Ketika aku membukakan pintu depan aku terkejut. Ada seorang pria berjaket yang menutupi wajahnya dengan buket bunga disana. Pikiranku saat itu lalu mengarah ke suamiku Mas Ryan. Bagaimana Mas Ryan bisa tahu mengenai keberadaanku disini, pikirku tak percaya. Hingga tiba-tiba ketika orang tersebut menurunkan buket bunga yang menutupi wajahnya tadi barulah aku sadar bahwa orang itu bukan dia. Ada sedikit perasaan kecewa saat itu..
"Sebuket bunga untuk wanita cantik.." ucapnya yang semakin menyadarkanku bahwa orang itu bukan Mas Ryan.
"Ohh, Maaf. Aku pikir kau ini Jessy." ucapnya kembali sambil merasa malu
"Tunggu.. Kau ini kan temannya Shina saat di salon waktu itu." ucap Roy kemudian
"Ohh.. Kau.." ekspresiku terkejut sambil menunjuk ke arahnya
"Iya, aku Roy "tunangannya" Shina seperti yang kau tahu itu.." ucapnya sambil tersenyum mengajakku berjabat tangan
Sambil menjabat tangannya aku pun berkata,
"Lena.. Aku bertetangga dengan Shina disini."
"703?" tanyanya kembali
"Bukan 703 tapi 701.." jawabku
"Ohh.." dia memberikan respon
"Apa Jessy ada?" tanyanya kembali
"Jessy saat ini sedang tidur dikamarnya.. Dia sepertinya terlihat agak lelah.." ucapku menjawab.
Aku sengaja berkata seperti itu, untuk membuat Roy segera pergi dari tempat ini. Akan tetapi, saat itu responnya malah
"Boleh aku masuk?" tanyanya kembali
Kalau ini apartemenku, mungkin aku tidak akan memperbolehkannya. Namun saat itu, Roy malah langsung masuk sendiri sebelum aku mempersilahkannya.
"Apa kau akan menginap disini?" tanyanya kembali padaku
Aku menjawabnya dengan tersenyum canggung sambil mengangguk.
"Sayang sekali.. Berarti aku harus tidur di sofa ini untuk malam ini." ucapnya kembali sambil merebahkan badannya yang besar itu hingga memenuhi semua space sofa disana
Saat itu, aku masih belum beranjak dari depan pintu. Aku masih menengok keluar menunggu tukang ojek yang datang mengantar martabakku itu. Tak selang berapa lama, tiba-tiba terlihat seseorang yang keluar dari pintu lift dengan membawa bungkusan martabak. Aku kembali terkejut dibuatnya, ternyata itu Mas Ryan. Bagaimana bisa dia yang membawa martabakku, pikirku panik.
Saat itu aku pun langsung menutup pintu depan dengan sangat keras hingga membuat Roy yang sedang tiduran diatas sofa terkejut sambil melihat kearahku. Dengan segera aku berlari masuk ke dalam kamar, sambil berkata pada Roy disana
"Bilang padanya aku tidak ada.."
"Apapun yang dia sampaikan nanti, bilang padanya aku tidak mau menemuinya.." ucapku kembali sebelum masuk ke dalam kamar
Dan saat itu benar saja, bel pintu pun langsung berbunyi dan Roy kemudian membukakan pintunya. Ryan yang tadinya sudah mempersiapkan wajah senyum memelasnya itu ketika mendengar suara pintu terbuka, tiba-tiba merubah ekspresinya segera menjadi tidak senang dan marah saat melihat Roy yang ada disana.
"Kau.. Apa yang kau lakukan disini, hah? Dimana Lena? Dimana istriku??" ucap Ryan marah sambil mencengkram baju Roy saat itu
"Woo.. woow.. wooww.. Santai Mas Bro." ucap Roy sambil mencoba melepaskan diri dari Ryan
Dan setelah Roy berhasil melepaskan diri,
"Lena dia ada didalam kamar sana. Dia tidak mau menemuimu. Dia bilang apapun yang kau sampaikan nanti, dia tetap tidak mau menemuimu.." ucap Roy
Tanpa mempedulikan perkataan Roy, Ryan berusaha untuk masuk ke dalam apartemen Jessy tapi Roy tetap menghalanginya.
"Santai Bro, gak begitu cara ngadepin cewek yg lagi ngambek. Sekarang itu dia gak mau nemuin lw. Percuma.. apapun itu yang lw lakuin dia masih marah."
"Emosinya masih tinggi jadi dia gak akan maafin lw dengan mudah.." lanjut Roy menjelaskan
"Terus aku harus gimana?" ucap Ryan pasrah
"Lw redam emosi lw itu dulu, baru gw biarin lw masuk ke dalem.." ucap Roy
Dan setelah Ryan mengangguk menyetujuinya, Roy pun mempersilahkannya untuk masuk.
Dia lalu menawarkan Ryan minum. Saat itu aku kesal karena bagaimana bisa Roy malah membiarkan dia masuk dan mengobrol dengannya, padahal aku ingin sekali makan martabakku itu.
Lelah bersembunyi menunggu selama beberapa saat didalam kamar, akhirnya aku pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Aku terkejut melihat Mas Ryan yang tampak mabuk saat itu dengan Roy. Dengan segera aku menghampiri mereka yang masih duduk,
"Apa yang kau lakukan padanya?" tanyaku tidak senang pada Roy
"Lihat.. Benar kan dugaanku. Dia pasti akan langsung keluar dan menemui." jawab Roy yang masih dalam keadaan sadar (belum terlalu mabuk)
"Hahaaa.. Benar. Sayangku ini akhirnya mau datang membukakan pintunya dan memaafkanku." ucap Ryan tersenyum padaku masih dalam keadaan mabuk sambil terduduk
"Mas, kamu sadar gak apa yang kamu lakuin ini?" tanyaku tidak senang padanya
"Dia hanya berusaha melepaskan semua masalahnya dengan meminum semua minuman yang ada disini Lena. Kau lihat.. betapa berantakan sekali dirinya. Itu semua dilakukannya karenamu. Karena kau yang tidak mau memaafkannya.." jawab Roy
"Mas, lebih baik Mas pulang sekarang. Kembali ke apartemen.." ucapku sambil menariknya untuk berdiri
"Kau lihat Roy.. Dia kembali mengusirku.." ucap Ryan dengan ekspresi sedih sambil masih berusaha untuk tidak beranjak dari tempat duduknya saat itu
"Dia benar-benar akan pergi meninggalkanku saat ini. Dia bahkan telah memesan tiket untuk ke Australi besok.." ucap Ryan meracau sambil mabuk
"Mas.. Mas.. Sadarlah!" ucapku sambil menepuk-nepuk pipinya itu
Saat itu aku baru sadar, Ryan dia menangis. Ketika aku menatap wajahnya dan melihatnya dengan jelas, ada air mata yang keluar dari sela-sela matanya.
Masih dalam keadaan duduk, Ryan kemudian memeluk pinggangku erat sambil berkata,
"Maafkan aku.. Aku yang salah. Aku tidak ingin kau pergi. Sayang jangan tinggalkan aku.. Jangan tinggalkan aku.." ucapnya tiba-tiba menangis
"Saat itu aku cemburu.. Aku marah.. Aku kesal.."
"Aku tahu kau tidak mungkin melakukan hal seperti yang ku lihat itu, tetapi tetap saja.. emosiku tidak mau mendengarkan kata hatiku."
"Saat itu aku benar-benar terluka.. Aku benar-benar tidak suka melihatnya.. Makanya aku pergi sambil berusaha menenangkan emosiku yang meluap-luap itu, tapi kau tiba-tiba datang mengejarku.. Aku tidak terima.."
"Bahkan kau juga sempat meminta maaf, seolah membenarkan semua perbuatan yang kulihat saat itu.. Aku tidak bisa membendung emosiku lagi.. Aku benar-benar kesal dan kecewa padamu.."
"Maafkan aku.. Maafkan aku.. Maafkan aku.." ucapnya kembali sambil menangis mengeratkan pelukannya di pinggangku
Sebenarnya aku tidak mau memaafkannya, tapi melihatnya dalam kondisi begini dan menangis seperti ini membuatku sedih. Akhirnya, akupun ikut menangis saat itu. Dan Ryan, dia tetap saja mengulang permohonan maafnya itu.
Kemudian Roy,
"Aku keluar sebentar ingin cari angin.." ucapnya tiba-tiba bangkit dan meninggalkan kami disana
Sementara Ryan saat itu dia tiba-tiba jatuh pingsan.