Saat itu, ketika melihat mobil Ryan memasuki parkiran Rumah Sakit, aku pun langsung menyuruh Aris dan Pak Asep untuk pergi. Namun, saat itu Aris
"Lena.. Kalau kau butuh bantuanku atau apapun untuk masalah ini jangan sungkan-sungkan. Kau tahu nomor telepon Shina kan?"
"Shina..?" responku heran sambil mengerutkan kening
Kemudian Aris melanjutkan,
"Kau bisa menghubunginya nanti jika kau ingin bertemu dan minta tolong padaku.. Kau kan tidak tahu nomor teleponku.."
"Maksudku, aku tidak mau membuat Ryan menjadi salah paham jika kau menghubungiku nanti. Selain itu, aku juga tidak mau membuat Shina cemburu.. Jadi, dengan kau yang menghubungi hp-nya langsung, dia.." Aris yang belum menyelesaikan perkataannya saat itu tiba-tiba ku potong
"Iya aku mengerti Mas Aris.." jawabku sambil tersenyum ke arahnya
"Benar.. Meskipun kami bertetangga tapi aku tidak mempunyai nomornya. Begitupun dengan Mas Ryan dan juga Shina.. mereka tidak saling mengetahui nomor masing-masing.." pikirku
Kemudian aku pun lanjut berkata pada Aris,
"Sepertinya.. Belakangan ini hubunganmu dengan Shina sudah membaik.." ucapku yang kemudian dibalas senyum oleh Aris
Saat itu, aku tidak menyadari bahwa ternyata Ryan memperhatikan kami. Posisi kami sedang berada di lobby luar dekat pintu masuk ketika itu.. hingga kemudian,
"Sayang.." sapa Ryan padaku sambil sedikit berteriak dari mobilnya ketika melewati lobby
"Aris.. Kau tunggu disitu.." lanjut Ryan dan Ryan pun dengan cepat pergi memarkirkan mobilnya.
Mendadak aku merasa panik.. Mas Ryan ternyata melihat kami tadi. Bagaimana ini? Aku takut dia nanti salah pahan dan akan menghajar Aris lagi. Aku tidak mau terjadi keributan kembali diantara mereka.
Aris yang seolah bisa membaca ekspresi kekhawatiranku saat itu kemudian berkata
"Tenang saja, kita tidak akan bertengkar seperti tadi.. Dia tidak akan menghajarku kembali untuk masalah ini.. Kau tidak perlu merasa khawatir Lena." Aris menenangkan
"Maafkan aku Mas Aris. Semenjak kau pindah dan menjadi tetanggaku, Mas Ryan terus saja berbuat onar karena merasa cemburu padamu.. Belum lagi masalah di Rumah Sakit hari ini.. Aku benar-benar minta maaf." ucapku merasa tidak enak
"Iya tidak apa-apa.. Aku bisa mengerti." balas Aris
Dan tak lama setelah itu, Ryan pun datang menghampiri kami
"Kau dari mana saja Mas?" tanyaku padanya
"Ehh.. Aku.." sambil Ryan melirik Aris
Saat itu Aris tahu kalau Ryan baru saja bertemu dengan Shina. Tapi dia diam tidak berkomentar.
"Aku tadi ada urusan.. Ini mengenai masalah dikantor. Karena Heru saat ini sedang dirawat, maka aku mengurus sendiri beberapa dokumen yang harus ditandatangani.." Ryan berbohong. Dia tidak mau membuatku marah jika dia menceritakan bahwa dia baru saja bertemu dengan Shina saat itu.
Setelah itu aku pun memilih kembali ke kamar Papa, sementara Ryan dan Aris
"Jadi, ini maksud Shina kau ada urusan penting.. Urusan penting dengan istriku Lena, hah?" Ryan menyindir Aris
"Setidaknya aku menceritakan semua pada istriku, bahwa aku akan pergi kesini. Tidak seperti seseorang yang berbohong kepada istrinya, padahal dia baru saja menemui mantannya.." balas Aris
"Kauu...!!" ucap Ryan mulai emosi
Tapi Aris saat itu memilih pergi meninggalkannya.
"Hey Aris, tunggu.. Apa saja yang kau bicarakan tadi dengan Lena." Ryan mengikuti Aris di belakangnya
"Kenapa tidak menanyai hal itu langsung pada istrimu.." Aris menjawab sambil masih terus berjalan
"Hey Aris.. Ariiss..." Ryan masih mengikuti Aris yang terus berjalan meninggalkannya
"Brengsek.." maki Ryan kesal dan dia pun kemudian berhenti, tidak lagi mengejar Aris
"Kalau kau tidak mau menceritakannya padaku tidak apa-apa. Aku bisa mencari tahu ini semua melalui Shina.." Ryan tersenyum sinis
Dan Ryan pun pergi ke kamar inap Papa menyusulku. Saat itu, Papa sudah bangun.
"Pa.." sapa Ryan sesaat setelah memasuki kamar
"Gimana keadaan Papa sekarang? Apa masih merasakan sakit didada Papa?" tanya Ryan kembali
"Tidak usah pedulikan masalah penyakitku.. Aku tidak apa-apa."
"Ngomong-ngomong.. bagaimana hasil penyidikanmu terhadap Zuriawan. Apa kau sudah mengecek data-data karyawan yang bekerja di perusahaan Ayahmu itu. Apa dia bekerja disana?" tanya Papa
Saat mendengar hal itu aku terkejut. Jadi selama ini Mas Ryan sudah tahu kalau Papa mencurigai Pak Zuriawan kerja diperusahaannya. Kemudian,
"Maaf Pa. Ryan belum mencari data-datanya di daftar karyawan.. Sebenarnya, tadi Ryan sudah meminta bantuan Mas Heru untuk mencarinya, tetapi sesuatu terjadi.. Heru mengalami kecelakaan tadi dan saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit ini. Dia dirawat di lantai 1 dibawah.."
Tanpa mendengarkan penjelasan dari Ryan, Papa kembali bertanya
"Bagaimana dengan temanmu yang kau bilang intel di kepolisian itu, apa dia sudah berhasil mendapatkan datanya?"
"Ohh, Dodi.. Ryan sudah menghubunginya. Mungkin saat ini dia sedang menyelidikinya Pa. Nanti kalau Dodi sudah mengirim datanya, Ryan akan langsung kabari Papa" jawab Ryan tersenyum
Namun, saat itu Papa terlihat menatap Ryan dengan pandangan mencurigai, tidak senang, seperti Ryan seorang tersangka yang melakukan kesalahan. Aku yang melihat itu mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Pa, sudah tidak usah membicarakan hal ini. Papa kan sebentar lagi akan dioperasi. Papa tidak usah memikirkan yang macam-macam dulu.." ucapku tiba-tiba
Papa kemudian terdiam. Dan untuk sesaat, suasana dikamar inap menjadi sunyi sepi, tanpa ada yang berbicara.. hanya aku dan pikiranku yang sedang berkelut saat itu.
Jujur, sebenarnya aku ingin menanyakan pada Mas Ryan masalah yang disinggung Aris tadi bahwa Mamanya dan Pak Zuriawan memang memiliki hubungan, tapi aku takut.. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Ryan nanti jika aku menanyakan permasalahan itu padanya. Oleh karenanya, aku pun menahan diriku untuk tidak membicarakannya. Setidaknya untuk saat ini. Sampai Papa menjalani operasinya dan kondisi Papa sudah stabil.
Di Apartemen Aris dan Shina, terlihat Shina yang sedang gelisah bercampur senang ketika menunggu kedatangan suaminya Aris kembali ke apartemen. Dia masih memikirkan semua nasehat yang diberikan Ryan padanya. Hingga kemudian,
"Tunggu dulu, aku tidak bisa langsung manaruh dan mengatur pakaianku dilemarinya. Yang benar saja.. nanti dia kira aku yang ngebet dan kecentilan ingin pindah dan tidur dikamarnya.."
"Aku kan wanita yang punya harga diri.. Aku adalah Shina Caroline, seorang artis terkenal.. bukan perempuan sembarangan"
"Kalau kau memang ingin aku untuk tidur denganmu dan melakukan kewajibanku sebagai seorang istri.. kau harus membujukku dulu Aris." pikir Shina saat itu
Kemudian Shina pergi kekamar Rani. Dia menghias dirinya didepan cermin. Beberapa saat kemudian,
"Apa ini tidak terlalu berlebihan ya.." ucapnya sambil menatap wajahnya yang sudah dirias
"Tidak.. tidak.. Jangan warna merah seperti ini. Terlihat sekali bahwa aku sedang berusaha untuk manarik perhatiannya kan.."
"Tapi.. dulu Ryan menyukainya. Maksudku, Ryan itu kan mewakili mayoritas laki-laki.. Umumnya pria akan langsung suka dan tergoda saat melihat wanita menggunakan lipstick berwarna merah seperti ini kan. Sebab warna merah memperlihatkan kesan seksi dan cantik pada wanita.."
Saat Shina sedang bergelut dengan pikiran dan make up-nya itu, Rani yang ada didalam kamar tersebut pun ikut mengomentarinya
"Mami.. mau pergi kemana?" tanyanya
"Warna Merah cantik kok Mi. Bisa membuat muka Mami yang pucat jadi kelihatan cantik dan anggun." Rani memberikan pendapat
"Sayang, kalau Mami menggunakan riasan seperti ini didalam rumah, menurutmu bagaimana?" tanya Shina pada putrinya
"Didalam rumah?.." respon Rani heran mengulang pernyataan Maminya
"Iya.. Kita kan harus selalu tampil cantik dimanapun kita berada." balas Shina
"Mami berdandan cantik seperti itu untuk Ayah??" tanya Rani terkejut senang
Shina yang malu mendengar Rani mengatakan hal itu kemudian menjawab,
"Ayahmu?? Yang benar saja.. Untuk apa aku berdandan seperti ini untuknya.." jawab Shina malu sambil menghapus kembali sedikit riasannya
"Dengar Rani, sebagai seorang wanita.. apalagi aku yang berprofesi sebagai seorang artis, menjaga penampilan itu penting. Sebab kita tidak tahu kan, apa yang akan terjadi kedepannya. Misalnya ada sesuatu terjadi dan mengharuskan kita keluar rumah.. Jadi, kita tidak perlu mengkhawatirkan soal penampilan kita lagi, karena kita sudah mempersiapkannya.." lanjut Shina menjelaskan
"Tapi kau benar. Kurasa warna merah ini memang terlalu berlebihan.." Shina berkata sambil menghapus warna lipstick tadi dibibirnya
"Pakai ini saja Mi.." ucap Rani tiba-tiba sambil memberikan lipbalm
"Selain bisa melembabkan bibir, ini juga bisa menghasilkan warna merah alami pada bibir.."
"Kalau untuk muka sebaiknya Mami pakai ini.." Rani memberikan pelembab
"Fungsinya sebagai pelembab tapi juga bisa membuat wajah kita menjadi putih seperti memakai bedak" Rani menjelaskan
"Wah.. dari mana kamu belajar mengenai hal-hal seperti ini? Apa saat ini ada cowok yang kau taksir??! Dengar Rani, kau tidak boleh pacaran sampai lulus kuliah nanti, ingatkan janjimu dulu padaku dan juga ayahmu" Shina memperingatkan
"Nggak Mi. Rani belajar itu dari video tutorial make up diinternet. Dulu ketika Rani disekolah, beberapa teman Rani juga menggunakannya.. karena penasaran Rani akhirnya ikut membelinya, walaupun Rani tidak pernah PD dan berani untuk menggunakannya ketika disekolah." Rani menjelaskan
Saat mereka sedang mengobrol seperti itu, tiba-tiba terdengar suara pintu depan terbuka. Sepertinya Aris sudah pulang. Shina yang senang kemudian pergi keluar kamar untuk menyambutnya.