"Ingatlah, Sonia, kau jangan terlalu terpaku dengan menyerang musuh dari satu arah saja."
Sebuah suara laki-laki dan juga bayang-bayangnya terlintas di benakku. Huh, kenapa aku merasa kesal dengan suara itu, ya? Aku benci sekali dengan caranya mengguruiku.
"SONIA! DI BELAKANGMU!"
Teriakan laki-laki itu mengejutkanku, karena itu aku pun menoleh ke belakang. Ketika melihat ke belakang, seseorang seperti mengayunkan benda keras tepat ke belakang kepalaku. Kemudian, semuanya menjadi gelap. Kepalaku terasa sakit dan berdenyut-denyut. Rasanya bagaikan ditusuk jarum pentul berkali-kali. Rasa sakit itu membuyarkan mimpiku, membuatku terbangun dari tidur. Aku berusaha untuk memegang kepalaku, tetapi tidak bisa. Tanganku tidak mau bergerak. Kentidihan? Sepertinya bukan, aku masih bisa bernafas dengan baik. Aku berusaha untuk membuka mata, meskipun terasa berat dan diiringi dengan rasa perih di belakang kepala.
Terkejut, itulah kesan pertamaku ketika membuka mata. Bagaimana tidak? Coba, bagaimana perasanmu disambut oleh sepasang mata ketika baru bangun tidur? Sedikit kaget, itu yang pasti kau rasakan. Sementara aku, bukan hanya sepasang mata lagi, tetapi puluhan pasang mata sedang tertuju padaku. Semua Hanoman melihatku dengan tatapan bingung. Mereka berbisik satu sama lain, sepertinya sedang mengira-ngira. Baru beberapa detik kemudian aku menyadari keadaanku sekarang, terikat di hadapan banyak orang. Rasanya seperti aku sedang diberikan hukuman, tetapi kenapa? Oleh siapa?
"Akhirnya kau bangun juga, ya, dasar penyihir!" seru seseorang. Ternyata itu adalah Edward. Dia menatapku dengan tajam. Tatapannya seakan penuh kebencian.
"Hei, kenapa aku diikat begini?" kataku. "Lepaskan!"
"Tidak akan. Terutama setelah kau melakukan tindak kejahatan yang parah."
"Hah? Kejahatan? Ngaco kau! Kejahatan yang mana? Aku saja baru tiba di sini!"
"Diam! Seorang kriminal pasti tidak akan mengakui tindak kejahatannya. Mereka akan selalu berusaha untuk menutupi kejahatannya."
"Hah? Aku tidak paham. Jelaskan padaku!"
"Baiklah akan kujelaskan, baik kepadamu dan kepada mereka," kata Edward dengan angkuh. Ia berjalan ke hadapan para Hanoman, "Wahai para saudara-saudaraku! Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa tamu ini yang baru datang kemarin tiba-tiba saja menjadi pusat perhatian kita semua hari ini?
"Sebenarnya, saudara-saudaraku, jawabannya sangat mudah. Pertama, kita harus bertanya terlebih dahulu, kenapa bisa ada seorang pengunjung di pemukiman kita ini? Tempat kita adalah tempat yang kumuh, tidak menarik, tidak mungkin ada satu jiwa pun yang memiliki kehendak untuk datang ke sini.
"Kecuali, kedua, tidakkah kalian ingat apa yang terjadi terakhir kali ada seorang 'pengunjung' yang datang ke tempat ini?" ucapnya sambil menaikkan nada. "Setelah kita menunjukkan keramahtamahan kita, kebaikan kita, dan kepedulian kita, ingatkah kalian?"
Sejumlah Hanoman membelalak tidak percaya. Sepertinya mereka mengingat sesuatu. Yang terlihat masih belum paham bertanya-tanya kepada yang sudah paham. Mereka berbisik-bisik satu sama lain. Riuh gemuruh suara bisik mereka dapat terdengar dengan jelas. Edward pun mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada para Hanoman untuk tenang. Dalam seketika, mereka langsung menghentikan obrolan mereka.
"Ya, sepertinya banyak dari kalian yang masih ingat apa yang terjadi," katanya. "Hari itu adalah hari yang kelam bagi kita. Kedamaian dirusak, nyawa direnggut, dan kebiadaban ditampakkan. Orang tua kita, saudara-saudara kita, semuanya dibunuh atau diambil secara paksa dari kita. Dan penyebabnya sudah kalian ketahui tentu saja… tak lain dan tak bukan karena salah satu dari mereka, Cait Sith!
"Sekarang seorang Cait Sith telah datang lagi ke kampung kita," lanjut Edward. "Terlebih lagi, apakah kalian tahu cara dia bisa datang ke sini? Dengan modus sebagai 'teman' dari Nona Yura. Tapi, sebenarnya rencana dia adalah memanfaatkan Nona Yura untuk mengendalikan kita!"
Mereka semua terperangah. Ada yang menunjukkan ekspresi ketidakpercayaan, ada pula yang menunjukkan ekspresi kesadaran. Yang masih tidak percaya terus bertanya-tanya, terutama yang masih muda & anak-anak. Sementara, yang lebih dewasa berusaha untuk meyakinkan yang lebih muda.
"FITNAH!" teriakku. "Mana ada aku berniat melakukan hal seperti itu! Dan memang Kak Yura itu benar-benar temanku, tahu!"
"Sudah kubilang, DIAM!" teriak Edward sambil mendaratkan sebuah tamparan keras ke wajahku. "Bukti dari seorang pendosa adalah hal yang tak bermakna."
"Jadi, bagaimana saudara-saudaraku?" tanya Edward. "Apakah kalian akan membiarkan pendosa ini ataukah harus kita hukum dia?"
"Menurutku, hukum saja!" seru seorang Hanoman yang kuingat namanya James. "Kita bakar saja dia! Bagaimana kalian setuju, kan?"
"Bakar!" teriak seorang Hanoman.
"Bakar! Bakar! Bakar!"
Teriakan itu menggema. Seluruh Hanoman satu suara untuk membakarku. Mereka semua dengan lantang memutuskan aku bersalah. Kecuali, seorang perempuan yang kalau tidak salah bernama Rosie. Ia terlihat tidak ikut berteriak, malah gerak gerik dan raut wajahnya menunjukkan bahwa dia bimbang.
Tapi, tetap saja, keputusan mereka sudah bulat. Mereka ingin aku dihukum dengan cara dibakar. Tidak ada lagi jalan lain. Aku adalah seorang pendosa, menurut mereka. Meskipun aku tidak diberkan kesempatan untuk membela atau pun menjelaskan diriku. Tidak ada pula bukti atau pun saksi yang dapat membelaku. Aku sendirian, tanpa ada teman. Dan dalam perjalanan menuju kematian.
"Baiklah, memang keputusan sudah bulat. Jadi, mari kita-"
"HENTIKAN!" teriak seseorang.
Dari suaranya seperti seorang seperti seorang perempuan. Kami pun menoleh. Rambut hitam panjang, mata hitam sipit, dan wajah yang biasanya tenang itu kukenali. Namun, emosi yang ditunjukkan oleh perempuan itu bukan tenang. Walaupun berusaha untuk tetap tenang, tetapi siapapun yang melihatnya pasti juga tahu, kalau dia sedang marah. Ya, orang itu adalah Kak Yura.
"Apa maksud dari semua ini, Edward?" tanya Kak Yura dengan nada sedikit naik.
"I-ini…"
"Maaf, Ed." seru Ronald yang tiba-tiba datang bersama Donald. "Kami sudah berusaha untuk menahan Nona, tapi dia terlalu kuat."
"Aku tahu ada yang aneh ketika pagi ini Ronald dan Donald berusaha untuk menahanku keluar," ucap Kak Yura, "tapi, tak aku sangka ternyata malah hal gila yang terjadi."
"Nona Yura, kami bisa menjelaskan," kata James.
"Aku tidak perlu penjelasan. Lepaskan temanku, sekarang!"
"Nona Yura, anda sedang dihipnotis," kata Edward. "Makanya bicara anda menjadi tidak masuk akal. Biarkan kami menghabisi kucing ini, supaya anda bisa terlepas dari kendali dia."
"Aku? Dikendalikan? Heh, justru itu yang tidak masuk akal," kata Kak Yura sambil menyeringai. "Karena seharusnya akulah yang mengendalikan orang."
Kak Yura mengangkat tongkat yang sedari tadi dipegangnya.
"Wahai ombak, jadilah pedangku dan sapu bersih seluruh musuhku. Wahai badai, jadilah tamengku dan hempaskan semua yang menerjangmu, Teknik Ilusi Kannonji, KAIRYU!"
Sebuah pusaran air tiba-tiba muncul ditengah-tengah kerumunan para Hanoman tersebut. Dari pusaran air tersebut, muncul seekor ular naga. Ia mengaum, membuat sebagian besar Hanoman kabur, terutama yang anak-anak. Naga itu kemudian mengejar para Hanoman, sehingga mereka berlari semakin cepat menjauhi alun-alun. Tapi, ternyata naga itu lebih cepat. Naga itu pun membuka mulutnya. Namun, ketika rahangnya menutup, naga itu buyar menjadi air, membuat mereka semua basah kuyup.
Wow, ternyata kekuatan ilusi Kak Yura sudah meningkat pesat. Terakhir kali kami latihan, Kairyu belum sekuat dan sebesar ini. Atau memang kemampuan Kak Yura sudah sejago ini? Waktu itu, Kak Sifari pernah bilang kalau Kak Yura menahan diri saat latihan. Begitu juga kata Kak Eriza, bahwa kemampuan ilusi Kak Yura lebih kuat ketika di Bercos. Entahlah, mungkin karena saat ini Kak Yura juga sedang kesal, makanya kemampuannya lebih kuat. 'Dorongan emosi seringkali meningkatkan kekuatan seorang Insaneis,' begitu kata Kak Sifari. Dan itu pula yang terjadi padaku ketika aku sedang masuk ke 'mode sabit es'.
Yang tersisa di alun-alun tersebut hanya Edward, James, dan Rosie. Tentunya, mereka semua tercengang melihat kekuatan Kak Yura tadi.
"Seperti ini jadinya, ya, Nona Yura?" kata Edward. "Baiklah, jika anda tidak dapat dihentikan dengan kata-kata, mohon maaf, kami harus menghentikan anda dengan kekerasan. James, Rosie, tangkap Nona Yura! Lakukan dengan cara apapun yang kalian inginkan."
"Baik," jawab James.
"Tu-tunggu, Ed," kata Rosie, "bukan ini rencana kita sebelum-."
"Diam dan lakukan saja, Rosie!" bentak Edward. "Ini demi kebaikan kita juga!"
Rosie menunjukkan ekspresi bingung dan pasrah. Ia tidak punya alasan lagi untuk menyaggah Edward. Kebimbangan dirinya semakin kentara, bahkan olehku.
James maju duluan. Ia mendekati Kak Yura sambil menyeret gadanya. Pada awalnya dia hanya berjalan, tapi lama kelamaan kecepatannya bertambah dan ia menjadi berlari. Kemudian, ia melompat dan menghantamkan gadanya ke tanah. Dengan mudah, Kak Yura melompat ke belakang. Seragan itu memang mudah terbaca dan biasanya hanya untuk gertakan saja.
James melanjutkan serangannya, ia mengayunkan lagi gadanya ke arah Kak Yura. Mengantisipasi serangan tersebut, Kak Yura menunduk dan melompat kedepan. Di sela-sela lompatannya ke depan, Kak Yura memutar badannya, membentuk tangannya seperti pistol, dan mengarahkannya ke James.
"Tikaman para pendosa, hujatan massa, dan kezaliman para penguasa, Mantra Serang nomor 4, Sopio!" seru Kak Yura.
James mengerang kesakitan. Ia memegang lehernya, seakan-akan ia baru saja disengat di sana. Kak Yura tersenyum dan berlari ke arahku. Namun, tak lama kemudian, sebuah tali mengikat dan menahan pergerakan Kak Yura. Ternyata Rosie yang memegang tali tersebut. Dengan sekuat tenaga Rosie berusaha untuk menahan Kak Yura.
"Maaf, Nona Yura," ucap Rosie. "Saya tidak punya pilihan lain."
"Kerja bagus, Rosie!" seru James sambil tersenyum lebar.
Si James pun berlari dan ancang-ancang mengayunkan gadanya kepada Kak Yura.
"James? Apa yang kau lakukan? Hentikan!" seru Rosie.
"Diam, Rosie! Ini akan menyadarkan Nona dengan cepat!"
Gada James pun mengenai kepala Kak Yura, sampai-sampai kepalanya lepas. James menyeringai dengan senang, sementara Rosie terlihat kaget sambil menutupi mulutnya. Tunggu. Lepas? Kepala? Aku berusaha untuk memastikan pengelihatanku. Ketika aku melihat kembail, tiba-tiba tubuh Kak Yura menyerbak menjadi bunga sakura. Bersamaan dengan itu, tali-tali yang mengikatku terlepas semua.
"Teknik Ilusi Kannonji, Shibuki Sakura."
Ternyata, Kak Yura ada di belakangku. Edward, James, Rosie, dan termasuk aku tercengang. Tak disangka, ternyata itu hanyalah ilusi. Kak Yura yang asli ada di belakangku.
"Sudah kubilang, akulah yang seharusnya mengendalikan orang. Bukan sebaliknya," kata Kak Yura sambil tersenyum.
Senyuman Kak Yura yang biasanya menunjukkan keramahan, kurasa sekarang jadi berubah. Saat ini, senyumannya malah menunjukkan bahaya. Sepertinya ada satu orang lagi yang harus aku masukkan ke daftar 'Orang-orang yang Jangan Dijadikan Musuh' milikku.
"Oke, Sonia. Sekarang waktunya kita kabur!" ucap Kak Yura dengan riang.
"Eh? Bagaimana?" tanyaku.
"Haduh, Sonia. Ya, dengan teknik yang kamu latih dari kemarin tentunya. Yang berselancar itu, lho."
"Hm? Ah, yang itu, ya! Maaf, aku baru ingat. Pegangan yang erat kalau begitu!"
Aku pun mengumpulkan energi dan menembakkannya ke tanah.
"Ice Path!"
Sebuah jalur es pun tercipta di tanah. Aku memegang tangan Kak Yura dan menariknya. Kami pun berselancar di jalur es yang kuciptakan barusan. Kami meluncur dengan cepat. Sampai-sampai baik Edward, James, maupun Rosie tidak bisa mengejar kami. Meskipun mereka berusaha untuk mengejar kami lewat jalur esku, yang ada mereka malah tergelincir. Aku berselancar sambil menciptakan jalur baru di depan kami. Kak Yura pun mengeluarkan sebuah kertas berbentuk orang. Ah, ini pasti shikigami-nya Kak Yura. Tapi, shikigami yang mana? Shikigami apa yang dapat membantu kabur? Aku baru melihat yang macan.
"Datang dari selatan, bersama musim panas. Mengepakkan sayapnya untuk menerbangkan segala debu yang membutakan. Keluarlah, Raja Selatan, SUZAKU!"
Kertas itu pun berkembang. Bulu-bulu merah muncul dari kertas tersebut. Bulu itu semakin banyak dan membentuk sayap. Sebuah paruh burung juga keluar, sehingga kertas itu jadi berubah menjadi seekor burung merah besar. Aku dan Kak Yura melompat ke atas burung itu.
"Ayo, terbang, Akamaru!" perintah Kak Yura.
Burung merah itu mengepakkan sayapnya dan terbang ke udara. Kami pun meninggalkan Scummacio, tempat yang baru kusinggahi sementara. Tapi, untuk Kak Yura, mungkin tempat ini meninggalkan sebuah kenangan. Namun, dengan dia dikhianati seperti tadi, kira-kira bagaimana perasaan Kak Yura? Aku menoleh sekali lagi ke kampung itu. Tak sengaja, aku melihat wajah Edward. Dia… tersenyum? Mungkinkah?
***
"Selamat jalan, Nona Yura," bisik Edward.
Ia menatap langit dengan tersenyum. Dengan lega ia menghela nafas. Tiba-tiba lengan bajunya ditarik. Ketika ia menoleh, ternyata Rosie yang menariknya.
"Tunggu dulu, Edward!" seru Rosie. "Apa-apaan ini?! Bukannya rencana kita adalah untuk menghabisi Cait Sith itu? Kenapa kita malah jadi menyerang Nona Yura dan membuatnya kabur? Apa rencanamu sebenarnya, hah?!"
"Rosie, tenangkan dirimu."
"Tenang? Tenang?!" ucap Rosie dengan mata berkaca-kaca, tangisan pun tak tertahankan lagi dari dalam dirinya. "Kita sudah menyakiti perasaan Nona, tahu! Makanya dia meninggalkan kita!"
"Hei, hei, Rosie, tenanglah!" ucap James. "Memang itu rencana kami dari awal."
"Apa? Apa maksudnya?"
"Nona Yura tidak boleh merasa terbebani oleh kita terus," jawab Edward. "Dia bukan dari sini, dan sebenarnya dia tidak punya tanggung jawab apa-apa atas kita. Dia harus pergi."
"Coba kau pikirkan. Menurutmu, Nona Yura akan pergi jika kita minta?" tanya James ikutan menimpali.
"Kedatangan Cait Sith itu adalah kebetulan yang luar biasa," kata Edward. "Kita jadi bisa membuat cerita palsu bahwa dia menghipnotis Nona Yura."
"Ja-jadi, Cait Sith itu tidak benar-benar menghipnotis Nona Yura?" tanya Rosie dengan ekspresi tidak percaya.
"Ya, memangnya kau pikir Cait Sith benar-benar punya kekuatan hipnotis?" tanya James balik.
"Kalau begitu kenapa kalian tidak memberitahuku rencana kalian dari awal? Kenapa kalian malah mengisi kepalaku dengan rencana palsu?"
"Maafkan aku, Rosie," kata Edward. "Aku tahu, jika kau kuberitahu rencanaku yang sebenarnya, pasti kau akan marah dan menolaknya. Begitu pula dengan saudara-saudara kita yang lain. Sekali lagi, maafkan aku."
Rosie menggeleng-geleng tidak percaya, "Tidak. Tidak, aku tidak percaya lagi padamu. Aku benci kamu! Aku benci kalian berdua!"
Rosie berlari pergi dari hadapan Edward dan James. James berusaha untuk mengejar Rosie, tetapi Edward menghalanginya.
"Ed, apa yang harus kita lakukan?" tanya James.
"Biarkan saja dia dulu sendirian, dia perlu waktu," jawab Edward. "Yang penting kita sudah melakukan tugas kita. Kita berhasil melepaskan Nona Yura dari bebannya atas kita, itu saja sudah cukup."
To be continued...