"Shina.."
"Apapun yang akan kau lakukan, tapi aku tidak akan membiarkan kau menceraikanku.."
"Shina.. kalau kau bersikap seperti ini, kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri."
"Menyakiti diriku?" Hei bodoh!! Apa kau sadar.. kau telah melakukan semuanya bahkan lebih buruk daripada ini. Dan kau baru mengatakan itu sekarang (setelah apa yang kita lalui bersama dan bahkan aku juga telah melahirkan anakmu itu).."
"Tapi Shina, aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku tidak bisa melupakan Lena hingga detik ini. Aku masih mencintainya.."
"Aku tidak mempermasalahkannya.. Bahkan sejak dulu aku juga sudah tahu, kau tidak akan pernah bisa melupakannya (mungkin tidak mau melupakan).." jawab Shina memotong pembicaraan Aris tiba-tiba.
"Membiarkan diriku sendiri tenggelam dalam rasa simpatimu itu merupakan kesalahan terbesarku. Oleh karena itu, untuk menebusnya aku hanya bisa melakukannya dengan membiarkanmu tetap berada disini (tidak pergi dari hidupku).."
"Shina.. kalau kau bersih keras seperti ini, kau akan membuatku merasa bersalah.."
"Kalau kau tidak mau merasa bersalah, maka tetaplah berada disisiku dan jangan berpaling.."
"Tapi aku tidak akan membuatmu bahagia.."
"Aku tidak peduli! Bahkan jika kau merupakan hal terburuk dihidupku sekalipun, aku akan tetap memilih bertahan dan berada disisimu.. Kebahagianku hanya bisa terjadi jika kau tetap berada disisiku.."
"Shina.."
"Sudahlah.. Aku tidak mau berdebat denganmu lagi Aris. Kau itu baru siuman.. Lebih baik kau simpan energimu untuk beristirahat memulihkan kondisimu.. Sementara aku akan memanggil dokter untuk mengabari bahwa kau telah sadar.. agar dia bisa mengecek kondisimu saat ini.." Lalu Shina pun memilih untuk keluar ruangan meninggalkan Aris
Sebenarnya saat itu Shina, dia tidak ingin memanggil dokter atau siapapun. Dia hanya ingin menghindar dari Aris. Mungkin berupaya untuk menenangkan diri. Dirinya terlihat menangis sedih saat itu.
Shina tidak mengira bahwa Aris akan langsung merespon perkataannya seperti tadi. Tadinya dia hanya ingin berniat menyindir Aris dengan menanyakan hal itu secara langsung, tetapi justru kenyataan pahit yang didapatkannya. Aris langsung mengatakan hal yang paling ditakutinya selama ini yaitu memintanya untuk menyerah karena bagaimanapun Aris masih memiliki perasaannya terhadapku.
"Aku harus memperjuangkan kebahagianku sendiri.. Tidak masalah, ini bukan apa-apa.." ucap Shina menyemangati dirinya sendiri, sambil berusaha menghapus air matanya
Shina menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia menarik nafas panjang lagi dan menghembuskannya. Hal itu dilakukannya berulang kali, sampai dia merasa cukup bisa mengendalikan dirinya, baru setelah itu, dia benar-benar pergi untuk mencari dokter.. mengabarkan padanya bahwa kini Aris telah siuman dan memintanya untuk memeriksakan kembali kondisi kesehatan Aris lebih lanjut.
Sementara ditempat lain, di apartemen kami terlihat aku dan Ryan. Kami menempati ruangan yang sama, bahkan tidur diranjang yang sama (tempat tidur kami dikamar). Namun, saat itu aku memilih untuk memunggunginya (posisi kami berjauhan).
"Apa kau akan tetap bersikap seperti ini dan mengabaikanku?" ucap Ryan tidak senang
"Sayang..?" Ryan mencoba memanggilku kembali
Lalu Ryan pun mengambil guling yang membatasi kami.
"Jangan pernah memindahkan gulingnya!" ucapku memperingati Ryan
"Aku sudah mengikuti keinginanmu dengan mau menemanimu tidur disini. Jadi kumohon, Mas Ryan jangan melakukan lebih dari ini.."
Tidak mempedulikan peringatanku, Ryan tetap memindahkan gulingnya. Dia kemudian memelukku dari belakang.
"Aku hanya ingin kita tidur bersama dengan melakukan ini (Ryan yang memelukku).. Aku tidak meminta lebih.. hanya ingin seperti ini denganmu. Apa kau merasa keberatan?"
Aku tidak merespon perkataannya, hanya bisa menangis dalam diam.
"Sayang.. aku tahu kamu masih marah sama aku, makanya kamu melakukan hal ini.. tapi untuk malam ini, tidak bisakah kita berkompromi dan kembali bersatu?"
Saat itu Ryan tiba-tiba mencium punggung belakangku, sehingga membuatku terkejut. Aku pun kemudian berbalik menghadap ke arahnya.
"Mas menginginkannya kan? Kalau begitu lakukanlah! Lakukan apapun yang Mas mau (terhadap tubuhku).. tapi setelah itu, jangan mengharapkan apapun.."
Ryan begitu terkejut mendengarkan perkataanku. Bahkan saat itu dirinya baru menyadari bahwa sepertinya aku habis menangis tadi.
"Apa karena Aris? Kau menolakku seperti ini karena Aris??" ucap Ryan tidak senang sambil berusaha menahan emosinya
"Apa kalian melakukannya? Katakan apa dia menyentuhmu disini (sambil Ryan mengangkat sedikit daguku dan berniat ingin menyatukan bibir kami).."
Saat itu tiba-tiba saja tangan Ryan membuka paksa pakaianku, bahkan hampir-hampir sampai merobeknya.
Aku yang kecewa lalu berusaha keras untuk melawan sampai membuat tanganku itu mendaratkan tamparan keras diwajahnya.
*Plakkk.. (aku menampar Ryan)
"Kau memang tak pernah berubah, Mas.. Hanya kau satu-satunya lelaki brengsek yang berani menyentuhku, bahkan disaat kita belum resmi sebagai suami istri.."
"Jangan samakan semua orang sama sepertimu, terlebih Aris.. Setidaknya dia tahu bagaimana caranya menghargai wanita dan menghormatinya, tidak seperti dirimu.."
"Menghargai?.." ucap Ryan sinis
"Apa membuatmu untuk datang dan tetap tinggal disisinya di apartemennya, tanpa sepengetahuan Shina istrinya.. itu cara menghargai wanita??"
"Bahkan Aris lebih brengsek.. Dia telah merencanakan ini semua jauh-jauh hari, sebelum dia memutuskan untuk pindah kemari ke apartemen yang sama denganmu, hanya untuk merebutmu dariku.. Apa itu yang kau sebut lebih baik??!" ucap Ryan emosi
"Mungkin kau lupa bahwa semua hal buruk yang terjadi didalam pernikahan kita itu terjadi karena ulahnya. Karena dia yang memutuskan untuk tinggal disini.."
"Bukan karena Aris, tapi karena Mas Ryan sendiri.. Karena Mas yang tidak mempunyai rasa kepercayaan terhadapku. Seperti saat ini, Mas menuduhku telah melakukan sesuatu dengan Aris.."
"Bukan menuduh, aku berbicara sesuai kenyataan. Kalau tidak, untuk apa kau berada di apartemen Aris saat itu kalau bukan untuk bercumbu dan bermesra-mesraan dengannya.. Menyuruhku menjaga Shina hanya untuk klamuflase agar kau bisa bebas dengan Aris dan berdua-duaan diapartemennya.."
"Cukupp..!!" teriakku
"Aku sudah cukup mendengar semua penghinaan darimu Mas. Aku memang wanita murahan, munafik, rendahan.. Bahkan aku juga wanita penggoda yang bisa datang ke apartemen suami orang untuk bercumbu dan bermesra-mesraan dengannya. Apa Mas puas??!"
Saat itu aku lalu mengambil pakaian asal dilemariku untuk menutupi pakaianku yang telah koyak akibat ulah Ryan sebelumnya. Lalu akupun pergi keluar kamar dan meninggalkan Ryan sendirian disana.
Aku kesal. Aku benar-benar kecewa. Aku kecewa oleh penilaian Ryan selama ini terhadapku. Aku tidak menyangka bahwa tahun-tahun yang kita lewati bersama selama pernikahan kami dulu, ternyata tidak cukup membuktikan padanya bahwa aku ini adalah wanita baik-baik (tidak seperti yang dituduhkannya itu).
"Apa memang aku seperti itu?" pikirku tiba-tiba sinis terhadap diriku sendiri.
Saat itu, aku tiba-tiba mengingat peristiwa saat Aris berada disini (di apartemenku). Aku yang sempat tidak senang ketika Aris mengatakan bahwa kita harus menjaga jarak dan menjadi orang asing. Bahkan aku ingat bagaimana dia menciumku, lalu aku yang juga ikut meresponnya (seolah menikmati ciuman kami itu).
"Mungkin perkataan Ryan tidak sepenuhnya salah.." pikirku merasa bersalah mengingat semua kondisi tersebut.
"Aku memang bukan wanita baik-baik seperti apa yang dipikirkannya.."