Sejak kejadian kemarin Emir menjadi murung, tak ada sesuatu apapun yang bisa membuatnya senang. Kucoba pancing dengan nonton kartun kesukaannya, cuma direspon "Lagi gak pengen nonton buk". "Ibuk masakin masakan kesukaan abang ya untuk buka", tanyaku lagi. "Terserah ibuk aja", responnya.
Aku jadi pusing sendiri melihat Emir tak bersemangat hari ini, biasanya dia yang selalu membuat suasana jadi ceria. Apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan keceriaan Emir lagi?
Sejak kemurungan Emir, waktu berlalu begitu lambat. Sore ini, setelah selesai menyiapkan makanan untuk berbuka kembali kudekati lagi Emir untuk membuatnya lebih bersemangat.
"Abang, kita ngabuburit yuk", ajakku. "Lagi males buk...", jawabnya ogah-ogahan. "oh, jadi abang mau dirumah aja nih? Ya udah, rencananya ibuk mau ngabuburit diseberang jalan. Siapa tau Zahra udah jualan lagi dan ibuk bisa ....", seperti biasa, sebelum kuselesaikan perkataanku mata Emir tampak berbinar dan bersemangat mendengar perkataanku. Tanpa Ba, Bi, Bu... ia segera kedapur, mengambil sebungkus kolak yang masih ia simpan untuk Zahra dan meraih tanganku. "Ayok, buk... kita ngabuburit", ucapnya. Akhirnya anakku yang ceria sudah kembali. Maka sore itu dengan motor beat biru kesayangan, kami menyusuri sepanjang jalan senja itu.
Sesampainya kami di seberang jalan, ku parkir motorku, agar kami bisa lebih santai menikmati pemandangan para penjual takjil yang berjejer rapi di trotoar. Emir seperti biasa, ia celingak-celinguk memperhatikan setiap pedagang asongan perempuan yang berlalu lalang menjajakan jualannya. Sampai matanya terhenti pada sosok perempuan dengan baju berwarna pink. Ia pun tanpa basa basi berlari mengejar Pedagang asongan tersebut. "Zahra? Itu kayak Zahra deh buk", langsung berlari. "Abang, tunggu ... jangan kencang-kencang larinya nak", aku yang kaget dengan respon Emir mengikutinya berlari dari belakang.
Ketika Emir berhasil mendekati dan menepuk bahu anak perempuan itu, Emir kaget karena anak perempuan itu bukan Zahra. "Oh, maaf... aku kira kamu Zahra", ucap Emir meminta maaf. "dak apa-apa, kamu lagi nyari Zahra ya?", tanya anak perempuan itu. "Memangnya kamu kenal Zahra juga ?", Balik bertanya. "Iya, aku kenal... kenalin aku Lisa", jawabnya sambil memperkenalkan diri. "Aku Emir", balas Emir. "Kira-kira kamu tau dak Zahra dimana sekarang? Soalnya dari kemarin dia gak jualan", tanya Emir. "Zahra sekarang udah gak jualan lagi, dia pindah", jawab Lisa. "Pindah? Kemana? Sejak kapan?", cecar Emir. "Iya, ayahnya menikah lagi, dan sekarang ia sudah punya ibu baru. Mereka akan pindah kedesa Ibunya. Subuh setelah sahur mereka berangkat", jawab Lisa.
Emir termenung, mendengar kabar tentang Zahra. Tetapi ia cukup senang mendengar bahwa Zahra sudah punya Ibu baru."Nih, Zahra memintaku memberikan surat ini untuk kamu", Lisa membuyarkan lamunan Emir dengan mengulurkan secarik kertas merah muda.
"Buatku?", tanya Emir memastikan. "Iya, kalau begitu tugas aku udah selesai jadi aku mau keliling jualan lagi ya", Lisa meminta undur diri. "Tunggu, ini kolak pisang untuk berbuka", Emir memberikan bungkusan kolak kepada Lisa. "Terima kasih Emir, aku suka sekali kolak pisang", ungkap Lisa dengan senang sambil berlalu.
Ketika aku sampai, Emir tampak tersenyum dan memegang secarik kertas. "Gimana nak, itu tadi Zahra ya?", tanyaku. Tiba-tiba Emir mememelukku dan berkata. "Makasih ya buk, sudah ajak Emir ngabuburit. Kita pulang yuk buk, sebentar lagi mau berbuka". Aku masih kebingungan dengan sikap Emir. Tetapi aku tak mau memberondongnya dengan pertanyaan. Aku cukup lega melihat ia sudah kembali tersenyum. Semoga secarik kertas yang ia pegang itulah penyebabnya. Maka kamipun segera mengendari motor dan kembali pulang.
Emir sudah kembali menjadi dirinya, ia sudah ceria lagi. Aku pun menyimpan rasa penasaranku terhadap apa yang terjadi sore tadi. ketika Emir tertidur, tampak ia tengah memegang secarik kertas yang ia peroleh tadi sore. pelan-pelan kubuka dan kubaca dan aku tak kuasa menahan rasa haruku melihat ketulusan persahabatan Emir dan Zahra.
Emir
"Zahra senang, sekarang sudah punya Ibu baru. Keluarga Zahra sudah lengkap lagi, ada ayah dan ibu. Zahra gak boleh jualan lagi sama Ibu. Katanya, biar ibu sama ayah aja yang Kerja. Sekarang sudah ada yang buatkan kolak kesukaan Zahra. Tapi Zahra harus pindah, terima kasih sudah jadi teman Zahra dan maafin Zahra ya karena tidak sempat pamit. Zahra gak akan lupakan Emir. 😊"