"Brengsek..!!" maki Ryan kesal sambil memukul setir mobilnya. Saat itu mobilnya masih berada diparkiran Rumah Sakit (belum beranjak pergi dari tempat itu).
Rasa sedih, kesal, terkhianati, atau mungkin benci.. semuanya bercampur aduk menjadi satu, sehingga membuat emosi Ryan meluap-luap.
Ya, Ryan benar-benar kecewa padaku. Seandainya bisa dia menghilangkan semua perasaannya itu, mungkin dia akan membayarnya dengan apapun. Karena dia merasa kali ini dia harus benar-benar pergi menjauh dari kehidupanku (melupakanku).
Melupakan seseorang memang tidak mudah. Terlebih jika seseorang tersebut pernah menjadi bagian dari hidup kita selama beberapa tahun lamanya. Meskipun sempat terpisah (saat perceraian kami terjadi), tapi itu tidak membuat rasa yang ada didalam hati kita berubah. Tidak peduli seberapa buruk mereka atau bahkan jika dia memang telah benar-benar berpaling dan mengkhianatimu, tetapi rasa itu tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Ryan lalu mengambil ponselnya dari dalam saku. Sempat terpikir olehnya untuk menghubungi Shina saat ini juga.. untuk mengusirku dari Rumah Sakit (memisahkan antara aku dan Aris), tetapi dia tidak jadi melakukannya. Dia kembali berpikir, jika Shina datang.. dia pasti akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapku. Dan Ryan pun terpaksa mengurungkan niatnya itu. Dia lebih memilih membiarkanku bersama Aris, meskipun harus menahan rasa sakit didalam hatinya.
Hal terakhir yang bisa Ryan lakukan adalah dia menghapus semua foto-foto kebersamaan kami diponselnya (terutama foto-fotoku). Tidak ada keraguan saat dia melakukan semua itu. Akan tetapi, ketika dia terpikir untuk memblokir nomor kontakku, dia tidak jadi melakukannya. Akhirnya Ryan pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Rumah Sakit itu dengan perasaan benci dan kecewa.
Belum lama dia melajukan mobilnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata itu panggilan dari Shina.
"Ryan.." sapa Shina dengan nada panik
"Apa kau tahu dimana Aris? Sedari tadi aku menghubunginya, tetapi dia tidak mau menjawab. Aku khawatir.. Aku punya firasat buruk mengenai ini.."
"Ryan, bisakah kau membantuku mencari Aris? Rani dan aku, kita berdua sama-sama tidak bisa menghubunginya. Tidak masalah jika dia mengabaikan panggilanku, tapi Rani.. Sebelumnya Aris tidak pernah tidak sekalipun menjawab panggilan Rani. Sesuatu yang buruk pasti terjadi padanya."
"Ryan aku khawatir.. Dia itu masih belum pulih. Bisakah kau membantuku mencari Aris? Saat aku meninggalkan apartemen, kalian berdua masih ada disana kan? Apa mungkin Aris ada di apartemen? Ryan, bantu aku untuk mengecek Aris diapartemen.. atau mungkin kau bisa mencari tahu keberadaannya di Rumah Sakit. Rumah Sakit tempat dia dirawat sebelumnya.."
Ryan hanya terdiam mendengar semua ucapan Shina, hingga kemudian
"Ryan..!" Shina kembali memanggilnya karena tidak ada satu pun respon dari Ryan saat itu
"Aku tidak tahu!!" jawab Ryan ketus.
Lalu Ryan pun segera mematikan sambungannya.
Kesal karena Ryan mematikan panggilannya, Shina yang tidak terima kembali menghubunginya. Akan tetapi, kali ini Ryan tidak mau menjawab.
"Ryan brengsek..!!" umpat Shina kesal, ketika Ryan mengabaikan panggilannya
Akan tetapi, Shina tidak menyerah.
"Kita lihat seberapa lama kau akan mengabaikanku.."
"Aku tidak peduli.. sampai kau mau menjawab panggilanku atau kau mau membantuku mencari Aris.. aku akan terus menerus menghubungimu seperti ini Ryan.." ucap Shina sambil masih menghubungi Ryan
Ryan yang mulai merasa jengah, akhirnya dia memutuskan untuk menjawab panggilan Shina. Tidak hanya itu, bahkan dia juga telah memberitahu Shina mengenai kondisi Aris, pertengkaran antara dirinya dan Aris saat diapartemen (saat Ryan melihatku berada disana), dan juga kondisi Aris saat ini yang sedang mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Detik itu juga setelah menutup telponnya, Shina lalu meninggalkan rumah Lucy dan menuju ke Rumah Sakit.
Setibanya Shina di sana, dia terkejut melihat Ryan. Tanpa menyapa atau mengajaknya berbicara, Shina melewati Ryan begitu saja.
"Shina.." ucap Ryan sambil mengejarnya
"Dengar Shina, apapun yang akan kau lakukan nanti.. sebaiknya jangan. Tahan emosimu! Aku tahu, kau berhak marah disini.. tetapi ini Rumah Sakit. Kau harus menjaga ketenangan pasien lain.." Ryan terus membujuk Shina agar dia tidak meluapkan emosi kemarahannya itu padaku
Dan akhirnya Shina pun tiba diruangan Aris, tetapi aku sudah tidak berada disana. Ryan terlihat menarik nafas lega saat itu.
"Untung saja kau tidak ada atau sesuatu yang buruk akan terjadi padamu.." ucap Ryan dalam hati
Namun tiba-tiba raut wajah Ryan berubah menjadi tegang, ketika dia melihatku berjalan ke arahnya menuju ruangan Aris. Ryan lalu menghampiriku.
"Sebaiknya kau jangan masuk dulu, Shina ada didalam.." ucap Ryan ketika dia berjalan mendekat ke arahku
Disisi lain, aku tidak mengikuti perkataannya. Aku malah semakin mendekat berjalan menuju ruangan Aris, hingga tiba-tiba Ryan
"Saat ini kondisi Shina sedang tidak baik.. Dia begitu kesal dan emosi padamu.." ucap Ryan menghentikan langkahku sambil menggenggam erat lenganku agar aku tidak beranjak pergi ke ruangan Aris
"Aku telah menceritakan semuanya pada Shina. Dia berhak tahu mengenai hal ini.."
Saat itu Ryan menyadari bahwa dia terlalu keras menahan tanganku itu. Seketika, dia pun lalu mengendurkan genggamannya, sehingga membuatku bisa lebih mudah melepaskan tanganku itu darinya.
Aku kembali melangkahkan kakiku menuju ruangan Aris, hingga tiba-tiba Ryan
"Apa kau sebegitu mencintai Aris, sehingga membuat dirimu terlihat rendahan?!! Bahkan disaat istrinya masih berada di sana, tetapi kau masih bersih keras ingin menemuinya.."
"Kenapa? Bukannya aku memang seperti itu? Kau sendiri kan yang bilang bahwa aku ini munafik dan sangat mencintai Aris. Apa salah jika memang aku berniat untuk melakukannya sesuai dengan perkataanmu itu?" jawabku menyindirnya
Saat itu Shina seperti menyadari keberadaanku di luar sana, hingga ketika dia tiba-tiba keluar dari ruangan Aris.. dengan cepat Ryan kemudian menyeretku pergi dari sana.
"Ryan berhenti..! Lena..!!"
"Hey Ryan, jangan kau pikir dengan membawa Lena seperti itu kau bisa melindunginya.." ucap Shina masih sambil mengejar kami
"Dasar perempuan jalang! Lihat apa yang akan kuperbuat karena berani melakukan hal ini padaku.."
Sementara saat itu aku dan Ryan,
"Lepas.. Lepaskan aku!!"
"Lepaskan..! Tanganku sakit.." ucapku memberontak marah pada Ryan
Seketika, Ryan kemudian melepaskan tanganku karena merasa posisi kita saat itu sudah jauh dari Shina. Tanpa berkata-kata atau menatap wajahnya, aku pun langsung pergi meninggalkan Ryan.
"Maafkan aku..!" ucap Ryan tiba-tiba
"Maaf, atas kata-kata kasarku sebelumnya.. Aku tidak bermaksud mengataimu rendahan seperti itu.."
"Saat itu aku membencimu. Aku sangat membenci dirimu.."
"Aku benci dirimu yang memilih untuk tinggal disini menemani Aris.. Aku benci dirimu yang mengatakan pada dokter itu bahwa kau adalah keluarganya.. Aku membenci kenyataan bahwa meskipun kau menginginkan kita untuk kembali, tetapi hatimu masih tetap tertuju pada Aris.. Aku membencimu.. benar-benar sunggu membencimu.."
"Saat itu aku mengatakan tidak bisa karena aku ingin kau juga merasakan hal yang sama denganku. Perasaan diabaikan dan dicampakkan begitu saja oleh orang yang kita sayang.."
"Hatiku sakit ketika melihatmu berada di apartemen Aris. Kamu begitu tega mengkhianatiku. Menyuruhku untuk menemani Shina, sementara kamu menenangkan dan merawat Aris disana.."
"Aku benar-benar tidak habis pikir, sebenarnya apa yang kau inginkan. Siapa yang benar-benar ada didalam hatimu itu. Entah aku atau Aris.. Aku sampai saat ini tidak tahu dan belum begitu yakin.."
"Mendengarmu yang tiba-tiba ingin kita kembali, tetapi disisi lain kamu juga tidak mau menghubungi Shina untuk melepaskan semua tanggung jawabmu itu terhadap Aris.. Kamu mencintaiku, tetapi kamu juga meminta maaf padaku karena tidak bisa menghilangkan semua perasaanmu itu padanya.. Sayang kau tahu, kau itu begitu egois dan kejam.."
"Tidak ada satu orang pun yang pernah melukaiku seperti apa yang kamu lakukan ini.. Bagiku pengkhianatanmu ini sulit untuk dimaafkan. Namun disisi lain, aku juga tidak bisa menghilangkan semua perasaanku itu padamu.."
"Seandainya kamu jadi aku, menurutmu apa yang sebaiknya kulakukan terhadap hubungan kita ini? Sayang katakan, seandainya kamu diposisiku sekarang.. apa aku harus menerimamu kembali?"