Setelah Charlie mengantar dan membatu Helga untuk pindah kembali ke rumah orang tua Helga, Charlie kemudian mengajak Helga untuk makan siang bersama. Karena Helga juga lapar sebab mengacuhkan sarapan pagi, dia langsung saja setuju dengan ajakan Charlie.
Akhirnya mereka tiba di depan sebuah restoran yang menyediakan masakan khas dari berbagai negara.
"Kita disini aja yah?"
"Wah, kalau gini jadi bingung mau makan makanan negara mana"
"Aku dengar sih, dim sum disini enak banget"
"Boleh juga"
Sementara Helga dan Charlie makan siang, tanpa mereka sadari, ada yang sedang mengawasi mereka di atas gedung kosong yang terletak di sebelah jalan.
Orang itu adalah pria yang berpakaian serba hitam. Tak lama pria itu menerima sebuah panggilan di ponselnya.
"Sudah dimana?"
"Bu, aku sudah di lokasi. Siap sengan target", jawab pria itu membalas pertanyaan seorang wanita yang ada di balik panggilan seluler itu.
"Bagus! Aku mau kau bekerja dengan baik, dan habisi kelinci kecil itu!"
"Siap bu!"
Tak lama menanti, Helga dan Charlie keluar dari restoran dan berdiri di depan restoran menunggu mobil mereka dari valet. Pria pakaian hitam itu langsung mengambil posisi di belakanh senjatanya, siap untuk membidik Helga sesuai perintah yang diberikan.
"Maaf Helga, kayaknya ada pesan", Charlie kemudian mengambil ponselnya.
Tepat pada saat Charlie menatap layar ponselnya yang mati, ia melihat bayangan seorang sniper yang mengincar mereka. Charlie kemudian melangkah ke hadapan Helga dan berusaha memeluk Helga.
"Helga, awas!"
Tepat saat Charlie berada di pelukan Helga, suara senjata api terdengar, dan tubuh Charlie mulai lunglai. Helga yang terkejut pun ikut lunglai dibuatnya. Helga kini terduduk sambil memeluk tubuh Charlie, dan melihat tangannya yang penuh dengan darah Charlie. Namun ia hanya terdiam.
Orang-orang yang ada di tempat itu menjadi panik hingga muncul kekacauan.
"Ada yang tertembak!"
"Cepat panggil ambulans!"
Helga kini terdiam sendirian, duduk tepat di depan ruang operasi rumah sakit. Tangannya kini bersih dari noda darah itu, pakaian yang dikenakannya ternoda oleh darah Charlie. Helga hanya duduk terdiam dengan tatapan yang kosong.
"Helga!", keluarga akhirnya datang. Kakek, orang tua Helga, dan orang tua Evan datang.
"Nak, kamu gak apa?", tanya papa Helga. Helga hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
Tak lama hadir seseorang yang membuat Helga sedikit terkejut. Evan. Namun Helga tidak peduli terhadap kehadiran Evan.
Lebih dari dua jam kemudian, dokter dan beberapa tim medis yang memindahkan Charlie ke ruang ICU pun keluar dari ruang operasi.
"Bagaimana cucu saya dok?"
"Jujur saja, dia tertembak dari punggung tembus ke dada, bahkan peluru menembus paru-paru, sudah kami keluarkan"
"Apakah dia bisa sadar dan membaik dok?", tanya papa Evan.
"Dia akan sadar nanti. Namun, untuk hidup yang lebih lama, saya tak bisa pastikan"
"Maksud dokter? Cucu saya..."
"Kemungkinannya untuk bertahan hidup hanya 10%"
Mendengar itu kakek langsung lemas. Tubuhnya terduduk dengan tidak sengaja.
"Kak Charlie", Helga hanya bisa bergumam dan menyebut nama Charlie.