Jason bingung bagaimana membuat alasan pada Elena, dia tahu Elena tidak akan melepasnya begitu saja. 'Maafkan aku Sayang.. Aku tidak berniat mengkhianatimu'. Batin Jason.
Seketika Jason memeluk Elena dan menciumnya didepan Silvia. Dia terpaksa melakukan itu karena tidak ada cara lain untuk membuktikan kalau mereka tidak memiliki hubungan. Elena membalas ciuman Jason dengan ganas didepan Silvia.
Silvia yang melihat adegan yang menyayat hati itu hanya bisa berbalik arah dan berjalan menjauh dari mereka dengan Perasaan hancur. Silvia sadar, Ludius dulunya adalah seorang yang senang bermain dengan wanita, bahkan berhubungan badan adalah hal biasanya baginya. Tapi melihat dirinya yang sekarang mencium wanita lain didepan Silvia membuatnya benar-benar hancur.
"Apakah janji kita hanya bisa sampai disini?. Mengapa kamu melakukan hal itu. Aku masih bisa memaafkan masa lalumu yang selalu mempermainkan dan menjadikan wanita sebagai hiburan. Tapi Bagaimana dengan sekarang?". Gumam Silvia.
Silvia terus berjalan tanpa henti menuju mobil yang diparkirnya. Melihat mobil yang dipakainya adalah milik Ludius, dia justru meninggalkannya di Restaurant dan memilih untuk mencari angkutan umum atau taksi. Lama tidak ada taksi yang lewat, tiba-tiba saja ada sebuah mobil sport hitam berhenti didepannya. Seseorang keluar dari dalam.
"Silvia.. Apa yang sedang kamu lakukan disini?". Tanya Li Thian.
Silvia hanya terdiam, Wajah sendunya terlihat jelas di mata Li Thian, seketika LiThian memeluk Silvia. "Jangan memendam perasaan sedih terlalu lama. Menangislah jika itu mampu menenangkan hatimu".
Silvia menumpahkan segala perasaannya dalam pelukan LiThian. Dia meneteskan air mata dan hanya terdiam tanpa berbicara.
"Apakah seperti ini perasaan yang hancur. Bahkan ini lebih menyakitkan dari saat mendengar hilangnya dirinya. Mengapa hidup penuh dengan ilusi yang menyakitkan?". Gumam Silvia.
"Karena ilusi adalah sebagian dari warna kehidupan. Seperti halnya saat kita tertidur dan mendapatkan begitu banyak mimpi. Silvia.., Jangan pernah mengalah dengan ilusi kehidupan. Yakinlah.. Suatu saat akan berakhir, cukup kamu ikuti apa kata hatimu. Maka hatimu akan memberikan jalan dan jawaban. Bukankah itu yang selalu kamu ajarkan padaku?".
Silvia tertegun dengan perkataan LiThian, dia merasa telah terjebak dalam ilusi yang dibuatnya sendiri. "Bagaimana aku bisa kehilangan keyakinan seperti ini?. Sesaat aku seperti sedang berjalan tanpa mendengarkan hati dan hanya mengandalkan mata, hingga aku terjebak dan tidak mempercayainya". Kata Silvia lirih.
LiThian melepas pelukannya pada Silvia. "Aku mengagumi mu sebagai wanita karena keteguhan akan apa yang kamu yakini. Tapi melihatmu saat ini, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya LiThian,
Silvia tersadat telah melakukan hal memalukan dengan menangis dalam pelukan LiThian di tengah ramainya jalan raya.
"Ah.. Itu.. " Silvia bingung bagaimana harus menjelaskannya.
Ssst… LiThian menaruh jari telunjuknya di bibir Silvia.
"Jangan diteruskan. Jika itu hal yang tidak bisa kamu ceritakan, maka cukup diam dan tersenyumlah". Kata LiThian, dia memberikan senyum termanisnya pada Silvia.
"Dari dulu kamu memang teman kakak sekaligus sahabat yang baik. Terima kasih untuk yang satu ini". Silvia membalas dengan senyum menawannya.
"Ini baru Silvia yang aku kenal. Cerialah..".
LiThian membuka pintu mobil dan mengantar Silvia kerumah Ludius yang kini dia tinggali.
"Ujung-ujungnya aku tetap saja berurusan dengan apapun tentangnya. Bahkan aku pulangpun kerumahnya. Huuuft..". Gumam Silvia.
Mobil telah sampai didepan pintu utama Kediaman Ludius. Silvia turun dari mobil, kaca mobil bagian depan terbuka.
"Silvia.. aku ada urusan jadi aku akan langsung pergi. Sampai jumpa". LiThian melambaikan tangan. Mobilnya melaju pergi dari pandangan Silvia.
Ibu Yuliana yang mendengar suara mobil langsung berjalan keluar untuk melihat. "Silvia? Kamu sudah dari kantor nak?".
Silvia sadar bahwa saat ini masih pagi menjelang siang. "Ah.. Itu Bu.. Ada file yang tertinggal dirumah. Jadi aku buru-buru pulang?".
"Bukannya kamu tadi berangkat mengendarai mobil. Lalu sekarang dimana mobilnya nak?".
Silvia sudah kehabisan akal untuk membuat alasan pada ibunya. "Apa yang sebenarnya sedang kamu sembunyikan?. Jangan pernah membohongi ibu, Ibu sudah merawatmu dari kecil. Ibu sangat faham kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu".
"Ibu percaya padaku kan?. Untuk saat ini aku belum bisa mengatakan apapun pada Ibu. Jika tiba saatnya aku pasti akan menceritakannya padamu Ibu".
"Baiklah.. Ibu mengerti". Ibu Yuliana membawa Silvia masuk, Silvia bergegas keruang kerja mengambil berkas yang diperlukan.
Diruang kerja terdengar dering telefon dari LingLing.
📞 "Silvia.. Kamu jahat banget sih, kenapa kamu sekarang jarang menghubungi aku? Apa karena sekarang kamu sudah sibuk di Perusahaan?".
📞 "Jangan bicara seperti itu LingLing. Aku tahu kamu akan menikah, Bagaimana kalau kita bertemu nanti sore? Aku traktir. Anggap saja itu sebagai permintaan maaf karena aku jarang memberimu kabar".
📞 "Aku tunggu Lho.. Awas kalau kamu tiba-tiba tidak datang. Kaau gitu sampai jumpa". Telefon terputus.
"Sekarang aku harus kekantor. Aku tidak ingin terlalu memberatkan LongShang dengan banyak pekerjaan karena aku sering absen".
Silvia berjalan keluar dari ruang kerja untuk secepatnya kembali ke kantor. Dia berjalan cepat dan tanpa Silvia sadari dia menabrak seseorang didepan pintu.
Augh…
kening Silvia tidak sengaja membentur badan seseorang.
"Kamu tidak apa-apa Nona Silvia?". Tanya nya.
Silvia mengangkat kepalanya dan terlihat wajah Ludius didepannya. Silvia kembali tersadar. "Aku tidak apa-apa, jika Tuan Jason memiliki kepentingan. Silahkan apa yang ingin Tuan Jason katakan". Kata Silvia dingin, dia bahkan mengalihkan pandangannya setelah tahu bahwa itu Ludius.
Melihat dinginnya sikap Silvia jelas bahwa dia masih marah pada Ludius yang kini memiliki nama lain Jason.
"Tidak ada yang perlu disampaikan. Aku hanya mengantar mobil Nona Silvia yang tertinggal di Restaurant. Kalau begitu permisi". Silvia terus memandang sejauh Ludius melangkah.
"Dulu saat dia melihatku, dia langsung memeluk dengan perkataan jahilnya. Sekarang kita bahkan seperti orang asing".