Reina membuka pintu setelah mendengar bel pintu bunyi beberapa kali. Senyum di wajahnya merekah, kedatangan orang itu sangat membuatnya senang.
"Evan!"
Reina langsung memeluk Evan, sementara Evan hanya memeluk Reina seadanya. Entah mengapa, Evan tidak terlalu begitu senang saat bertemu dengan Reina, padahal mereka tidak bertemu beberapa hari ini.
"Sayang, aku tau kamu pasti kembali"
"Reina... aku..."
"Ada apa sayang? Kenapa jadi serius begitu?"
"Keluargaku sudah merencanakan pernikahan ulang antara aku dan Helga"
"Apa?!"
"Beberapa hari lagi aku dan Helga akan menikah ulang"
"Terus kamu setuju begitu aja?"
"Aku gak bisa bantah keluargaku, lagian, aku masih merasa bersalah sama Helga"
"Bohong! Kamu bilang kamu cinta sama aku! Bahkan untuk semua yang udah kita lakukan!"
"Reina... aku..."
Reina lalu berlari ke arah dapur dan Evan mengikutinya. Wanita itu lalu mengambil sebuah pisau dan menodong dirinya sendiri.
"Reina! Jangan!"
"Gak! Kamu akan tinggalin aku! Lebih baik aku mati disini!"
"Reina, tenanglah. Baik. Aku janji, aku akan batalkan pernikahan ulang itu"
"Serius?"
"Iya sayang. Aku serius"
Reina lalu melepaskan pisau itu begitu saja dan jatuh ke pelukan Evan. Mereka lalu saling berciuman, dan mulai bercumbu disana. Satu per satu, mereka berdua saling melepaskan pakaian mereka, dan kembali saling bercumbu.
Sementara di tempat lain, masih di ruangan presdir di Fashion Diamond, Helga dengan lahapnya menyantap semua pizza yang ada di hadapannya, sementara William hanya memandangnya sambil tersenyum.
"Makasih yah kak, udah belikan ini semua untuk makan siang kita"
"Kenapa kamu pesannya fast food semua sih?"
"Hehe, gak tau. Jadi pengen aja. Presdir PMG gak mungkin bangkrut kan cuma gara-gara fast food sebanyak ini?"
"Iya iya, makanlah. Aku udah kenyang"
"Heh? Kenyang? Perasaan kak Willie cuma makan sedikit"
"Kamu jadi makan banyak gini yah setelah kepala kamu cedera"
"Hehehe. Gak ada hubungannya kali kak"
"Oh iya, mata-mataku kirim pesan ke aku, katanya mereka melihat Evan kembali ke apartemen Reina"
"Biarkan saja, itu urusan mereka. Yang penting, rencanaku kali ini berhasil untuk menangkap basah penyihir itu"
"Hemm, kira-kira apa yang mereka lakukan yah disana?"
"Gak tau. Bercinta mungkin"
"Kok kamu bisa bilang begitu"
"Hello? Aku udah tau siapa mereka berdua itu, apalagi kalau bersama. Dasar mereka itu gila bercinta!"
"Sepertinya kamu cemburu yah?"
"Cemburu apanya? Aku udah lama gak cinta sama Evan, dan gak peduli sama Reina. Hanya karena kak Charlie nih aku berhadapan sama mereka lagi"
"Bukan gitu maksud aku. Tapi, sepertinya kamu ini cemburu yah kalau tau ada orang yang lagi bercinta"
"Ih, apaan sih. Yah gak lah"
"Hemm, mungkin itu efek karena kamu belum pernah melakukannya kan?"
Seketika Helga menyemburkan sedikit minuman di dalam mulutnya saat ia meminum sodanya. Helga benar-benar tak habis pikir, Charlie dan William sama brengseknya, tapi William ini sepertinya satu tingkat lebih brengsek dari Charlie.
"Udah ah, gak usah bahas. Aku memang gak pernah"
"Mau coba sama aku gak?"
"Ih! Gak mau!"
"Kenapa? Kita kan sama-sama gak pernah lakukan begituan. Aku masih perjaka loh"
"Aku gak peduli yah tentang itu. Lagian, laki-laki mana bisa ditebak masih virgin atau udah gak. Apalagi kak Willie ini sering dikelilingi perempuan cantik dan sexy"
"Tapi aku gak pernah lakukan itu sama mereka. Aku cuma mau lakukan sama si cinta pertamaku"
Helga hanya memutar bola matanya bosan, William mulai lagi membahas masalah itu. William lalu mendekati Helga, dan menarik tangan Helga, hingga Helga berada dalam dekapannya. Willie lalu mencium bibir Helga, namun Helga sedikit mendorong wajahnya untuk menjauh.
"Kak Willie, jangan"
"Kok masih panggil kak Willie sih? Panggilnya Willie aja"
"Gak ah, kamu kan lebih tua"
"Kalau gitu panggil sayang aja"
"Ya udah aku panggil Willie aja"
"Cobalah"
"Willie"
William kembali mencium bibir Helga, namun kali ini Helga tidak menolak ciuman itu. Tenang saja, William tidak akan melakukan hal yang lebih dari itu, sebelum ia dan Helga benar-benar telah bersama nantinya.