Chereads / Ramadhan Emir dan Ibuk / Chapter 2 - Kolak Pisang untuk Zahra

Chapter 2 - Kolak Pisang untuk Zahra

Hari ini adalah hari kedua Emir Berpuasa, herannya penyakit Maag Emir belum kambuh sejak kemarin. di hari keduapun ia masih sama semangatnya dengan hari pertama. Pagi ini aku memanen dua tandan pisang yang sudah cukup tua di belakang rumah. Tiba-tiba ia menyelinap dan menarik-narik satu tandan besar pisang, mencoba membantuku yang alhasil membuatnya kelelahan. "Abang, gak usah bantuin ibuk. Nanti abang kecapekan,,, abang mau puasanya sampai sore atau cuma sampai siang?", ancamku. "Sampe sore dong buk", rengeknya sambil manyun. "Yaudah, Abang kedalam ajalah...", iapun berlalu.

Setelah selesai berurusan dengan pisang, aku segera melongok ke arah ruang tamu mencari keberadaan Emir. Ternyata ia sedang menonton acara Tv yang menayangkan sekelompok orang yang membagi-bagikan takjil gratis di jalanan. Ketika Emir menoleh ke arahku, ia langsung menebarkan senyuman mautnya, dalam hati aku berkata, "anak ini punya rencana apalagi di kepalanya?". "Apa abang? Kok liatin ibuk kek gitu? kayak ada sesuatu yang... ", belum lagi kuselesaikan kata-kataku ia langsung menghambur kepelukanku dan memberondongku dengan beberapa pertanyaan.

"Ibuk, kita punya banyak pisang kan buk?", tanyanya. "Iya....", jawabku singkat. "Kan kita gak mungkin bisa menghabiskan semua pisangnya kan bu?", tanyanya lagi. "Iya, terus ...", jawabku sedikit menyelidik. "Emir mau buat Kolak Pisang, dan bagi-bagi takjil gratis untuk orang-orang berbuka puasa buk", jawabnya. "Oke, tunggu .... Kan pisangnya belum masak nak? Lagian siapa yang mau bantu ibuk masak kolaknya?", tanyaku. "Emir siap kok bantu ibuk, ya buk ya... please...", rayunya. "Kita tunggu dalam dua hari ini ya abang, kalau sudah masak nanti kita buat kolak pisangnya", jawabku meyakinkan. "Ibuk memang yang terbaik!", ia pun langsung memeluk dan mencium pipiku seketika. Kemudian ia berjingkrak-jingkrakan di depan Tv tanpa memperdulikan reaksi syok yang ku alami dicium mendadak tanpa aba-aba seperti itu.

Dari kemarin, Emir tak henti-hentinya modar-mandir ke dapur untuk memastikan Pisang yang di panen 2 hari yang lalu sudah ada yang matang. "Abang, kalau abang mondar-mandir seperti itu nanti Lantainya jadi licin loh. Abang udah kayak setrikaan deh", Protesku melihat kegelisahannya.

"Habis, lama kali lah, pisangnya matang. Kapan kita buat kolaknya buk?", rengek Emir. "Sekarangkan masih pagi, nanti sore biar ibuk  cek. kalau sudah ada yang matang ibuk buatkan kolak buat Emir", jawabku dan ia pun mengangguk. Sejak saat itu ia tak lagi mondar-madir ke dapur hanya untuk melihat pisang.

Akhirnya sore pun datang, segera ku cek pisang yang diperam. Ternyata ada satu tandan yang sudah matang. Segera Pisang tersebut dieksekusi sehingga berubah bentuk menjadi kolak Pisang. "Sudah jadi buk?", tanya Emir. "Sudah dong", jawabku. "Ayo buk... kita bungkus dan kita bagi-bagikan pada orang-orang yang mau berbuka puasa", ajak Emir.

Maka, Sore itu sibuklah kami membungkus kolak Pisang. Setelah selesai, Emir membantuku membawakan semua takjil,. Ia menunjukkan tempat untuk membagikan takjil, yaitu di seberang Jalan. Kami memulai aksi kami. Banyak yang singgah dan tertarik pada Kolak buatan ku. Akan tetapi dari sekian banyak yang mampir Emir masih terlihat gelisah, seperti sedang menunggu seseorang. "Abang, lagi nungguin seseorang ya?", tanya ku. "Iya buk,", menjawabku seadanya. "Siapa nak?", tanyaku lagi. "Namanya Zahra buk, Dia suka jualan di dekat sini. Waktu itu Emir sempat ngobrol dan dia bilang kalau dia suka sekali kolak pisang. Dia bilang, Ibunya suka buatkan kolak pisang untuknya. Tapi ...", raut muka Emir pun Berubah. "tapi kenapa bang?", tanyaku semakin penasaran. "Semenjak Ibunya meninggal Zahra sudah tak pernah lagi makan kolak pisang, buk", jawab Emir. "Jadi, ini alasan abang minta ibuk buatkan kolak pisang?", tanyaku memastikan. Emir pun mengangguk.

Hari semakin senja, sepuluh menit lagi Bedug tanda berbuka akan segera terdengar. Di tangan Emir masih ada sebungkus Kolak Pisang yang ia genggam erat, untuk Zahra. "Sepertinya hari ini Zahra tidak jualan ya bang?", tanyaku membuyarkan lamunan Emir. "Iya buk," Jawabnya dengan wajah sedih. "Kita simpan ya, kolak pisang yang ini untuk Zahra. Semoga besok dia udah jualan lagi, dan abang bisa kasih kolaknya untuk Zahra". Emir sedikit tenang mendengar ucapanku, setidaknya ia masih punya harapan agar dapat memberikan Kolak Pisang untuk Zahra. Kolak Pisang yang akan mengobati kerinduan Zahra pada Ibunya.