Saat itu terdengar suara dibalik pintu,
"Bu.. Bu.. Bu Lena. Ibu dipanggil sama Tuan Bu. Katanya Ibu disuruh menemuinya di ruang kerja sekarang." ucap Bi Siti
"Syukurlah.. Aku pikir itu Papa ternyata hanya Bi Siti." ucapku merasa lega didalam hati
"Iya Bi. Nanti aku akan menemuinya. Terima Kasih.."jawabku pada Bi Siti.
Sambil aku berkata pada Mas Aris,
"Mas Aris.. Nanti saat aku pergi menemui Papa, Mas segera keluar ya."
"Aku akan melihat dulu situasinya didepan. Kalau sudah aman, nanti aku akan memberikan kode padamu dan kau bisa keluar dari sini segera.. Terima Kasih sebelumnya sudah menemani Oka mengantarkan barang-barangku itu. Dan maaf.. kalau aku terkesan mengusirmu atau menyembunyikanmu dari Papa.. Aku hanya tidak ingin mereka menjadi salah paham.." ucapku menjelaskan
"Iya aku mengerti Lena. Sebenarnya.. kedatanganku kemari juga karena aku ingin minta maaf padamu secara langsung.."
"Aku dengar dari Oka.. gara-gara kau bertengkar dengan Ryan.. karena Ryan salah paham denganku waktu itu, sehingga membuatmu kecelakaan bahkan hampir sampai kehilangan nyawa.."
"Aku benar-benar menyesal Lena.. Aku minta maaf.. Kalau saja waktu itu aku tidak memelukmu dan membuat Ryan salah paham pada kita.. Sungguh, saat itu aku memelukmu hanya untuk berusaha menenangkanmu, tidak lebih.. Bukan karena aku masih ada perasaan padamu atau menginginkan hal lain.."
Aris berusaha menjelaskan
"Iya.. Aku tahu Mas Aris. Tidak apa-apa.. Hanya saja untuk kedepannya, kita harus jaga jarak. Jangan sampai membuat orang lain salah paham dan membuat situasi menjadi rumit.. Terlebih lagi kita sebagai tetangga sekarang dan Mas Ryan itu sangat cemburuan." balasku
"Ya.. Kau benar. Kita harus jaga jarak untuk menghargai perasaan pasangan kita masing-masing.."
Sementara hp ku masih terus bergetar, Ryan masih ingin melakukan vcall denganku. Tidak mau menjawab panggilan Ryan saat itu, aku kemudian melempar hpku diatas kasur. Dan aku pun pergi keluar untuk memastikam bahwa tidak ada satu orang pun disana.. agar Aris bisa keluar dengan aman dari kamar ini.
Namun, tanpa sadar.. saat itu, ketika aku melempar hp tersebut ke atas kasur, tombol jawab teleponnya pun tanpa sengaja terangkat. Kemudian, didalam kamarku itu, tiba-tiba Aris juga mendapat telepon dari Rani.
"Halo Sayang.." sapa Aris pada Rani
"Ayah dimana sekarang? Kenapa belum kembali?" tanya Rani
"Ohh.. Aku sedang ada urusan sebentar diluar. Kau baik-baik saja kan?" tanyanya khawatir
"Iya Yah. Rani baik-baik saja kok. Rani menelpon karena Rani sendirian di apartemen. Mami pergi keluar.. katanya mau makan sate ditempat yang baru. Tadinya Mami sempat mengajak Rani ikut, tapi Rani tidak mau.."
"Kalau tidak salah, sebelum Mami pergi, dia sempat berbicara dengan seseorang ditelpon. Namanya orang itu.." Rani berhenti sejenak ditelpon
"Hah.. apa.. Oh, iya Roy, Yah. Namanya Roy. Sepertinya Mami pergi makan sate dengannya.." Rani menjelaskan sambil kebingungan saat itu
Aris yang mendengarnya kemudian terdiam ditelpon, tidak meresponnya. Hingga kemudian,
"Ayah.. Yah.." Rani kembali memanggilnya.
"Oh iya Maaf. Ayah akan segera pulang sekarang.. Apa kau mau nitip sesuatu Sayang?" tanya Aris menawarkan
"Susu cokelat Yah.. Beliin Rani Susu cokelat ditempat biasa ya, Yah.."
"Oke Baik. Hanya susu cokelat saja?" tanya Aris memastikan
"Iya itu saja.." jawab Rani
"Kalau begitu, mungkin sekitar 45menitan lagi Ayah tiba dirumah. Kau dirumah baik-baik ya.."
"Iya. Ayah juga hati-hati ya Yah.." ucap Rani membalas. Kemudian sambungan telepon pun tertutup.
Saat itu di Apartemen Aris
"Bagaimana?" tanya Shina penasaran
"Tidak ada Mi.." jawab Rani
"Maksudnya?" tanya Shina kembali
"Ayah tidak bilang apapun ditelpon saat itu.. Dia hanya diam dan menanyakan pada Rani mau nitip apa nanti." Rani menjelaskan
"Brengsek..!" maki Shina kesal karena ternyata idenya membuat Aris cemburu saat itu tidak berhasil.
"Mi.. Gak boleh ngomong kasar gitu. Kalau Ayah dengar nanti dimarahi.." Rani menegur Maminya
"Oh, iya Mi. Ngomong-ngomong Roy itu siapa memang?" tanya Rani penasaran
"Belakangan ini Rani sering mendengar Mami atau Ayah berbicara menyebut namanya."
"Roy..? Roy Saputra.. Dia seorang aktor yang sering kau lihat main di ftv atau drama." Shina menjelaskan
"Maksud Mami.. Roy yang pemain film itu.." sambil Rani menunjuk pada TV yang kebetulan sedang menayangkan dramanya saat itu.
"Iya. Roy yang itu.." Shina menjawab
"Mami serius..?" ekspresi Rani heboh
"Iya. Kenapa memang?"
"Ya ampun Mi.. Rani ngefans banget sama Roy itu. Roy Saputra kan namanya.." ucap Rani histeris
"Kamu ngefans sama dia?" Shina bertanya dengan ekspresi tidak senang
"Iya.. Banget. Ganteng Mi orangnya.. Rani suka.." balas Rani
"Kau lebih baik tidak usah ngefans sama dia Rani. Dia itu brengsek.. tidak baik untuk dijadikan contoh atau panutan. Lebih baik kau ngefans sama Ayahmu saja.." jawab Shina tidak setuju
"Kok jadi bawa-bawa Ayah sih. Kalau Ayah.. Rani kan memang sayang sama Ayah. Gak usah Mami bilang pun Ayah juga jadi panutan buat Rani kok. Tapi kalau ngefans itu kan beda, Mi.. Mami kayak gak pernah muda aja." balas Rani
"Sudah sudah.. lebih baik kamu belajar sana. Sudah mau masuk SMA, tidak usah menonton tv atau drama lagi.." sambil Shina mematikan remot tv
"Ahh.. Mami gak asikk.." ucap Rani kesal sambil bersungut dan masuk ke kamarnya
Sementara di Rumah Papa, di kamarku yang saat itu masih ada Aris didalamnya.. juga handphone-ku yang tanpa sadar masih terbuka panggilan vcall dari Ryan..
"Aris.. Aris.. Hey Aris.." teriak Ryan dari panggilan handphoneku yang berada di atas kasur waktu itu
Mendengar suara samar memanggil namanya membuat Aris terheran. Dia seperti mendengar suara Ryan, tapi bagaimana mungkin.. pikirnya heran.
Hingga akhirnya ketika matanya tertuju pada handphoneku yang berada diatas kasur, barulah dia sadar bahwa dia baru saja melakukan sebuah kesalahan. Dalam kondisi panik, akhirnya dia memutuskan untuk menjawab panggilan Ryan itu.
"Hey Brengsek.. Apa yang kau lakukan dirumah mertuaku malam-malam begini?" ucap Ryan emosi
Saat itu Aris menaruh handphone itu dekat dengan telinganya agar Ryan tidak mengetahui bahwa dia tengah berada didalam kamar istrinya.
Sementara posisiku saat itu.. Aku sedang bingung kenapa Aris tidak kunjung keluar dari kamarku. Aku sudah memberikan kode padanya dengan terbatuk-batuk dan memangilnya pelan berkali-kali dengan suara berbisik, tapi dia tidak kunjung keluar juga. Lalu, aku yang penasaran.. kembali masuk kedalam kamar untuk memastikan keadaannya.
Betapa terkejutnya aku saat itu, ketika melihat dia sedang memegang handphoneku dan berbicara dengan Ryan disana. Bagaimana bisa dia menjawab panggilan darinya, pikirku kesal. Kemudian, sambil ku melotot ke arahnya, aku pun mencoba berbicara
"Ke-na-pa Mas men-ja-wab teleponnya? ucapku sambil menggerakkan mulutku tanpa bersuara
"Habislah sudah.. Entah apa yang akan dilakukan Ryan nanti saat tahu aku sedang bersama dengan Mas Aris saat ini.. terlebih lagi posisi kita berdua sedang berada didalam kamarku sekarang.." pikirku pusing