses dengan acara tunangannya, maaf gak bisa hadir, ada agenda kerja di Singapura. Maaf gak bisa kirim pesan lewat chat, soalnya aku sudah hapus nomor kamu. Helga"
"Apa? Dia hapus nomorku?"
William lalu duduk dan meletakkan kedua tangannya di atas meja.
"Sampai sekarang aku masih berpikir untuk bersama dia, sedangkan dia sudah bertekad untuk lupakan semuanya?"
William lalu masuk ke dalam mobil yang sudah menjemputnya, lalu membawanya pergi dari sana. Helga yang yang bersembunyi, karena tidak ingin menghadapi William lagi, akhirnya merasa legah dengan kepergian lelaki itu.
Baru saja ia masuk ke dalam apartemennya, Helga lalu menelpon Dewi.
"Yah Helga ada apa?"
"Mbak Dewi, begini, aku boleh gak berangkat duluan ke Singapura sore ini?"
"Lho kenapa?"
"Gak apa-apa sih mbak, cuma ada keperluan. Suruh Yuli untuk nyusul aku aja disana mbak"
"Oke, kamu hati-hati yah. Sebentar aku kirimkan dana akomodasi kamu"
"Thanks mbak"
Helga lalu ke kamarnya, mengambil koper dan segera berkemas. Dia harus secepatnya pergi sebelum hari pesta pertunangan William sebelum pria itu bertingkah lagi padanya.
Gerbang rumah utama terbuka karena kedatangan William. Saat turun dari mobil ia disambut oleh para pegawai yang bekerja di rumah utama, serta kakek.
"William, kamu darimana?"
"Supir gak kasi tau kakek?"
"Katanya, kamu yang suruh supir rahasiakan. Kamu kemana sebenarnya nak?"
"Semalam aku tidur di rumah Helga?"
"Apa?"
"Tenang aja kek, aku mabuk berat, gak apa-apain dia"
"Soal itu aku percaya nak, tapi tolong, semua yang sudah terjadi, hargailah, termasuk keputusan Helga"
"Sekarang hal itu aku udah paham kek. Aku benar-benar gak bisa buat Helga tinggal, aku yang salah karena gak bisa tegas dengan semua ini. Aku... aku gak bisa"
"William, tenanglah nak. Sekarang kamu bersiap, sebentar Alice akan datang jemput kamu untuk memilih cincin tunangan"
Setelah makan siang, Alice yang diantar oleh Ben datang menjemput William. William lalu masuk ke dalam mobil, duduk di seat belakang bersama Alice, sedangkan Ben yang menyetir mobilnya.
"Kita pilih cincin di mall milik kamu aja yah kak?"
"Iya"
"Aku dengar kak William semalam minum banyak di pesta. Kak William baikan kan?"
"Iya, aku baikan"
Sementara itu, Helga yang sedang berada di bandara menunggu keberangkatan pesawatnya. Ia sibuk membuka media sosialnya. Namun, saat membuka Instagram, ia melihat postingan story dari akun milik William, yaitu swafotonya bersama Alice di toko perhiasan.
"Oh mereka lagi memilih cincin, bagusnlah"
Helga menyeduh kopi hitam di tangan kirinya, tangan kanannya masih memegang ponsel, dan menatap kosong ke arah depan.
"Aku sekarang percaya, hubungan yang bisa dilakukan tanpa cinta. Tapi kan, William gak cinta sama Alice, Alice pun demikian. Mereka cinta orang lain, itu sama aja dengan munafik kan? Hidup kemunafikan! Hahaha! Hahaha!"
Suara Helga yang begitu keras membuat orang-orang di sekitarnya yang ada di bandara menghentikan aktivitas mereka masing-masing.
"Maaf yah, maaf yah"
Helga lalu mengambil semua barang bawaannya dan pindah ke tempat lain, sementara orang-orang masih menatapnya aneh.
"Aih! Aku benar-benar udah gila kali ya!"