Hari ini adalah hari pertama Emir berpuasa, meskipun ia masih berusia 6 tahun. Tapi ia bersikeras ingin berpuasa. Hati ibu mana yang tega melihat putra kecilnya menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 12 jam. Kukuatkan hati ku dan menganggukkan kepala ketika Emir untuk kesekian kalinya merengek meminta puasa besok pagi. Abang boleh puasa dengan syarat kalau sudah tidak kuat harus segera berbuka, gak boleh ditahan-tahan, nanti Maag abang kambuh.
Emir pun melompat kegirangan dengan persetujuanku, ia tak perduli lagi dengan berapapun syarat yang kuajukan, asalkan ia dapat berpuasa tahun ini. "Ibuk yang terbaik", kudengar bisikannya sambil memelukku. air mataku tak tertahan meleleh dipelupuk mataku. Segera kuhapus dan kupeluk erat anak kesayanganku satu-satunya.
Emir adalah anugerah terindah yang tuhan berikan padaku. Ia satu-satunya penyemangat hidupku. Semenjak kepergian Suami ku menghadap ilahi, Emir selalu ada untukku. Kepergian Syafta, Suamiku bagaikan Badai ditengah kemarau, memporak-porandakan hatiku. Disaat aku hampir tak punya harapan untuk melanjutkan hidup Emir hadir memberikanku semangat untuk menjalani kehidupan.
Enam tahun yang lalu, ketika aku tak punya lagi semangat untuk hidup dan memutuskan untuk menyusul suamiku, Emir hadir dengan suara tangisannya yang pilu. Tangisannya menyadarkanku untuk mendekapnya, memberikan kehangatan ditengah derasnya hujan. Orang tua mana yang tega membuang permata seindah ini. Dan akupun tersadar bahwa aku harus menyelamatkan permata ini, dan kini ia telah menjadi penyemangat dalam hidupku sejak saat itu.
"Ibuk, jangan lupa bangunin Emir Sahur ya. Ibuk sudah janji loh! Harus ditepati", sahut Emir. Perkataannya membangunkanku dari lamunan. "Eh, iya ... tapi nanti boboknya gak boleh kemaleman, supaya nanti bangun sahurnya cepat", jawabku. "Siap buk...", ia segera berlari kekamar dan bersiap-siap untuk tidur.
Sahur pertama Emir berjalan dengan lancar, ia pun memulai Puasanya dengan penuh semangat. Ketika terik matahari mulai berada diatas kepala, Emir mulai Goyah. "Buk, kok perut Emir bunyi-bunyi", tanya Emir. "Cacingnya lagi demo, biasanyakan Emir jam segini sudah teriak-teriak minta ambilin makan", sahutku. "Sabar ya cacing... Emir Lagi puasa, nanti mau magrib aja makannya", sambil mengelus-elus perutnya. "Abang, kalau udah gak kuat buka aja ya nak ya...", rayuku. "Enggak ah buk, tanggung... kalau Emir bobok pasti nanti cacingnya ikutan bobok dan lupa sama demo minta makannya", jawab Emir sambil nyengir. "Yaudah, tidur siang dulu, biar lupa sama laparnya".
Sore harinya setelah bangun tidur, Emir berlari kedapur dan berteriak kegirangan, "Ibuk, sekarang udah jam berapa? Kita gak kepasar bedug beli takjil? Beli Sirop?", cecar Emir. "Iya nanti bentar lagi Emir Mandi dulu, nanti kita berangkat ke Pasar Bedug", sahutku. Sebelum kuselesaikan kata-kataku Emir sudah berlari ke kamar mandi dan dalam hitungan menit ia sudah rapi dan mulai menagih janjiku. "Ayuk buk, berangkat", teriak Emir.
Ketika sampai di pasar bedug, Emir celingak-celinguk... "Cari apa nak?", tanyaku. "Sirop buk", jawabnya. Emir mau beli Sirop?", "Iya...". Lalu akupun mulai ikut-ikutan Emir celingak-celinguk mencari Sirop dan akhirnya sampailah kami di sebuah toko kelontong. "Ada siropnya bu?", tanyaku pada penjualnya. "Ada, mau yang rasa Apa?", tanya sipenjual. "Emir mau yang rasa apa?", tanyaku. "Merah buk", jawabnya. "Yang itu dua ya bu", sambil menunjuk 2 botol sirup.
Setelah selesai membeli 2 botol sirup dan takjil, kamipun kembali pulang kerumah. Sesampainya Emir dirumah, ia langsung menyambar sebotol sirup yang kami beli dan berlari, "Siropnya buat Emir satu ya buk", sahutnya. "Emir, mau kemana?", tanyaku. Ia tak berpaling, hatiku cemas takut ia terjatuh sehingga ku ikuti kemana ia pergi.
Kulihat Emir berlari menuju sebuah rumah kumuh dan reyot, Rumah itu adalah rumah seorang Nenek yang hidupnya sebatang kara. Hatiku berdetak, Anakku Emir begitu lembut hatinya. Ia berikan sirup yang kami beli tadi kepada Nenek itu. sayup-sayup kudengar ia berkata, "Nek, hari ini Puasa pertama Emir. Emir mau kasih Sirop ini buat Nenek. Nenek yang kuat puasanya ya". "Makasih, cu", jawab si nenek.
Aku segera berlari, kerumah dan berpura-pura tidak tau kemana Emir pergi. "Emir dari mana, lho sirupnya mana?", tanyaku. "Ibuk jangan marah ya, Sirop yang kita beli tadi Emir kasih ke Nenek yang tinggal di ujung sana, waktu itu nenek itu pernah bilang dia ingin sekali minum sirop dihari pertama berbuka puasa", jawab Emir sedikit ketakutan.
Aku tak kuasa menahan kepolosan dan ketulusan Emir, rasa haru ku membuncah dan kupeluk dia sambil berkata, "Mulai besok setiap kita beli Takjil, jangan lupa belikan juga untuk nenek itu juga ya...". "he'eh, Makasih Ibuk", dan Emir memelukku dengan erat sore itu. Saling berbagi itu takkan mengurangi rezeki kita, insyaallah Allah akan membalas berkali-kali lipat bagi siapa saja yang suka bersedekah.