Setelah bertengkar dengan Shina tadi, Aris terlihat keluar dari unitnya. Saat itu, di depan pintunya, dia terlihat memandang pintu unit kami, 701. Dia termenung dan terus memandang pintu itu. Dia merasa bersalah.. Ingin rasanya dia memperbaiki situasi atau keadaan yang seharusnya tidak terjadi, jika dia tidak menjawab panggilan telepon dari Papaku tadi.
Dia terus berpikir dan berpikir.. bagaimana caranya untuk memperbaiki hubunganku dan Papa saat itu.. meskipun dia tidak tahu permasalahannya, hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk memencet bel unit 701. Saat itu, terlihat Oka yang datang untuk membukakan pintu.
"Om Aris.." ucap Oka sedikit terkejut begitu membukakan pintu
"Oka.. Kau sendirian?" tanya Aris
"Kalau Om cari Mama, saat ini Mama sedang tidak ada. Dia ada di rumah Kakek. Dan kalau Papa, Papa masih belum kembali dari New York.." Oka menjelaskan
"Boleh aku masuk?" tanya Aris meminta izin
"Ohh.. Boleh Om." sambil Oka membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Aris masuk
"Sebenarnya Oka lagi main game dikamar. Kita ke kamar Oka aja yuk Om, sambil ngobrol disana.. atau kalau Om mau gabung main juga boleh.." Oka menawarkan
Dan mereka pun masuk ke kamar Oka. Saat itu, Aris terlihat hanya duduk di atas kasur.. tidak ikut bermain game dengan Oka.
"Oka.. boleh aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Aris tiba-tiba
"Ini mengenai Mamamu.. apa dia baik-baik saja? Maksud Om, tadi Om dengar dari Rani, katanya Mamamu sempat bertengkar dengan Kakekmu.."
"Ohh.. Masalah itu. Itu karena Mama sudah bohong sama Kakek." Oka menjawab sambil memainkan gamenya
"Bohong?? Bohong mengenai apa?" tanya Aris kembali
"Itu loh Om.. yang masalah Mama kecelakaan di tol waktu itu.. Mama kan gak bilang sama Kakek, kalau Mama kecelakaan dan mobilnya Kakek rusak berat saat itu.. Ehh, Mama malah beli mobil baru buat nutupin masalah ini. Sebenarnya bukan Mama sih, tapi itu idenya Papa.. Terus, pas asuransi telpon tadi ketahuan semuanya. Jadilah habis Mama dimarahin sama Kakek.." Oka menceritakan
"Mamamu sempat kecelakaan?" tanya Aris kembali
"Iya. Biasa.. drama tuh sama Papa. Waktu itu, Oka gak tau masalahnya apa, tapi Papa mutusin pergi ke New York dan gak mau ketemu sama Mama.. Mama terus ngejar Papa ke bandara, tapi karena nyetir sambil nelpon.. akhirnya, mobil Mama nabrak pembatas jalan di tol bandara.."
"Untung mobil Kakek ada pengamannya.. Kalau gak, mungkin Mama udah gak selamat.. "
"Papa juga sempet nyesel udah ngelakuin itu ke Mama, bahkan sampai nangis-nangis juga waktu itu.." Oka masih bermain game sambil menjelaskan
"Itu kejadiannya kapan?" tanya Aris tiba-tiba memotong
"Kalau gak salah, waktu Papa pulang dari New York. Pas dia kerumah Kakek waktu itu buat nemuin Mama..2 hari setelah Kakek pulang dari Rumah Sakit Om.."
Mendengar hal itu Aris terkejut. Ternyata penyebab kecelakaan Lena.. penyebab Ryan ingin pergi ke New York dan berniat untuk meninggalkan Lena saat itu.. adalah karena dirinya. Kalau saja seandainya tidak terjadi salah paham.. gara-gara dia memeluk Lena saat itu sehingga membuat Ryan marah.."
Aris yang melamun tiba-tiba dikejutkan oleh Oka.
"Ehh..Om, Oka lupa. Yang tadi itu jangan kasih tahu siapa-siapa ya, terutama Kakek. Bisa makin runyam nanti urusannya Om.." ucap Oka mengedipkan matanya sambil menghadap Aris
Saat itu, tiba-tiba handphone Oka berdering. Ternyata itu panggilan dari Ryan, Papanya. Oka pun kemudian mengehentikan sementara gamenya dan menjawab panggilannya.
"Iya Pa.." sapa Oka ketika menjawab teleponnya
"Oka.. Mamamu kemana. Kenapa handphonenya mati tidak bisa dihubungi. Apa kalian baik-baik saja dirumah?" tanya Ryan khawatir
"Mama ada dirumahnya Kakek, Pa. Lagi disidang tuh sama Kakek.. gara-gara Papa.."
"Disidang?.. Gara-gara Papa?.. Maksudnya gimana, Oka kamu kalau ngejelasin ke Papa jangan setengah-setengah gitu?" ucap Ryan bingung dan tidak senang
"Mobil BMW Kakek udah ketahuan Pa. Tadi asuransi nelpon dan pas Kakek yang ngangkat.. Kakek jadi tahu semuanya.. Kakek yang marah, terus langsung bawa Mama kerumahnya buat disidang. Mungkin sekarang hpnya Mama juga lagi disita sama Kakek.." Oka menjelaskan
Ryan yang terkejut mendengar hal itu, kemudian merespon
"Oka.. Cepat kau beli handphone baru dan kasih ke Mamamu. Antar sekarang.. hari ini juga. Papa nanti transfer uangnya. Kau cepat beli handphonenya dan kasih ke Mama ya. Sekalian nanti kamu save nomor Papa yang ini di hpnya.." Ryan memberi perintah
"Ya ampun Pa.. Ini udah malam. Udah jam 9 juga, Mall bentar lagi tutup. Oka mau beli handphone dimana coba.. Terus juga, masa harus malam-malam ini dianterin. Memangnya Papa pikir Kakek gak bakalan curiga nanti, Oka datang malam-malam begini.."
"Horror Pa.. Kakek galak.. Oka takut. Ntar yang ada, jadi ikut-ikutan disidang Okanya." Oka menolak sambil menjelaskan situasinya
"Kamu itu gak usah kebanyakan drama. Pokoknya beliin Mamamu handphone baru sekarang.. atau kalau nggak pakai handphonemu dulu kasih ke Mama. Nanti kamu beli yang baru. Papa mau bicara sama Mama.. Kasihan dia, pasti dia sedang sedih dan butuh Papa sekarang.." ucap Ryan menjelaskan
"Iya iya.. nanti. Sebantar ya Pa, abis satu misi ini Oka selesaiin.." Oka mencoba bernegosiasi pada Papanya
"Gak ada nanti-nanti. Kamu cepat pergi sekarang ke rumah Kakek dan kasih handphonenya ke Mama. Kalau kamu gak mau, bulan depan Papa gak bakalan kasih kamu uang jajan lagi.."
"Dihh.. Kok gitu sih Pa. Pake ngancem bawa-bawa uang jajan segala. Gak asik nih Papa.." Oka bersungut
"Sudah kamu cepat pergi sana, bergerak sekarang.. Jangan lupa nanti bilang ke Mamamu untuk langsung hubungi Papa ya."
"Iya Pa.." jawab Oka tidak bersemangat. Dan Ryan pun langsung menutup teleponnya.
Oka terlihat menarik nafas panjang saat itu, kemudian
"Kenapa Oka?" tanya Aris
"Papa nyuruh Oka beliin handphone baru buat Mama, soalnya hp Mama kayaknya diambil sama Kakek.."
"Mau Om temani?" Aris menawarkan
"Gak apa-apa Om, Oka bisa sendiri. Tapi kalau Om mau ikut, Oka juga gak keberatan kok. Hehehee.."
Akhirnya, Oka dan Aris pun pergi ke Mall untuk membeli handphonenya.
Di rumah Papaku
Aku melihat Papa sedang duduk diruang kerjanya. Aku pun masuk dan berusaha untuk berbicara dengannya.
"Pa.." sapaku tiba-tiba
"Lena minta maaf sebelumnya, Lena sudah tidak jujur pada Papa.."
"Lena tahu Lena salah karena Lena sudah berbuat ini pada Papa.. Lena hanya takut.. Lena takut Papa nanti akan marah dan khawatir, kalau tahu saat itu Lena mengalami kecelakaan.."
Papa hanya terdiam sambil membaca dokumen yang ada ditangannya. Papa sama sekali tidak melihat ke arahku atau bahkan merespon ucapanku itu.
"Lena hanya tidak ingin Papa nanti menyalahkan Mas Ryan atas kecelakaan yang menimpa Lena saat itu.. Ada banyak hal yang Lena pertimbangkan.. sehingga Lena memutuskan untuk menyembunyikan ini dari Papa dan mengganti mobil Papa dengan mobil baru.."
"Juga.. Masalah Lena yang tinggal dirumahnya Bu Tomo. Lena sebenarnya tidak tinggal disana Pa. Itu hanya alasan agar Papa tidak khawatir. Selama ini Lena tinggal di apartemen. Pa Tomo dan Bu Tomo, mereka masih berada di luar belum kembali ke Indonesia. Mas Ryan juga.. Dia untuk sementara menggantikan posisi Papanya disana.." aku akhirnya berhasil menjelaskan semuanya pada Papa
"Papa tidak mengira kamu akan melakukan hal ini pada Papa.." ucap Papa tiba-tiba kecewa
"Apa karena kamu takut Papa akan memarahi Ryan nanti jadi kamu berbuat seperti ini. Kamu mengira Papa akan membenci Ryan atau menyalahkannya karena tidak becus menjagamu.."
"Papa tahu kamu memang seharusnya lebih mencintai suamimu itu dan melindunginya, tetapi.. Papa tetap merasa kecewa melihatmu berbohong pada Papa hanya untuk melindungi dia.."
"Benar kata orang-orang, jika kita membesarkan seorang anak perempuan, maka kita harus siap jika suatu hari nanti dia pergi bahkan berpaling dari kita.. tapi Papa tetap tidak mengira akan seperti ini rasanya.."
Mendengar hal itu membuat dadaku terasa sesak. Sambil menangis kemudian aku pun memeluk Papa saat itu.
"Maafkan Lena Pa. Maaf.. Lena salah sudah melakukan ini sama Papa.." ucapku sambil menangis
"Lena gak akan ninggalin Papa, apalagi berpaling.. Papa satu-satunya yang Lena punya.. Lena akan selalu ada buat Papa.. Maafin Lena Pa.. Maaf.." ucapku sambil terisak
Papa terlihat menarik nafas panjang saat itu. Sambil menitikkan air matanya, Papa membalas pelukanku.
"Tentu saja, Papa akan memaafkan kamu Sayang. Orang tua mana yang tega membiarkan anaknya dan tidak mau memaafkannya.."
Ketika dalam suasana haru seperti itu, handphone Papa tiba-tiba berdering. Terlihat itu panggilan dari nomor luar, sepertinya Ryan yang menelpon Papa. Aku yang melihat hal itu pun menjadi panik. Kemudian Papa, seolah bisa membaca ekspresiku saat itu,
"Tenang saja.. Papa tidak akan memarahi suamimu." ucap Papa padaku
"Papa hanya akan memberikan sedikit pelajaran padanya.." ucap Papa kembali, sehingga membuatku bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Papa nanti pada Ryan.