*Kring.. Kringg.. Kriiingg.. (suara handphone Shina berdering)
Shina tidak menjawab panggilannya karena mengetahui telpon tersebut berasal dari Roy.
*Drrrt.. Ddrrtt.. Dddrrrrt.. (suara nortifikasi handphone Shina)
Shina mengabaikannya, tetapi nortifikasinya itu terus berbunyi dan berbunyi, hingga membuatnya kesal. Dan dia pun memutuskan ingin mematikan handphonenya tersebut. Akan tetapi, saat dia ingin melakukannya, dia tanpa sengaja membaca pesan dari Roy. Sebenarnya yang membuatnya tertarik adalah karena pada saat itu Roy terlihat mengirimkan beberapa gambar foto padanya.
*Isi pesan Roy saat itu,
"Kau dimana?"
"Aku melihat suamimu bersama Jessy."
"Apa kalian baik-baik saja?"
"Shica.."
"My baby"
"Where are you?"
"Hon.."
"Honey.."
"Are you alright?"
Dan Roy mengirim 3 foto disana. Terlihat di foto-foto tersebut Aris dan Jessy yang duduk bersebelahan. Tidak lupa dia menambah caption disana.
"Aku tahu kau tidak akan mempercayaiku, tapi gambar-gambar diatas bisa menjelaskan semuanya."
Dengan segera Shina kemudian menghubungi Roy untuk menanyakan dimana restoran itu.
Dan beberapa saat ketika Shina tiba disana, Roy sudah menyambutnya di depan.
"Untuk apa kau disini?" tanya Shina jutek pada Roy
"Tentu saja sebagai back up plan-mu. Kalau-kalau kau membutuhkan bantuan atau peranku untuk kembali menjadi tunanganmu." jawab Roy tersenyum
"Terima kasih.. tapi aku tidak membutuhkan jasamu sama sekali disini. Lebih baik kau pergi sekarang, aku muak melihatmu.."
"Wow.. Kasar sekali. Tapi tidak apa. Justru itu yang kusuka darimu. Kau itu menarik. Berbeda dari wanita-wanita lain yang pernah kutemui sebelumnya." ucap Roy menyindir sambil memberikan pujian
"Tenang saja.. Aku tidak akan melakukan apapun sebelum kau memintanya. Aku akan tetap menunggumu disini kalau kau membutuhkan sandaran bahu untuk menangis nanti." lanjut Roy
"Terserah.." ucap Shina cuek. Dan diapun berlalu melewati Roy dan masuk ke dalam restoran tersebut.
Aris yang melihat kedatangan Shina dibuatnya terkejut. Dengan segera dia langsung berdiri dan memanggil namanya.
"Shina..." ucap Aris terkejut
"Ohh.. Jadi karena ini kau membatalkan janjimu." ucap Shina sinis tanpa ekspresi
"Ciih.. Bodoh sekali aku, khawatir pada seseorang yang telah mengkhianati janjinya sendiri."
"Sepanjang hari aku terus berpikir. Aku takut.. akibat perkataanku terakhir ditelpon itu padamu.. akan membuat dirimu merasa terbebani. Aku sungguh merasa bersalah dan menyesal telah mengatakan semuanya. Disaat hubungan kita mulai membaik, aku malah menghancurkannya.."
"Tapi lihat.. Disini kau bahkan terlihat baik-baik saja. Tidak ada perasaan terbebani, segan, atau tak enak seperti yang aku bayangkan itu.."
"Sepertinya memang aku yang terlalu berharap dan berpikir berlebihan terhadap dirimu Aris. Semuanya hanya terjadi dipikiranku.."
Shina mengungkapkan semua itu dengan perasaan kecewa. Matanya sudah mulai berkaca-kaca saat itu.
Aris saat itu kemudian mendekatinya. Dia mencoba meraih tangan Shina, tapi Shina langsung menepisnya. Tanpa sadar, gelang yang dipakai itupun terjatuh diatas meja, persis dihadapan Jessy. Jessy yang melihatnya saat itu berniat ingin segera mengembalikan gelang tersebut pada Shina. Namun, pada saat memungut gelang itu dia terkejut.
"Loh.. Gelang ini. Bukannya ini gelang Lena? Aku ingat kau memberikan padanya ketika ulang tahunnya waktu itu." ucap Jessy heran sambil memegang gelang tersebut
Saat itu Aris terlihat menatap Jessy dengan perasaan tidak senang. Jessy yang menyadarinya pun merasa tak enak. Dia langsung menundukkan pandangannya saat itu juga. Kemudian Shina,
"Wahh.. Jadi begitu rupanya." ucap Shina menahan emosi
"Hahahaa...Hahahaha.." seketika tawa Shina meledak yang membuat Aris dan Jessy merasa khawatir
"Kau memang luar biasa Bapak Aris. Kau pantas menjadi seorang aktor berbakat disini. Bahkan, kau bisa membuatku tertawa lepas untuk menertawai diriku sendiri."
"Selamat, kau telah berhasil dengan semua rencanamu. Apa kau puas sekarang?" ucap Shina kembali
Dan Shina pun pergi meninggalkan Aris dan Jessy direstoran itu. Saat itu terlihat air matanya sudah jatuh membasahi pipinya.
Sementara ditempat lain dirumahku, aku dan Mas Ryan sedang bercanda sambil makan bersama. Saat itu Mama sudah tertidur dikamar atas, tiba-tiba Papaku pulang. Dia terkejut ketika melihat Ryan ada dimeja makan sedang tertawa bersamaku. Seketika suasana menjadi hening, begitu kami berdua melihat Papa berjalan mendekat ke arah kami.
"Pa.." sapaku sambil tersenyum
Sementara Ryan, dia begitu tegang. Aku bisa merasakan ekspresi ketakutan diwajahnya saat melihat Papa waktu itu.
"Papa sudah pulang.." ucap Ryan gugup
"Kapan kau datang kemari?" tanya Papa sinis
"Kemarin malam Pa.." jawab Ryan masih terlihat gugup dan tegang
"Melihatmu disini, pastinya kau sudah membuat keputusan terhadap masalah yang aku bicarakan padamu waktu itu." ucap Papa
"Pa mengenai masalah Zuriawan.."
"Cukup.. Aku tidak mau mendengar apapun penjelasan darimu. Aku hanya ingin tahu keputusan apa yang ingin kau ambil saat ini.." ucap Papa memotong pembicaraan Ryan
"Pa, biarkan Mas Ryan menjelaskan dulu mengenai kondisinya." ucapku
"Lena sebaiknya kau diam saja. Cepat naik ke atas ke kamarmu! Biarkan aku berbicara berdua dengannya."
"Tapi Pa.." ucapku khawatir dan takut
"Sudah tidak apa-apa. Kau istirahatlah.." ucap Ryan menenangkanku
"Papa jangan terlalu keras pada Mas Ryan. Biar bagaimana pun dia itu masih berstatus sebagai suami Lena dan menantu Papa. Lena mohon Pa.."
Ryan terlihat mengangguk sambil tersenyum menatapku yang sedang manaiki tangga. Dia seolah berkata, "Tidak apa-apa Sayang. Aku baik-baik saja."
Kemudian,
"Pa, Ryan tahu Papa sama sekali tidak mau mendengarkan apapun termasuk penjelasan Ryan saat ini.. tapi Ryan tetap akan menceritakan masalah yang sebenarnya pada Papa."
"Zuriawan, seseorang yang sangat Papa benci dan anggap sebagai musuh selama ini.. berkat jasa beliau Ryan dan Lena dapat Menikah dan berjodoh sampai sekarang.."
"Waktu itu dia tidak ada niatan sama sekali untuk mengkhianati Papa, apalagi sampai menggelapkan dana perusahaan dengan sengaja. Keadaan yang memaksanya Pa.. Saat itu anaknya diculik dan para penjahat itu meminta uang tebusan yang jumlahnya cukup besar. Jadi dia terpaksa mengambil uang perusahaan untuk ditukar dengan nyawa anaknya.."
"Kau pikir aku akan percaya mendengar semua penjelasan darimu itu, hah?" ucap Papa kembali memotong perkataan Ryan
"Tapi Pa, masalah Zuriawan yang bekerja sebagai asisten pribadi Mama, Ryan sama sekali tidak tahu sebelumnya. Sungguh.. Ryan berani bersumpah."
"Ketika Ryan mengkonfirmasi hal ini langsung ke Mama, Mama menjawab kalau Mama merasa iba padanya waktu itu. Anaknya meninggal sesaat setelah dia berhasil menyerahkan semua uang tersebut pada mereka.."
"Dan perlu Papa tahu, Zuriawan.. dia bahkan meminta dan memohon pada Mama saat itu untuk membantu Papa mengatasi krisis keuangan yang di akibatkan oleh ulahnya waktu itu. Dia benar-benar menyesal telah berbuat itu pada perusahaan Papa. Bahkan sampai sekarang, dia merasa malu dan takut untuk bertemu atau berbicara langsung pada Papa. Dia merasa sangat bersalah.."
"Kalau bukan karena jasanya, tidak mungkin Ryan dan Lena menikah. Dan menurut Papa, apa Mama akan setuju begitu saja menjodohkan aku, putra semata wayangnya dengan Lena putri Papa, walaupun saat itu Mama tidak mengenal Papa.."
"Tentu saja mereka akan setuju menjodohkanmu dengan putriku. Kalian kan yang dengan sengaja mengatur semua skenario ini untuk menjebakku dan mengambil keuntungan dari perusahaanku?" ucap Papa sinis menjawab Ryan
"Apa begitu cara Pak Han menilai keluarga kami? Aku kecewa sekali loh mendengarnya.." ucap Mama tiba-tiba saat menuruni tangga