Saat Ryan menggendongku menuju kamar, didekat tangga.. tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari ruangan dalam. Seketika Ryan pun menurunkanku..
"Papa..?" bisik Ryan padaku panik
Aku pun yang mengerti bahwa saat itu Ryan sepertinya masih belum siap untuk bertemu dengan Papa, kemudian menyuruhnya untuk bersembunyi. Sementara aku pergi ke ruangan Papa untuk memastikan apakah suara pintu itu berasal dari kamar Papa. Dan ternyata itu Bi Siti.
"Bi.." sapaku
"Ibu?" balasnya heran
Aku kemudian mengajak Bi Siti menuju kamarku yang dibawah. Saat itu aku menjelaskan padanya bahwa Ryan akan tinggal disini tanpa sepengetahuan Papa. Aku memintanya merahasiakan keberadaaan Ryan. Dia akan tinggal dikamarku dilantai bawah, karena sepertinya Papa jarang kemari. Aku pun kemudian menyuruhnya untuk membersihkan kamarku yang tampak seperti gudang itu.
"Sayang, apa tidak apa-apa kalau aku tinggal disini? Maksudku, untuk saat ini aku belum siap bertemu Papa. Masalah Zuriawan itu.. sepertinya Papa masih begitu dendam.."
"Ada urusan yang harus kuselesaikan dengan Zuriawan sebelum aku menceritakan semuanya pada Papa.." Ryan menjelaskan
"Tapi aku gak mau kamu pergi Mas.. Aku takut kalau kamu pergi dari sini, kamu akan menghilang lagi tanpa kabar.." aku menolak
"Tapi Sayang.. Kali ini aku janji akan ngubungin kamu terus. Aku janji.. aku akan ngejawab semua panggilanmu. Kapanpun kamu menghubungiku, aku pasti akan menjawabnya.."
"Aku sudah gak percaya sama janjimu.. Kemarin juga Mas janji seperti itu, tapi tetap saja.. Mas tidak memberi kabar, bahkan tidak mau menjawab panggilanku sama sekali.."
"Iya Sayang, aku tahu aku salah.. udah gak nepatin janji aku. Maafin aku.. Tapi masalah yang kemarin-kemarin itu, aku punya kondisi tertentu. Aku udah janji sama Papa.. kalau aku terima telpon dari kamu, aku akan putusin hubungan dengan keluargaku dan Zuriawan.. Kamu tahu, aku gak mungkin ngelakuin hal itu.. Mutusin hubungan sama Papa Mama.. Gak mungkin Sayang.. gak mungkin.."
"Ditambah lagi masalah keluargaku dan juga si Zuriawan itu. Mama bilang kalau Zuriawan telah berjasa pada keluarga kami. Jadi Mama tidak mungkin untuk memecat atau mengusirnya begitu saja, tanpa dia pernah melakukan kesalahan apapun yang merugikan keluarga kami.."
"Tapi dia itu udah nipu Papa Mas.. Memangnya menurut Mas, Papaku itu bukan termasuk keluarga.. 8 tahun dia sudah bekerja disana, tiba-tiba berkhianat seperti itu.."
"Waktu itu dia ngelakuin itu karena sedang terjerat masalah. Dia diancam oleh seseorang yang mengatakan bahwa anaknya akan dibunuh kalau dia tidak membayar sejumlah uang.. Jadi dia ngambil uang Papa untuk nebus anaknya itu.."
"Kenapa dia tidak menceritakan semua masalah ini pada Papa. Dia kan tahu Papa pasti akan membantunya.."
"Mungkin situasinya tidak memungkinkan.. Anaknya sudah meninggal waktu itu ketika dia menyerahkan uangnya pada mereka.."
"Inalillahi.. Kasihan sekali Mas. Apa dia tidak melaporkan pelaku pemerasan itu pada polisi?"
"Menurutmu, apa dia akan melapor kalau dirinya sendiri akan dilaporkan sebagai tersangka kasus penipuan.."
"Kenapa Mas tidak menceritakan masalah ini pada Papa? Mungkin saja Papa bisa sedikit melunak dan melupakan dendamnya itu."
"Papamu itu.." Ryan tidak melanjutkan kata-katanya
Aku yang penasaran pun kembali bertanya
"Kenapa Papa?"
Saat itu dia terlihat menatap mataku.
"Papaku kenapa?" tanyaku kembali sambil mencubit perutnya
"Aaa... Aaa.. Awww..." Ryan meringis karena perutnya kucubit
"Pantesan aja Papanya galak.. nurun juga nih ke anaknya juga, garang.."
"Ohh.. jadi menurut Mas, aku itu garang?" ucapku menaikkan alis sambil bersiap untuk mencubitnya kembali
"Gak kok Sayang.. Kamu gak garang kok. Kamu itu baik, lembut, perhatian, cantik, pemaaf.."
"Basi gombalanmu Mas. Aku gak mempan tuh sama rayuan kayak gitu.."
"Tapi serius deh Sayang. Kalau seandainya kita belum menikah dan kamu masih jadi pacar aku, mungkin aku bakalan mikir beberapa kali tiap mau ngapel kerumah kamu.."
"Untung aja udah jadi istri.."
"Oh, jadi maksudnya Mas nyesel udah nikah sama aku terus punya Papa Mertua yang galak gitu..?"
"Iya sih, sedikit.." ucap Ryan sambil meledekku
"Ihh.. Mas..!!" aku kembali mencubit perutnya
Ryan pun menahan sakit sambil tertawa dengan reaksi yang kuberikan saat itu. Sementara aku, aku yang masih sebal dengannya kemudian berkata
"Yaudah.. ngapain kamu masih disini kalau udah nyesel nikah sama aku. Sana pergi..!" ucapku ketus
"Yahh.. dia ngambek. Sayang jangan ngambek dong.. Nanti makin cantik loh kalau jutek gitu. Nanti bisa makin cinta aku sama kamu.. Gimana nih.. Bisa gila aku.." Ryan terus merayu dan membujukku, sedangkan aku memalingkan wajahku darinya
"Sayang.. Masa kamu beneran ngambek sih sama aku. Aku cuma bercanda kok.."
"Senyum dong senyum.." sambil Ryan memegang pipiku, dia membuat simpul senyum dengan menarik kedua pipiku.
"Nanti dede bayinya ikutan BT loh kalau Mamanya ngambek gitu. Sayang.."
"Ahh, iya. Aku buatin nasi goreng ya buat kamu.." bujuknya kembali
"Udah gak mood makan lagi sekarang.." balasku jutek sambil ku bangkit dari duduk dan bersiap pergi meninggalkannya
Namun Ryan saat itu menahanku sambil memelukku dari belakang.
"Maafin aku Sayang. Aku cuma bercanda kok tadi. Aku gak nyesel udah nikah sama kamu. Dan mengenai Papa.. Aku bersyukur karena beliau kamu bisa ada didunia ini untuk aku.."
"Kamu tahu, sampai kapanpun aku akan berjuang buat hubungan kita ini.. Aku mungkin bukan tipe pria seperti Aris, yang bisa merelakan miliknya untuk kepentingan orang lain agar tidak menyakiti perasaannya.. Kalau aku ada diposisi dia waktu itu, aku akan tetap berusaha mempertahankanmu. Gak peduli Papa atau siapapun bakalan nentang.. aku bakalan tetap berjuang, meskipun kita harus kawin lari.. aku rela apapun itu demi kamu."
Aku terkejut mendengar Ryan berkata seperti itu. Darimana dia tahu mengenai aku dan Aris. Apa sebelum ini mereka sempat bertemu dan membahas masalah kandasnya hubungan kami waktu itu.. Aku yang penasaran pun kemudian bertanya padanya.
"Mas tahu darimana kalau alasan aku dan Mas Aris putus saat itu karena Papa?"
"Aris yang menceritakannya sendiri. Tapi aku bersyukur.. dengan dia yang ngelakuin itu, akhirnya aku bisa sama kamu Sayang.." ucapnya masih terus memelukku dari belakang dan mengeratkannya.
Sementara aku, saat itu aku malah memikirkan Aris. Walaupun aku mungkin sudah bisa menebak alasan Aris itu, tetapi mendengar langsung bahwa dia benar-benar melakukan itu semua membuatku merasa semakin bersalah dan tidak enak padanya. Dia begitu baik mau melakukan itu.. pikirku dalam hati.
"Sayang.." ucap Ryan tiba-tiba membuyarkan lamunanku
Sambil membalikkan badanku, dia kemudian berkata
"Aku lapar.."
"Kamu mau aku buatin nasi goreng?" ucapku menawarkan
Ryan menggeleng menjawab.
"Aku mau kamu.." ucapnya sambil kemudian mengecupku
Dan ketika dia akan mulai memangsaku, Bi Siti tiba-tiba keluar ruangan
"Eheemmm.. Maaf Pa, Bu.. Kamarnya sudah dibereskan." ucapnya tiba-tiba yang membuatku dan Mas Ryan salah tingkah dan malu
Aku berdehem sambil merapikan pakaianku, kemudian
"Makasih Bi.."
Dan Bi Siti pun pergi dengan terburu-buru karena merasa malu dan tidak enak padaku dan Mas Ryan.