Setelah hampir dua jam kami menunggu Papa diruang operasi, akhirnya dokter pun keluar.
"Alhamdulillah..! Prosesnya berjalan dengan cukup baik. Saat ini, kami akan memindahkan kembali pasien ke ruang inap untuk memantau perkembangannya.." ucap dokter tersebut
"Ahh.. Anda pasti anaknya ya. Lalu suami anda yang tadi?" tanya dokter tersebut padaku
Sebelum aku dan Ryan sempat menjawab, dokter itu kembali berkata
"Untung saja saat itu suami anda sangat sigap dan segera mengambil keputusan. Jika terlambat sedikit saja maka mungkin keadaan pasien akan lebih gawat dan bahkan untuk melakukan tindakan stent jantung pun percuma.."
"Nanti setelah pasien siuman, sebaiknya berikan dia banyak minum air putih. Selain itu, saya juga akan meresepkan beberapa obat seperti pereda rasa nyeri dan obat antikoagulan. Pastikan pasien untuk meminumnya sesuai anjuran."
"Untuk sementara jangan biarkan pasien melakukan aktivitas fisik yang berat selama seminggu. Dan juga, yang lebih penting dari itu semua adalah menjaga emosi dan kontrol stres yang baik. Jangan biarkan sesuatu mengganggu pikirannya atau membuatnya shock.. Karena bagaimanapun, meskipun telah dilakukan tindakan stent jantung ini, risiko untuk mengalami serangan jantung mendadak kembali tak bisa dihindari.. Tindakan stent ini hanya bisa mengatasi masalah penyumbatan dipembuluh darahnya saja.. untuk memperkecil risiko seseorang terkena serangan jantung, bukan menghilangkan risikonya sama sekali." Dokter tersebut menjelaskan panjang lebar
"Baik. Terima kasih dok atas semuanya. Saya akan berusaha melakukannya sesuai dengan anjuran dokter."
"Kalau begitu saya permisi." ucap dokter itu kembali. Dan dokter itu pun pergi meninggalkan kami.
Saat itu, aku dan Mas Ryan
"Mas.." sapaku yang membangunkan Ryan dari lamunannya
Sepertinya saat itu Ryan memikirkan apa yang dikatakan oleh dokter itu sebelumnya.. mengenai bagaimana Aris melakukan semuanya demi menyelamatkan Papa. Terlihat raut kesedihan dan sedikit cemburu diwajahnya. Mungkin dia menyesali, kenapa harus Aris yang menolongnya saat itu. Dia merasa perannya sebagai menantu telah benar-benar digantikan oleh Aris.
"Mas tidak apa-apa?" tanyaku kembali padanya
Sebenarnya aku ingin sedikit menghiburnya dengan berkata "Mas tidak perlu memikirkan perkataan dari dokter tadi. Karena bagaimanapun kan Mas yang menjadi suamiku bukan Aris. Walaupun memang dia yang menolong Papa saat itu, tetapi Mas kan sudah menemaniku dan Papa disini. Mas sudah melakukan semua tugas Mas sebagai seorang anak dan menantu yang baik untuk Papa, jadi tidak perlu cemas lagi."
Tapi aku tidak mengatakannya. Aku takut.. Jika aku mengatakan padanya, malah akan membuatnya merasa bersalah dan sedih kembali. Sehingga aku pun memilih untuk berkata,
"Mas terima kasih ya. Berkat doa dan dukungan darimu, semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Papa pasti senang kalau mengetahui hal ini.. Terima kasih ya Mas, sudah menemaniku disini dan membuatku merasa tidak khawatir tadi. Aku benar-benar beruntung punya suami seperti kamu Mas. Dan Papa juga tentunya, pasti senang punya menantu seperti kamu. Makasih ya Sayang.." ucapku sambil memeluk Ryan
"Ya Sayang. Semuanya baik-baik saja. Sekarang kamu tidak perlu khawatir lagi.." balas Ryan sambil membalas pelukanku
"Nah, sekarang kan urusan Papa disini sudah selesai. Sekarang kamu bisa mengurus urusanmu Mas.." ucapku
"Kamu sekarang temuin Heru sana. Kasihan dia, dia kan tidak ada keluarga atau walinya disini. Jadi Mas temani dia disana.. Biar bagaimana pun Heru itu kan sudah Mas anggap sebagai Kakak Mas sendiri.."
"Kamu gak apa-apa kalau aku tinggal?" tanya Ryan
"Ya gak apa-apa lah. Memangnya aku anak kecil apa yang harus ditemani terus.." jawabku sambil meledek
"Iya kamu anak kecil.. Buktinya kan masih jauh lebih tinggi aku dibanding kamu Sayang. Selain itu juga, liat.. mana ada orang dewasa yang masih suka jatuh gitu terus terluka sampai lebam-lebam kayak gini." balas Ryan
"Iiihh.. apaan. Ini mah gak sengaja tahu Mas. Karena aku jalannya buru-buru pas nurunin tangga tadi." balasku
"Pokoknya apapun itu kamu harus jaga dirimu baik-baik. Sama seperti kamu yang gak mau lihat aku terluka, aku pun juga begitu. Jadi, selalu inget untuk jaga diri kamu ya Sayang, karena kalau kamu terluka.. akupun juga ikut terluka. Kamu kan tulang rusuk aku.." ucap Ryan
"Iya iya.. Tuan Raja gombal." ledekku
"Sudah sana pergi temuin Heru.." lanjutku
"Kok kamu kesannya kayak ngusir aku gitu sih Sayang.." ucap Ryan tidak senang
"Gak ngusir kok Mas. Cuma aku gak tahan aja dengerin semua gombalanmu itu.. bikin merinding tahu.." balasku
"Dasar.." balas Ryan sambil memicingkan matanya
"Yaudah aku pergi deh, tapi sebelumnya.. Sini.." Ryan menyuruhku mendekat
Kemudian dia memelukku dan
*Cup (dia mengecup bibirku)
"Jaga tulang rusukku ya. Karena kalau sampai hilang, terluka, atau patah.. Aku gak punya serepnya lagi"
Aku pun mengangguk membalasnya. Dan akhirnya Ryan pun pergi.
Setibanya Ryan diruangan Heru,
"Mas, gimana keadaanmu?" tanya Ryan pada Heru
"Sudah lebih baik Ryan.." jawab Heru
"Maaf.." ucap Ryan tiba-tiba merasa bersalah
"Aku tahu gara-gara buru-buru untuk menyelesaikan tugas dariku, Mas Heru bisa mengalami kecelakaan seperti ini.." Ryan terlihat menyesal
"Tidak apa-apa Ryan. Lagipula ini salahku, aku tidak fokus menyetir dan saat itu aku juga sedang melihat-lihat ponsel sehingga tidak menyadari ada busway yang tiba-tiba berbelok dan langsung menabraknya.." Heru menjelaskan
"Ryan mengenai tugas yang kau berikan itu.." Heru yang belum menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba dipotong oleh Ryan
"Sudahlah.. Masalah kantor biar aku saja yang urus. Kau fokus istirahat saja Mas.. Lagipula masih ada Surya yang bisa membantuku mengurus semuanya disana." jawab Ryan
"Bukan masalah itu.." ucap Heru kembali
"Masalah mengenai Pak Zuriawan yang waktu itu kau memintaku untuk menyelidikinya Ryan.."
"Pak Zuriawan.. dia itu sudah bekerja lebih dari 15 tahun dan menjabat sebagai salah satu staff pembantu khusus. Dia tidak mempunyai jabatan resmi dikantor Papamu, tapi yang kudengar dia menjadi salah satu dari asisten pribadi Mamamu."
"Apa??" respon Ryan terkejut
"Apa kau tidak salah menyelidikinya Mas Heru. Asisten Mama? Bagaimana mungkin??" tanya Ryan tak percaya
"Iya, dia berkoordinasi dengan beberapa staff penting diperusahaan Papamu itu untuk melaporkan segala kegiatan perusahaan, terus juga masalah properti yang dikelola Mamamu, bahkan juga beberapa usaha perkebunan."
Ryan yang shock kemudian memilih segera keluar ruangan untuk mengkonfirmasi mengenai hal ini langsung pada Mamanya. Namun saat itu, Heru berusaha untuk mengehentikannya dengan memanggil-manggilnya tetapi tidak berhasil.
Saat itu, sambil berjalan menuju parkiran mobil, Ryan terlihat menghubungi Dodi.
"Halo Dod?" sapa Ryan ditelpon
"Oh, Ryan. Kebetulan lw nelpon, ada yang mau gw omongin tentang orang yang lw suruh gw cari waktu itu."
"Lw jangan shock ya dengernya.. Jadi, Zuriawan itu dulu pernah masuk laporan sebagai tersangka kasus penipuan di perusahaan Papa mertua lw itu, karena langsung di laporin sama Papa mertua lw. Tapi, beberapa bulan kemudian, tepatnya sekitar 3 bulanan, kasusnya clear. Dan dari data disini sih statusnya laporannya dicabut.. Lw pasti kaget denger siapa yang udah nyabut laporannya itu dengan membayar uang ganti rugi. Dia itu asisten Papa lw sendiri Johan, yang saat ini kayaknya udah gak kerja lagi diperusahaan Papa lw. Dan sampe sekarang, gw masih nyelidiki datanya Johan itu.."
Mendengar hal itu Ryan benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin orang tuanya terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan dana yang dilakukannya terhadap ayah mertuanya.
"Ini tidak mungkin.. Papa dan Mama tidak mungkin melakukan hal licik seperti itu. Pasti ada salah paham disini.. Untuk apa? Lagipula, saat itu kondisi perusahaan Papa juga sudah sangat besar, untuk apa melalukan hal itu pada Papa mertuaku yang perusahaannya tidak sebanding jika dibandingkan dengan perusahaan kami.. Masalah saingan bisnis, itu juga tidak mungkin.." Ryan masih berpikir dalam hati
"Yan.. Ryan.." panggil Dodi ditelpon berusaha menyadarkannya
"Dod makasih infonya. Tapi gw harus mastiin masalah ini langsung sama Papa dan juga Mama.." ucap Ryan
"Hey Ryan.." Dodi berusaha kembali berbicara dengannya tapi Ryan langsung mematikan ponselnya saat itu.
Dan dengan segera Ryan mengambil mobilnya diparkiran untuk pergi kerumahnya menemui Mamanya untuk mengkonfirmasi hal ini.