Namanya, Dera Adinda Putri, usianya 16 tahun. Baru beberapa bulan yang lalu menyandang status sebagai seorang Siswi SMA di salah satu sekolah elit daerah Jakarta. Dera itu bukan termasuk siswi yang populer di sekolahnya, tapi dia juga bukan cewek nerd yang sering di bully anak-anak nakal.
Dera tidak pintar, mungkin jauh dari kata itu. Dera bahkan berada di urutan ke sepuluh dari belakang di kelasnya. Seperti cewek-cewek modis lainnya, Dera juga sering memakai make up dan seragam ketat ke sekolah. Tapi semua itu tidak juga membuat cowok pujaan hatinya melirik sedikitpun kearahnya.
"Duh.. kenapa telat mulu sih gue." Gerutunya saat melihat pintu gerbang sudah ditutup. "Ini Mang Komar dimana sih?? tumben nggak ada."
Dera melihat kearah pos satpam di dalam, celingak celinguk mengintip dari balik gerbang. Biasanya, setiap kali ia terlambat, Mang Komar selalu membantunya masuk dengan membukakan pintu gerbang, pastinya itu dilakukan tanpa sepengetahuan Guru Kedisiplinan.
"Rese nggak sih, gue belom ngerjain PR lagi!" Dera menggigit ujung kuku ibu jarinya sambil berpikir. "Nggak ada cara lain, gue emang harus manjat tembok." Putusnya kemudian.
Di sebelah gedung sekolah ini ada jalan masuk yang sering ia dan anak-anak lainnya -jika sedang telat- gunakan dalam keadaan terdesak seperti saat ini.
Melewati tembok itu bukan hal yang sulit untuk Dera, ia sudah tiga kali melakukannya. Mungkin jika di sekolah mengadakan ajang pemilihan ratu terlambat, Dera adalah pemenangnya. Sudah banyak sekali poin yang di langgar oleh gadis itu, mulai dari terlambat datang ke sekolah sampai ketahuan tidur di kelas.
Dan untuk hari ini, ia kembali terlambat karena terlalu asik bermimpi bertemu dengan cowok pujaan hatinya di sekolah sehingga suara Bunda di depan pintu kamarnya tidak terdengar sama sekali.
Bunda Dera, Risa sampai bingung harus bagaimana lagi mencari cara untuk membangunkan anak gadisnya itu dengan mudah. Mulai dari menyuruhnya tidur lebih awal, sampai meletakan dua jam weker di atas tempat tidur. Namun, itu semua ternyata percuma, karena Dera adalah sleep lover, alias kebluk.
Setelah tiba di dinding sekolah, Dera melempar tas yang ia bawa melewati tembok hingga terlempar sampai ke dalam halaman sekolah, lalu memanjat dinding itu dengan menggunakan deretan kayu-kayu besar yang sengaja tersusun di sana untuk memudahkan anak-anak lain melewati tembok itu.
Dera mengintip sedikit, melihat sekitaran halaman belakang sekolah. Sangat sepi, mungkin seluruh murid sudah masuk ke kelas mereka masing-masing.
Tidak butuh waktu lama, Dera lalu memanjat tembok itu, mulanya dengan mengangkat kaki kanannya, lalu saat kakinya sudah masuk, Dera duduk sebentar pada pembantas dan mulai menaiki kaki kiri, kemudian lompat.
Dera tersenyum puas sambil menepuk-nepuk tangannya yang kotor setelah melewati tembok itu. "Bukan Dera namanya kalo nggak bisa ngelewatin nih tembok." Ujarnya bangga.
Namun siapa sangka, jika ada sepasang bola mata yang sedang menyaksikan aksinya tersebut.
"Manjat tembok?" Dan begitu suara itu masuk ke dalam indera pendengarannya, saat itu juga Dera mematung, terkejut sekaligus penasaran dengan sosok yang berada di belakang punggungnya ini.
Njir gue ketauan!
Dera masih memunggungi orang itu. Menggigit bibir bawahnya untuk mengurangi rasa cemas dan gugup. Benaknya bertanya-tanya, siapa cowok di belakangnya ini. Dan bagi Dera hanya ada satu cowok yang sangat bahaya untuk menangkap basah dirinya yang sedang melompat tembok sekolah seperti ini.
Tomy, si ketua Osis, siswa kedisiplinan yang suka muter-muter halaman sekolah untuk mengecek anak-anak yang bolos ataupun telat. Tomy itu anaknya rese, susah kalo mau diajak bernegosiasi. Ia murid paling disiplin, hampir semua guru menyukainya dan sering membangga-banggakan dirinya.
"Lo telat?" Tanya cowok itu lagi.
"Mampus gue!" Gumam Dera pelan, hampir seperti bisikan.
Dera memejamkan matanya erat, dan perlahan mulai membalikan badan. Habis sudah dirinya jika itu memang benar-benar si Tomy.
Dengan perlahan dan hati-hati, Dera membuka matanya, lalu mendapati sepasang mata tajam sedang bertubrukan dengan matanya yang melebar sempurna. Tatapan cowok itu terlihat dingin dan tanpa ekspresi.
Dera terkejut. Sangat terkejut hingga mampu membuat ia memundurkan tubuhnya terlalu cepat hingga jatuh terduduk di atas rumput. Sakit yang menyerangnya sekarang seperti tersamarkan dengan ketakutan karena tertangkap basah telah melompati tembok sekolah.
"Kak Bima?" Lirih Dera pelan, sangat pelan bahkan hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.
"Telat?" Tanya Bima datar.
Jika biasanya Dera hanya mampu menunduk saat berpapasan dengannya, sekarang cewek itu bagai patung selamat datang yang hanya mampu melihat Bima tanpa gerakan sama sekali.
Kak Bima ngomong sama gue?
Dera sudah menyukai Bima dari pertama kali masuk ke sekolah ini. Bima yang Dera lihat adalah Pria pendiam dengan sejuta pesona. Anak Basket, dan termasuk cowok terpandai di sekolahnya. Bima bukan cowok yang suka tebar pesona, bahkan sebutan jomblo ganteng masih melekat di dirinya.
"Awas ketauan Tomy." Ujar Bima lagi.
Cowok itu tersenyum miring. Melewati Dera yang masih terdiam sambil menatapnya. Dera masih bergeming dari tempatnya saat ini, ia terlalu terpukau oleh itu semua. Bima baru saja mengajaknya berbicara.
Kemajuan yang sangat baik. Eh, tapi tunggu..
Dera mengerjapkan matanya berulang kali. "Kak Bima berarti ngeliat gue loncat dong?"
Dera menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia malu. Sangat malu sampai rasanya tidak mampu untuk bertemu dengan Bima lagi.
Dengan perasaan yang penuh rasa malu, Dera bangkit dan berlari menyelusuri lorong belakang sekolah, saat sampai di depan lorong kelas sebelas, Dera tidak sengaja menabrak tubuh Jessica dan Stella yang sedang berjalan, dan itu membuat dua gadis paling populer di sekolah harus terhuyung ke belakang, begitupun dengan dirinya.
"Tolol lo ya, gak punya mata apa?" Sambar Jessica langsung.
Dera menghela napas. Merasa sial karena harus bertemu dengan dua makhluk yang paling menyebalkan di sekolah. Dera memilih untuk menundukan wajahnya, bukan karena takut, tapi itu ia lakukan semata-mata hanya untuk menghindari masalah baru jika harus berurusan dengan Jessica, ketua Cheers di sekolah.
"Sorry kak, gak sengaja." Ucapnya pelan.
"Sorr, sorry, makanya jadi cewek jangan selebor-selebor banget. Yang gini nih mau sama Bima." Sahut Stella.
Beberapa minggu yang lalu, Jessica pernah mencuri dengar percakapan Dera dan teman-temannya tentang Bima. Dan mulai saat itu, dirinya sering dibully oleh Jessica dan Stella.
Menurut isu yang Dera dan seluruh murid di sekolahnya dengar, Jessica adalah mantan pacar Bima. Mereka berpacaran sebelum Dera masuk ke sekolah itu. Hingga saat ini, Jessica masih mengharapkan Bima.
"Eh lo mending ngaca deh, lo udah secantik apa sampe ngarep banget bisa deket sama Bima!" Ketus Jessica yang membuat Dera melebarkan matanya.
"Yang ngarep gue ini kak, kenapa jadi lo berdua yang sewot sih?" Entah sadar atau tidak, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Oh udah bisa ngejawab nih anak. Berani lo?" Jessica berjalan mendekati Dera, meremas kerah bajunya kemudian melayangkan tangan kanan ke udara untuk menamparnya.
Dera tidak punya pilihan lain selain menutup matanya erat. Rasa takut tiba-tiba menyeruak. Dera yakin setelah ini pasti pipinya akan terasa panas sekali.
"Hei kalian!"
Teriak sebuah suara yang membuat pergerakan tangan Jessica terhenti. Dengan cepat cewek itu melepas remasan tangannya pada kerah baju Dera.
Ia merasa lega.
"Ngapain disitu, cepat masuk kelas!"
"Iya, Bu." Jawab Jessica dan Stella bersamaan.
Mereka menatap Dera sinis sebelum akhirnya meninggalkan gadis itu untuk masuk ke kelas. Dera menoleh ke belakang melihat siapa orang yang telah berjasa membantunya untuk lepas dari Jessica dan Stella.
Bu Ami
Dera menghela napas. Merasa sangat berterima kasih sekali dengan Bu Ami yang secara tidak langsung membantunya lepas dari dua makhluk yang menyeramkan.
Ini semua terjadi gara-gara dirinya memimpikan Bima. Seandainya Dera tidak memimpikan Bima mungkin ia tidak akan telat bangun pagi ini.
Memikirkan Bima membuat pipi Dera memerah, menahan malu atas kejadian tadi.
Bima Satya Hartono adalah anak terpintar di sekolah Dera, dan Kakeknya adalah pemilik Yayasan, Raden Budi Hartono. Bukan hanya status dan kemampuannya saja, Bima juga terkenal dengan wajahnya yang dingin. Beberapa gadis menyukainya, termasuk Dera. Tapi, ada beberapa juga yang menganggap jika Bima itu bukan kriteria pacar yang baik, karena sifat dan sikapnya yang angkuh. Bima itu galak, tapi menurut Dera disitu letak ketampanannya. Dera menyukai Bima, sangat!